Akibat Salah Memakai Ukuran Kacamata


Kali ini saya akan membahas tentang pengalaman salah memakai kacamata. Pengalaman ini bukan saya sendiri yang mengalami namun teman kuliah saya yang mengalaminya.
Suatu hari, teman kuliah saya, sebut saja A, mengeluhkan kepada saya kalau sering pusing. Saya bilang mungkin terlalu capek
memforsir tenaga. Dia bilang tidak. Dia hanya merasa pusing saat memakai kacamatanya. Lalu dia meminta saya mengantarkan ke pusat kesehatan mata di kota saya.

Beberapa hari kemudian, kami menuju ke sana. Di sana si A tadi diperiksa matanya melalui beberapa tahap. Cukup lama pemeriksaan dilakukan. Beberapa saat kemudian, seorang dokter menghampiri kami. Dia tersenyum kepada teman saya tadi sambil berkata, “Mbak, sampeyan lho kok bisa salah pakai kacamata. Sampeyan itu hipermetropi (rabun dekat), kenapa pakai kacamata miopi (rabun jauh)?”
Teman saya tak bisa menjawab. Dia hanya bilang kalau kacamata “salah” yang ia kenakan berasal dari sebuah optik terkemuka di kotanya. Dokter tersebut lantas memberi resep ukuran kacamata baru untuk menggantikan kacamata lamanya. Saat saya melihat ukuran kacamata yang baru tadi, saya cukup kaget. Perbedaannya sangat jauh. Sang dokter memberi resep +0,5 dioptri untuk mata kanan dan +0,25 dioptri untuk mata kiri. Padahal kacamata yang salah tadi ukurannya -2,0 dioptri untuk mata kanan dan -1,75 dioptri untuk mata kiri. Ditambah dengan lensa silinder.
Saya bertanya lagi kepada teman saya kok sampai bisa salah. Padahal kan kalau miopi kita sudah bisa merasakan tidak bisa melihat benda yang jauh. Seperti saya yang kalau melihat tulisan kecil agak jauh sudah tak bisa. Dia bilang awalnya hanya merasa kabur jika melihat. Lalu dia pergi ke optik di kotanya dan diberi resep kacamata yang “salah tadi”.
Dari penuturannya, saya hanya bisa menduga terjadi kesalahan dalam pemberian resep kacamata. Teman saya tadi kemungkinan besar mengalami astigmatisme, cacat mata yang penderitanya tidak dapat melihat benda dengan jelas akibat ketidakmampuan mata untuk memfokuskan benda titik menjadi gambar terfokus tajam pada retina.Obyek berupa garis tegak akan tampak melengkung jika diamati penderita astigmatisme. Adanya kelainan pada kornea atau lensa yang melengkung tidak teratur.
Bisa saja, teman saya tadi hanya dites sekenanya. Mungkin hanya dites membaca huruf dengan berbagai ukuran (snellen chart). Kemungkinan pula, yang melakukan tes belum terlalu mahir, jadi dia terus menambah ukuran dioptri negatifnya dan silindernya. Saat teman saya sudah merasa bisa jelas membaca, maka resep pun  diberikan. Memang dia bisa melihat dengan jelas karena memang dia tidak mengalami miopi dan telah tertolong dengan lensa silindernya. Namun, lensa cekung (lensa minus) yang ia kenakan malah membuat masalah.
Kita tahu pada penderita hipermetropi bayangan benda jatuh di belakang retina. Kalau diibaratkan, bayangannya kelewatan sampai di retina. Agar bisa melihat dengan jelas, maka digunakan lensa cembung (lensa positif) yang akan mengumpulkan sinar tepat ke retina. Bisa dibayangkan kalau lensa yang digunakan malah lensa cekung (lensa negatif) yang bersifat menyebarkan sinar maka bayangan benda akan semakin jauh dari retina. Ini alasan saat saya belajar fisika dulu. Tapi kata dokter, mata akan mengalami eyesight deteriorates (pengelihatan yang memburuk) akibat otot mata yang terlalu dipaksa bekerja. Nah makanya teman saya sering mengeluh pusing dan pandangannya gelap.

Kasus si A ini sedikit banyak memberi pelajaran untuk berhati-hati dalam mencari optik untuk kacamata kita. Memang tidak semua optik melakukan kesalahan, tapi berhati-hati juga perlu kita lakukan. Biasanya, optik yang profesional menggunakan suatu alat (saya tak tahu namanya) yang kita disuruh melihat di suatu teropong lalu petugas optik akan mendeteksi cacat mata kita melalui. Alat tersebut akan terbaca oleh komputer. Pemeriksaan dilanjutkan dengan tes snellen chart tadi. Hasil pemeriksaan tes baca huruf akan dicocokkan dengan alat tadi. Tak hanya itu, biasanya optik yang profesional tidak memaksakan ukuran kacamata yang akan kita kenakan kalau kita merasa pusing dan tak nyaman. Hal ini pernah saya alami saat harusnya saya bisa melihat dengan jelas ukuran -6,0 dioptri tapi petugas optik hanya memberi ukuran -5,0 dioptri. Keputusan petugas optik ini dibenarkan oleh dokter spesialis mata saat saya meminta rujukan surat askes. Lebih baik sedikit tidak jelas daripada membuat kita pusing saat memakai kacamata.
Baik sekian dulu cerita saya mengenai salah memakai kacamata. Semoga bermanfaat. Ingat, mata adalah anugerah Tuhan yang tak terkira. Jagalah kesehatannya dan pergunakan sebaik-baiknya. Salam.

Post a Comment

Next Post Previous Post