Balada Duduk di Depan dan di Belakang Guna Membuat Konten Video



Ketika saya membuat konten naik BRT, tentu ada standar keinginan yang akan saya capai.

Standar ini berupa beberapa tahapan menaiki angkuran umum secara komperhensif. Mulai saat menunggu di halte, saat naik bus, melakukan pembayaran, mencari tempat duduk, saat perjalanan, sata bus melewati sebuah halte, hingga saat saya turun. Semuanya itu terangkai dalam satu kegiatan yang bertujuan agar mudah dipahami oleh para penonton sehingga informasi yang saya sampaikan bisa diterima dengan baik.

Sayangnya, saya sering mendapatkan posisi yang kurang menguntungkan. Semisal, bus dalam keadaan penuh sehingga saya harus berdiri. Kadang, saya mendapat tempat duduk yang tidak sesuai dengan ekspektasi saya sehingga beberapa kegiatan yang semestinya bisa saya rekam menjadi terhambat.

Salah satunya adalah ketika saya mendapatkan tempat duduk di bagian belakang atau tengah. Bagian ini menjadi bagian yang sebenarnya tidak saya sukai. Namun, saya paham jika saya harus tetap tunduk pada aturan. Membuat konten memang baik dan menyenangkan tetapi kita juga harus taat pada aturan yang ada. Jangan sampai kegiatan membuat konten yang kita lakukan malah mengganggu penumpang lain.

Beberapa BRT memisahkan antara penumoang pria dan wanita. Beberapa lainnya tidak memisahkan keduanya sehingga penumpang bisa duduk di mana saja. Batik Solo Trans dan Trans Banyumas adalah salah satu contoh BRT yang tidak memisahkan penumpang laki-laki dan perempuan. Begitu pula Trans Jogja sepengalaman saya juga tidak memisahkan keduanya.

Jadi, jika kita akan naik beberapa BRT tersebut, maka kita tinggal menunggu nasib apakah bus sedang kosong atau ramai. Jika sedang kosong, maka kita bisa memilih tepat di mana saja. Jika sedang ramai, tentu tinggal memilih bangku yang masih kosong. Jika masih ada yang kosong di depan, maka ya rezeki jika tidak maka ya belum rezeki.

Sementara, Trans Jateng, Trans Semarang, Suroboyo Bus, dan Trans Semanggi Surabaya adalah beberapa BRT yang memisahkan penumpang laki-laki dan perempuan. Untuk Trans Jateng dan Trans Semarang, penumpang laki-laki berada di bagian depan. Sedangkan, Trans Semanggi Surabaya dan Suroboyo Bus memberikan kursi prioritas wanita di bagian depan. Untuk di bagian belakang, kursi bisa diisi penumpang laki-laki dan perempuan tergantung situasi dan kondisi.

Saya sangat beruntung jika naik Trans Jateng dan Trans Semarang terutama jika saat bus sedang sepi. Saya pun segera mengamankan hot seat alias kursi panas di sebelah sopir. Saya bisa leluasa merekam suasana di dalam bus, suasana di di dekat sopir, dan suasana di luar bus.

Ketika bus melewati suatu halte, saya bisa merekam jelas kegiatan naik dan turun penumpang. Wajah penuh harap calon penumpang yang berada di sebuah halte bisa sya rekam jelas. Interaksi antara penumpang dengan kondektur juga bisa saya gambarkan dalam sebuah video. Bagi saya interaksi ini menarik karena kebingungan para penumpang menjadi hal yang perlu mendapat dukungan infromasi. Salah satunya adalah ya dari kondektur.

Duduk di depan juga membuat saya bisa mendengarkan percakapan antara sopir dan kondektur. Biasanya mereka mengeluh soal hambatan dalam bekerja, mulai dari macet, armada yang bermasalah, hingga gaji. Meskipun kini sopir dan kondektur BRT cukup terjamin karena layanan yang diberikan merupakan layanan Buy The Service, tetap saja keluhan itu ada.

