Penolakan adalah Cara Terbaik Mendapat Penerimaan


Ilustrasi. bcgsearch.com

Dalam kehidupan, seringkali manusia ingin mendapatkan berbagai hal yang ia kehendaki.

Mulai dari pendidikan yang lancar, pekerjaan yang sesuai dengan apa yang ia inginkan, jodoh yang dicintai, keluarga yang harmonis, dan segala aspek kehidupan yang begitu indah. Seringkali, manusia ingin semuanya baik-baik saja. semua keinginan dan rencananya bisa diterima oleh banyak orang, terutama orang di sekitarnya.

Nyatanya, dalam perjalanan hidup, seringkali ada sesuatu yang namanya penolakan. Penolakan ini adalah berupa tidak diterimanya seseorang dalam berbagai kondisi. Mulai dari sekolah, kampus, pekerjaan, jodoh, hingga keluarga. Penolakan ini seringkali timbul dan mengiringi langkah manusia dalam menjalani kehidupan. 

Sepanjang perjalanan hidup, saya baru mengalami penolakan yang membuat kecewa ketika duduk di bangku kuliah. Saat sekolah, rasanya semua baik-baik saja. Mungkin, penolakan yang saya alami hanya sebatas penolakan bergaul dengan teman sebaya di tempat mengaji saats aya SD. Namun, itu tidak begitu terpengaruh karena saya masih memiliki banyak teman di sekolah.

Saat masuk SMP, SMA, dan kuliah, saya sama sekali tidak mengalami penolakan untuk masuk lembaga pendidikan yang saya inginkan. Saya bisa dengan leluasa masuk SMP dan SMA Negeri favorit di kota saya karena alhamdulillah nilai UN saya cukup tinggi. Jadi, saya bisa memilih sekolah mana pun yang saya inginkan.

Pun demikian saat masuk kuliah. Sejak kelas X SMA, saya menjaga peringkat 3 besar di kelas dan mengikuti berbagai lomba nonakademik. Saya bisa masuk kampus yang saya inginkan melalui jalur PMDK alias tanpa tes melalui nilai rapor dan sertifikat lomba. Rasanya saya belum mendapatkan penolakan dan semuanya berjalan sangat mulus.

Nah, penolakan benar-benar begitu saya alami ketika mencari tempat Praktik Kerja Lapangan (PKL). Saat itu, saya dan beberapa teman mencoba mengirimkan proposal ke sebuah pabrik lem di Probolinggo. Balasan proposal tak kunjung tiba hingga akhirnya kami mendapatkan kabar bahwa proposal kami ditolak.

Kami pun mencari tempat lain dan belum juga ketemu. Hingga waktu sudah dekat, kami belum juga mendapatkan tempat PKL. Saya sempat stres karena saat itu hampir semua teman sudah mendapatkan tempat PKL. Hanya dua kelompok termasuk kelompok saya yang belum mendapatkan PKL.

Stres saya semakin bertambah ketika teman-teman sudah mulai menyusun rencana kerja untuk PKL. Sementara kami masih bingung mencari tempat PKL. Satu per satu tempat PKL sudah penuh. Akhirnya, saya meminta bantuan bapak barangkali ada tempat PKL dari temannya.

Puji syukur, berkat kekuatan orang dalam, akhirnya kami mendapat tempat PKL di sebuah parbik gula di Kediri. Namun, kami harus mengirim surat – tanpa proposal – ke pihak PTPN. Beberapa hari kemudian, saya mendapat telepon untuk mengambil surat tugas di Surabaya.

Beruntungnya kami, rekan bapak memiliki rumah kosong yang siap ditempati. Kami bisa tinggal di sana dan memanfaatkan berbagai hal mulai air, listrik, televisi, dan berbagai hal lain. Mulanya beliau menolak untuk kami bayar tetapi akhirnya kami mendesak membayar uang listrik sebesar 100 ribu rupiah untuk 1 bulan.

Bayangkan hanya 100 ribu untuk satu bulan kami bisa menginap di rumah yang bisa dibilang mewah dan luas. Belum lagi, istri dari rekan bapak tadi gemar mengirimkan masakan yang semakin membuat kami hemat. Saya jadi sadar, penolakan berkali-kali ternyata membuka kesempatan bagi kami untuk mendapatkan kemudahan. Kami juga mendapat pembimbing lapangan yang sangat enak. Mau menjelaskan dengan detail proses produksi dan mau membetulkan konsep yang salah.

Semuanya berjalan begitu lancar sampai saya mendapatkan nilai A untuk PKL. Sejak saat itu, saya belajar banyak untuk menerima segala penolakan yang saya dapatkan hingga sekarang.

Pun demikian saat saya sering gagal untuk bekerja di pabrik. Saya sadar penolakan yang saya terima malah membuka saya untuk melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Tidak hanya bagi diri saya sendiri tetapi juga bagi orang lain.

Contohnya, saya bisa membuat konten sembari bekerja. Saya memiliki waktu untuk membantu orang untuk membuat konten naik transportasi umum dan konten lain. Andaikan saya diterima bekerja di sebuah perusahaan, maka saya pasti tidak punya banyak waktu. Energi saya akan habis untuk bekerja dari pagi sampai malam.

Kini, meski jadwal saya padat, tetapi saya masih bisa meluangkan waktu sembari menunggu macet di jalan untuk membuat konten. Saya juga masih bisa melakukan aktivitas mengambil video untuk YouTube kala menuju tempat bekerja. Semuanya berjalan beriringan tergantung bagaimana saya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

Dari sini, saya juga belajar bahwa penolakan juga menjadi pembelajaran untuk memaksimalkan diri. Jika kita tertutup di suatu jalan, maka otak kita akan terlatih untuk mencari jalan lain. Saat ada konten saya yang tidak banyak ditonton, maka saya akan mencari pola lain agar video saya bisa ditonton. Salah satunya adalah mencari peluang melalui komentar yang masuk. Saya pelajari saksama agar penolakan yang terjadi menjadi gerbang sebuah penerimaan.

Intinya, kalau kita hanya berfokus dalam sebuah penolakan, maka kita akan mengalami stagnasi. Kita akan berhenti di sebuah tempat tanpa ada solusi. Langkah terbaik adalah mencari peluang lain agar penolakan tersebut menjadi sebuah penerimaan yang baik bagi kita.

Post a Comment

Next Post Previous Post