Menjejaki Candi Gunung Gangsir, Menapak Spirit Agronomi di Tengah Gempuran Industrialisasi

Alhamdulilah, ada tanggal merah di hari Senin


Artinya, saya bisa sedikit bernafas lega. Dan artinya lagi, bisa jalan-jalan. Penting lho jalan-jalan itu. Apalagi kalau mood saya mulai jelek. Nah, karena masih dalam masa berkabung hari-hari penghabisan bulan (baca: tanggal tua), saya tak bisa bebas jalan-jalan yang berat di ongkos. Pilihan pun jatuh kepada..... Candi.

Haha, saya banget ya. Memang saya tak pernah bosan menjelajahi candi demi candi. Terutama, candi-candi di sekitar Jawa Timur. Rupanya, ada satu buah candi di Kabupaten Pasuruan yang belum saya jelajahi. Candi ini bernama Candi Gunung Gangsir.

Perjalanan saya menuju candi ini dari Kota Malang dimulai sekitar pukul 8 pagi. Waktu yang cukup siang karena matahari sudah menampakkan diri dengan bahagianya. Singkat cerita, motor yang saya kendarai dengan mudah membelah batas Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan. Saya masih berdoa bisa selamat ketika melewati daerah Purwodadi, Pasuruan. Bukan isapan jempol saya melakukannya. Bangkai truk yang menghantam puluhan motor dan mobil akibat kecelakaan karambol awal tahun ini, masih terpampang dengan indahnya.

Alhamdulilah lagi, saya bisa melewati daerah tengkorak tersebut dengan lancar. Saya pun melanjutkan perjalanan ke kota kecamatan Pandaan yang cukup ramai. Aktivitas daerah yang bisa disebut batas “kawasan arek” dan “tapal kuda” (dua kluster kebudayaan di Jawa Timur) itu sangat riuh. Apalagi, bulan ini adalah musim nikah. Lagu-lagu wajib Sagita Asololoey icik-icik ehem menggema di beberapa gang yang dijadikan TKP pesta perkawinan. Ah sayang, saya sedang tidak dalam acara kondangan, jadi saya terus melaju.

Sampai di perempatan Pasar Pandaan, saya terus melaju ke arah utara menuju daerah industi Pandaan/Beji. Daerah ini sebenarnya pernah saya lalui ketika saya “hampir” bekerja sebagai staf QC di suatu perusahaan pakan ternak. Tapi, karena takdir saya akhirnya jadi Guru SD, saya tak lagi menjejaki daerah ini.

Prediksi saya tepat. Akses jalan menuju kawasan-kawasan industri ini masih parah. Yah maklum saja banyak kendaraan berlalu lalang. Sesekali, saya disalip oleh para pengendara yang memacu kendaraannya dengan kencang. Tak banyak yang bisa dinikmati di sini selain pabrik dan pabrik. Beberapa kilometer kemudian, terpampanglah bau-bau jalan tol. Terlihat dari sisa material dan tanda peringatan untuk berhati-hati bagi pengguna jalan karena banyak truk yang keluar masuk.
Jalan menuju TKP
Meski saya pernah melewati jalan ini, namun saya tak sampai jauh mengeksplorasi jalan-jalan di sekitarnya, terutama akses jalan menuju candi. Dulu, saya hanya sampai di pabrik tempat saya akan bekerja. Lokasi pabrik ini masih cukup jauh dari candi. Makanya, saya masih meraba-raba lokasi candi ini.
Jalan Tol Pandaan-Gempol yang tak jauh dari candi
Beberapa menit kemudian, saya melihat “mantan calon” (aduh ribet sekali) pabrik saya. Oke, saya hanya mengucapkan halo. Motor pun saya geber kembali. Menembus area pabrik dan persawahan yang saling bergantian. Jalanan naik turun dan masih rusak.

Beberapa menit kemudian, saya sampai di sebuah perempatan. Dari perempatan ini, menurut GPS, harusnya saya berbelok ke arah timur, menuju arah Bangil. Namun, saya tak menemukan tanda petunjuk arah menuju candi. Baik, saya ikuti. Beberapa meter kemudian, saya menemukan sebuah SD Negeri Gununggangsir. Naga-naganya, saya hampir sampai. Saya memelankan motor saya. Sesekali, saya , menatap layar ponsel untuk memastikan apakah jalan yang saya lalui benar.