Satu hal yang membuat saya kadang tak nyaman duduk di depan adalah biasanya tempat tersebut digunakan oleh kondektur saat tidak sedang bertugas. Biasanya, Ketika halte selanjutnya masih jauh dan tak ada penumpang yang turun, maka kondektur akan mendekati sopir. Mulai bercerita berbagai hal.

Nah, karena tempatnya saya duduki, maka ia biasanya duduk di dekat pintu depan. Nah, kamera saya biasanya terhalang kepala dari kondektur tersebut. Kalua sudah begini, biasanya saya mengentikan duli kegiatan merekam saya. Toh apa juga yang mau direkam. Mendengarkan pembicaraan dan kepo adalah kunci. Sebenarnya ini tidak baik tetapi saya bisa mengetahui masalah-masalah apa saja yang dihadapi dalam pengoperasian BRT. Syukur-syukur, masalah tersebut bisa saya sampaikan ke pihak berwenang terutama mengenai teknis operasional BRT.

Penumpang pria Trans Jateng di bagian depan
Penumpang pria Trans Jateng di bagian depan

Berbeda dengan Trasn Jateng dan Trans Semarang, Suroboyo Bus dan Trans Semanggi memberikan proritas tempat duduk bagi wanita di bagian depan. Alhasil, saya pun harus mencari posisi wenak di bagian belakang agar bisa merekam dengan jelas.

Biasanya, posisi yang saya suka adalah posisi paling belakang. Saya bisa merekam dengan leluasa tanpa takut dilihat oleh banyak orang. Tidak hanya itu, bangku paling belakang memiliki tingkat ketinggian paling atas. Jadi, saya bisa merekam kegiatan di dalam bus dengan jelas. Mulai saat penumpang naik dan turun, proses pembayaran, dan beberapa kegiatan lain.

Saya menghindar beberapa bagian bangku seperti yang terhalang oleh gambar ikon sura dan buaya. Meski duduk di bagian tersebut sangat enak, tetapi membuat gambar yang saya rekam menjadi terhalang. Tidak hanya itu, bagian tersebut juga tidak memiliki tempat charger ponsel. Lantaran, Ketika proses merekam saya selesai, biasanya saya langsung mengisi daya baterai saya.

Jika tidak di bagian paling belakang, biasanya saya memilih duduk di dekat pintu samping. Pada bagian ini, saya juga masih bisa merekam dengan jelas hanya saja pasti dilihat oleh penumpang lain. Bagian ini saya pilih jika bus dalam keadaan sepi semisal hanya saya yang naik atau tak lebih dari 5 orang dalam bus.

Nah, untuk mendukung kegiatan saya merekam dalam BRT, maka saya menggunakan chest strap alias pengait HP di dada. Namun, saya tidak menggunakan chest strap model biasa karena pasti juga akan dlihat banyak orang. Jujur, saya masih malu jika terlihat seperti vlogger.

Chest strap HP bentuk tas
Chest strap HP bentuk tas

Makanya, saya menggunakan chest strap dengan bentuk tas dada. Saya membelinya di shopee sekitar 60 ribuan. Jadi, saya terlihat seolah menggunakan tas biasa padahal sedang melakukan perekaman. Alat ini sangat membantu terutama ketika saya ingin menampilkan kegiatan saat naik dna turun bus. Kalua dulu saya memegang ponsel, kini sudah tak lagi.

Sayangnya, kadang kamera ponsel tidak merekam gegara alasan teknis. Seringkali, kamera tidak focus dan pencahayaan tertalu terang. Maka  dari itu, saya kini selalu mengecek posisi kamera sebelum bus dating agar mendapatkan hasil maksimal. Meski tidak sempurna, tetapi saya puas mendapatkan hasilnya.

Itulah beberapa balada membuat video dalam BRT yang kini saya lakukan. Tertarik mencoba?

 

1 Comments

  1. "Jujur, saya masih malu jika terlihat seperti vlogger." 😁

    ReplyDelete
Next Post Previous Post