Ilustrasi by AI |
Baru-baru ini, viral di media sosial video yang memeprlihatkan sekelompok geng motor sedang melakukan konvoi di jalanan Kota Medan.
Video tersebut diunggah oleh seorang warganet. Para gangster membawa
senjata tajam di siang hari. Beberapa pengguna jalan tampak takut dengan
kehadiran mereka. Tak hanya itu, mereka seakan bangga dengan apa yang mereka
lakukan dan mereka bawa.
Sontak, video ini pun menarik perhatian warganet. Mereka mempertanyakan
di manakah aparat sehingga para geng motor dengan bebas dan leluasan melakukan
tindakan demikian. Tindakan yang cukup mengintimidasi warga agar takut pada mereka.
Tindakan yang mencerminkan bahwa Medan adalah kota para gangster. Bahkan,
beberapa orang menyebut Medan adalah Gotham City saking menjamurnya para gangster
dan para preman.
Sebagai bukan warga Medan, tentu saya tidak bisa menilai
dari satu sisi saja. Kota besar lain pun juga memiliki masalah serupa. Saya yang
tinggal di Surabaya juga kerap mendengar berita bahkan sempat melihat sekumpulan
anak-anak muda dengan membawa senjata tajam berkeliaran di jalan. Sebagian besar
memang masih remaja tanggung.
Bedanya, mereka tak sampai melakukan konvoi di siang bolong
dan di tengah Kota Surabaya. Pernah beberapa kali mereka melakukannya saat malam
hari dan tak lama langsung dibekuk aparat. Alhasil, meski masih cukup was-was,
tetapi tak sampai membuat hati ciut untuk melakukan aktivitas.
Namun, hal itu berbeda dengan di Medan. Mengapa mereka bisa
leluasa melakukan hal itu? Mengapa mereka tak takut dengan aparat dan seakan
menantang para penegak hukum?
Sebulan lalu, saya melihat sebuah video mengenai aksi sebuah
tim reaksi cepat dari polisi Medan. Tim tersebut mendapat laporan dari warga
bahwa ada sekelompok gangster yang sedang melakukan kegiatan meresahkan.
Tim polisi lantas mendatangi tempat tersebut. Belum sampai
di lokasi, mereka sudah berjumpa dengan para anggota gangster. Jumlah mereka
cukup banyak sekitar 50 orang. dengan secepat kilat, mereka menyerang dan
melukai anggota polisi yang kalah jumlah dengan senjata tajam tanpa ampun.
Dalam video tersebut, seorang polisi yang sedang merekam
kegiatan patroli langsung tersungkur tak berdaya. Ia terdengar berteriak kesakitan
karena lengannya kena sabet senjata tajam. Video tersebut juga memperlihatkan
pula anggota polisi lain jatuh tak berdaya akibat serangan para gangster. Sungguh,
mirip di film-film aksi dan saya masih tak percaya hal tersebut adalah nyata
adanya.
Biasanya, saya melihat para polisi berhasil menangkap para
gangster atau preman dan menyeret mereka dibawa ke kantor polisi. Sebagai warga
biasa, tentu saat melihat hal tersebut rasanya lega. Paling tidak, para
penjahat yang berkeliaran sudah tertangkap.
Namun, lain kasus dengan apa yang terjadi di Medan. Polisi ternyata
kalah dengan para gangster. Dalam video yang saya lihat, seakan mereka tak
berdaya, tak punya taktik yang tepat, dan hatrus bertekuk lutut dengan para
gangster. Walau ada narasi para polisi berhasil menangkap beberapa anggota
gangster, tetap saja video tersebut memperlihatkan betapa lemahnya polisi
menghadapi para gangster.
Tidak hanya itu, para polisi yang berpatroli juga hanya melepaskan tembakan di udara yang tentu tidak membuat para gangster takut. Seharusnya memang dalam kondisi demikian, ketika ada perlawanan dan tindakan yang membahayakan personel polisi, sudah saatnya mereka ditindak dengan tindakan penembakan. Entah karena takut dengan HAM atau hal lain, yang jelas para polisi tidak berdaya.
Apalagi, polisi yang terkena sabetan senjata tajam bukan
polisi yang terlihat sangar dan menyeramkan seperti yang saya lihat di
Surabaya. Kata teman saya yang melihat video itu, ia lebih cocok menjadi model daripada polisi. Sampai ada komentar
dari warganet bagaimana gangster bisa takut jika polisinya semacam itu? Berbeda
dengan di Surabaya yang tampak garang dan terlihat meyakinkan untuk membuat
para gangster takut berkeliaran lagi.
Melihat dua kejadian tersebut, rasanya saat ini menjaga diri
adalah tindakan tepat. Mengurangi kegiatan saat malam hari di luar rumah jika
tidak perlu adalah kunci. Saya sendiri hingga kini masih membawa pisau lipat dan
paper spray untuk berjaga karena tidak memiliki kemampuan bela diri. Kalau akan
pulang ke kontrakan, saya selalu menunggu rekan saya yang berbadan gempal untuk
pulang bersama karena jalan menuju ke kontrakan juga sepi.
Kembali ke masalah gangster di Medan, ada beberapa komentar
warga net mengatakan bahwa beberapa anggota gangster adalah anak dari pejabat. Dugaan
ini serupa dengan kasus Vina di Cirebon yang hingga kini tidak ada ujung
pangkalnya. Benar tidaknya, semestinya aparat harus tegas dengan tindakan keji
mereka. Apalagi, sudah banyak korban dari banyak kalangan bahkan ada yang
korbannya ibu-ibu.
Jatuhnya korban juga menjadi tanggung jawab aparat dalam
menjaga keamanan. Untung saja, beberapa saat lalu beberapa anggota gangster yang
dalam video melakukan konvoi sudah tertangkap. Namun, jumlah mereka yang masih
berkeliaran cukup banyak. Semoga saja tidak ada lagi kasus gangster di mana pun
karena keberadaan mereka sungguh sangat meresahkan.
Ngeri ya mas Ikrom, kok gangster bisa bawa senjata tajam secara bebas, mana bisa konvoi lagi di siang hari. Benar-benar mirip Gotham city. Untung nya di daerah ku aman.
ReplyDelete