Di sebuah gang, ponsel saya menunjukan letak candi yang sudah sangat dekat. Sayapun lalu masuk ke dalam gang tersebut. Dan alamak, ada lintasan kereta api tanpa palang. Hanya ada perintah untuk menoleh ke kanan dan ke kiri. Oke, saya mencoba hati-hati. Rupanya, lintasan kereta api ini adalah petak Bangil-Porong yang saya lalui ketika menaiki Kerata Api Penataran. Setelah berhasil melalui area berbahaya, mata saya langsung berbinar. Candinya sudah terlihat.

Ah, senangnya. Saya segera mencari lokasi parkir motor. Namun, tak ada parkiran motor di sana. Saya lalu mencoba menuju pintu masuk dan ternyata pintunya terkuci rapat. Saya hanya melihat anak-anak bermain di dekat pos jaga candi yang juga terkunci rapat. Nah, anak-anak itu masuk lewat mana?
Bagian belakang candi dan tamannya yang asyik
Rupanya, ada pintu samping yang terbuka. Begitu saja. Tak ada yang menjaga. Saya sempat ragu akan masuk. Tapi ya sudah jauh-jauh dari Malang gitu. Saya lalu memarkir motor di dekat pintu tersebut. Agak was-was juga sih.

Saya lalu masuk ke dalam dan mulai memahami setiap bagian dari candi ini. Meski namanya ada kata gunungnya, namun candi ini tidak terletak di gunung atau di kaki gunung. Candi ini malah terletak di dataran rendah yang cukup dekat dengan laut.

Menurut Wikipedia, walaupun tidak terletak di gunung atau kaki gunung, candi ini masih tak jauh dari gunung yang dianggap suci, apalagi kalau gunung favorit saya, Gunung Penanggungan. Sedangkan, kata gangsir sendiri berasal dari kata “nggangsir” yang artinya menggali lubang di dalam tanah. Mengapa harus menggali lubang? Dari literatur yang saya baca, kegiatan “nggangsir” ini dilakukan untuk mencuri benda-benda berharga yang terdapat dalam bangunan candi. Waduh. Iya juga sih, lha dibiarkan terbuka begini.

Selain cerita di atas, candi ini juga menyimpan cerita sebuah tokoh yang bernama Mbok Rondo Darmo. Tak ada seorangpun yang mengetahui asal usulnya. Mbok Rondo Darmo ini punya ide mengajak masyarakat agar meminta petunjuk kepada Hyang Widi untuk mengatasi masalah kekurangan bahan pangan. Konon, saat itu daerah ini merupakan lahan yang sangat subur. Namun sayang, masyarakat tidak mengerti cara mengelola lahan pertanian dan sumber pangan yang hanya berasal dari berburu binatang saja. Ketika ketersediaan hewan mulai amat berkurang, masyarakat mulai beranjak kelaparan.
Relief candi yang samar-samar menggambarkan cerita Mbok Rondo Darmo
Coba tebak, ini gambarnya apa?

Pada suatu hari, ada seekor hewan sejenis burung gelatik yang menjatuhkan biji padi di daerah tempat Mbok Rondo, dan langsung berbuah. Ketika dibuka kulit buahnya, ternyata berisi emas. Jadilah Mbok Rondo Darmo menjadi kaya raya. Melihat contoh burung yang menjatuhkan biji-bijian ke tanah, masyarakat pun mengikutinya. Mereka mulai bercocok tanam dan berhenti memburu hewan. Cerita ini terdapat ornamen candi yang pada setiap sisi-sisinya banyak ditemui relief bergambar tanaman seperti padi, kapas, dan palawija lainnya. Ornamen hewan seperti bulus, gajah, buaya, babi, anjing, dan kuda terbang yang kesemuanya melambangkan kemakmuran juga dapat ditemukan. Sayang, kondisi candi ini cukup memprihatinkan. Hampir semua sudut pada lantai-lantai dalam keadaan rusak. Atap candi juga hilang. Saya juga tak berani menaiki candi karena terlihat ada anak tangga dan masih dilakukan perawatan.
Bagian depan candi
Membaca kembali sejarah candi ini, bisa direnungkan lagi cerita tersebut memang benar adanya. Daerah ini cukup subur dan cocok untuk pertanian. Di Kecamatan Beji sendiri, terdapat Badan Penyuluh Pertanian yang membawahi puluhan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). BPP Beji sendiri memiliki suatu program unggulan bernama “kaji terap”. Para penyuluh pertanian akan membuat percontohan terlebih dahulu kepada Gapoktan sasaran sampai berhasil. Jika kaji terap tersebut sudah berhasil, maka bisa disebarkan kepada kelompok-kelompok petani yang lain. Program kaji terap ini dilaksanakan secara berkala setiap tahun. Nah, dari beberapa desa di Kecamatan Beji, Gapoktan di Desa Gunungsari dan Gununggangsir adalah yang cukup berhasil.
Persawahan di Gununggangsir berlatar Gunung Penanggungan yang tertutup awan
Saya cukup salut dengan spirit Mbok Rondo Darmo ini yang masih dilakukan warga sekitar. Meski, gempuran industrialisasi yang cukup besar, mereka tetap istiqomah mengembangkan pertanian. Walaupun, daerah mereka sangat dekat dengan kawasan industri Pandaan.

Sayang, saya tak bisa berlama-lama. Saya harus menyudahi kunjungan singkat ke bangunan candi yang terbentuk terbuat dari batu bata dan memiliki 4 lantai ini. Berpisah dengan candi yang menyimpan spirit untuk memajukan pertanian. Semoga spirit ini tidak mengalami stagnasi atau bahkan degradasi di tengah industrialisasi dan proyek pembangunan jalan tol.

Sumber bacaan (1) (2) (3)

23 Comments

  1. Candinya nggak begitu luas juga ya, tapi asyik sih ada di daerah persawahan.

    ReplyDelete
  2. Semoga itu batanya gak diprotolin buat dibikin tembok -__-'

    ReplyDelete
  3. jalan-jalan di tanggal tua itu sedih-sedih seneng mas wkwk

    itu deket banget dengan perumahan penduduk kah mas? sayang ya kalau ngga ada yg jaga. sebenernya kan lumayan misal ada retribusi nya, bisa nambah PAD & biaya perawatan candi

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas, harus ngiritttt bibgiiittt
      nah itu dia sayang banget malah kayak gak keurus gitu

      Delete
  4. Candinya cukup tinggi juga ya, Mas.
    Jalannya kedepannya semoga bisa diperbaiki ya, biar lebih mudah diakses untuk bisa ke Candi Gunung Gangsir..

    Candinya seperti terletak di kawasan rumah2 gitu ya, Mas ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas, jalannya rudak gitu padahal deket tol
      ini memang di perumahan jadi berasa gak ada candinya

      Delete
  5. Aku suka wisata candi juga. Apa yah..kayak menelusuri masa lalu begitu. Seru ajah menerka-nerka apa yang terjadi pada zaman itu. Hahaha...lebay banget ya. Jawa Timur aku belum jelajahi..aku pengen bgt ke Trowulan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya juga gitu mbak, penasaran dengan masa lalu, ceile
      iya saya malah belum ke Trowulan lho

      Delete
  6. Kirain gangsir itu karena di daerah tersebut banyak hewan gangsirnya. Eh tapi bener sih, gangsir juga suka bikin lubang di tanah. Dan bener juga, daerah Beji itu tempatnya sangat cocok untuk bertani ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iy itu mbak kukira ada hewan itu
      tapi cocok juga ya...

      Delete
  7. wah jadi pengin kesana sekaligus wisata sejarah... cuma belum ada uang hehe

    ReplyDelete
  8. memang selayaknya waktu libur dimanfaatkan untuk hal-hal postif dan edukatif ....
    senang-senang tambah pengetahuan dan pengalaman

    ReplyDelete
  9. aduhh jadi kangen candi gedong songo....

    ReplyDelete
  10. Mas, umak bisa baca relief candi a? Aku kmrn dri jogja juga plesiran candi

    ReplyDelete
    Replies
    1. klo relief candi Jawa Timur lumayan bisa mbak, soalnya umurnya gak setua candi jawa tengah, jadi masih jelas. klo relief candi jawa tengahan ampun deh, apalagi banyak motif ukelnya, aku gak paham -__

      Delete
  11. mas ikrom zayn ayo main main ke BOndowoso mas ... nantik tak ajak dolan kesana kemari free heheh salam mas kulo juga guru Madrasah aliyaah yang suka dolanan kesana kemari wkwkwk

    ReplyDelete
Next Post Previous Post