Kekejian Tentara Jepang di Pojok Alun-Alun Malang






Alun-alun Malang menjadi salah satu ruang publik umum di Kota Malang.


Alun-alun Malang yang memiliki anomali dalam penataannya memiliki pojok-pojok yang biasanya berfungsi sebagai tempat berjualan dan tempat tongkrongan rakyat. Pemilihan pojok alun-alun ini disebabkan karena terdapat pohon beringin raksasa yang tumbuh subur. Beberapa pedagang sering menggelar dagangannya di sini, terutama ketika sore tiba.


Kisah Soto Kucing


Salah satunya adalah pedagang soto yang sangat terkenal. Soto ini terkenal enak dan menjadi favorit masyarakat Malang saat itu. Banyak penikmat soto daging sapi yang katanya rasanya tak ada duanya.

Puluhan orang selalu mengantre di pojokan alun-alun. Hingga pada suatu hari saat sang pedagang sedang sibuk melayani pembeli yang masih sangat ramai, ia didatangi oleh anak laki-lakinya yang berteriak,.....”Pak lepas semua, Pak.”

Mendengar teriakan anak laki-lakinya tersebut, pedagang itu lalu bertanya pada anaknya.

“Apanya yang lepas?”

Lalu, kehebohan pun terjadi. Jawaban yang disampaikan anak langsung membuat para penikmat soto segera ingin menumpahkan semua makanan yang telah mereka makan.

“Itu, Pak. Kucing yang mau disembelih untuk soto lepas semua. Pintu kandangnya tak terkunci.“

Saya bisa membayangkan bagaimana hebohnya kala itu. Mungkin sama persisnya dengan kisah di sinetron Kuasa Ilahi, “Pedagang Soto Kucing Kena Azab”. Tak ayal, nasib penjual soto kucing itu berakhir tragis. Setelah ada warga yang melapor, maka ia segera digelandang oleh tentara Jepang. Habislah riwayatnya.
Baca juga : Disparitas Dua Alun-Alun di Kota Malang
Di sisi lain, pendudukan Jepang di Kota Malang membuat alun-alun yang awalnya menjadi ruang terbuka rakyat menjadi arena mempertontonkan kekejaman para serdadu. Hal ini pernah disaksikan sendiri oleh seorang warga bernama Mbok Satiah. Beliau adalah penjual nasi jagung di pojok Jalan Kayutangan (sekarang Jalan Basuki Rahmat, dekat Toko Oen yang legendaris itu).

Kala itu, Mbok Satiah masih berusia delapan tahun. Suatu hari, ada orang Malang yang bernasib malang ditangkap oleh tentara Jepang. Ia tak tahu apa penyebab penangkapan tersebut. Yang jelas, orang itu dipukuli dan diseret ke alun-alun.

Di pojok selatan barat, yang dekat dengan Kantor Pos Besar Malang, beberapa tentara Jepang menggali lubang sedalam leher. Selepas lubang selesai digali, tentara itu lalu memasukkan orang tersebut dan mengurugnya sampai sebatas leher. Persis seperti hukum rajam pada cerita nabi-nabi. Ih seram. Saya sesekali ketika datang ke alun-alun mencoba mencari bekas lubang itu. Ya jelas sudah tak ada. Tinggal beberapa lubang untuk saluran air PDAM dan biopori.

anekdot soto kucing jawa pos jadul
Komik yang menceritakan anekdot soto kucing yang viral di tahun 1952-1953 meski saat itu belum ada jejaring sosial. Gambar diambil dari Jawa Pos, 25 Februari 1953 bersamaan dengan kasus serupa yang marak di Surabaya.


Kekejian Serdadu Jepang


Penjajah Jepang juga terkenal kejam dalam memaksakan kehendaknya untuk melaksanakan kepercayaannya. Mungkin cerita ini juga menjadi cerita klasik pelajaran sejarah di sekolah dulu. Penjajah Jepang sering memaksa penduduk untuk melakukan seikere, sebuah sikap membungkuk ke arah matahari sebagai penghormatan kepada ametarasu omikami (天照大神/天照大御神/天照皇大). Meski alun-alun dikelilingi oleh dua tempat peribadatan besar di sisi barat, namun simbol keagamaan tersebut tak mampu “menolong” umatnya yang sedang disiksa Bala Tentara Jepang.
Baca juga : Kisah Kauman, Cerminan Toleransi di Pusat Kota Malang
Kisah kekejaman Jepang juga terangkai dalam kisah seorang haji yang mengalami penyiksaan di pojok tenggara alun-alun, yang kini dekat dengan Mitra 1 dan Pantai Photo. Saat itu, dari arah utara Jalan Aloen-Aloen Wetan (sekarang Jalan Merdeka Timur), terlihat seorang haji sedang berpakaian baju takwa mengayuh sepeda ke arah selatan. Di sepeda sang haji terpasang dua bendera, merah putih dan Hinomaru.

Di tepi alun-alun, berdiri seorang serdadu Jepang yang melihat pengendara sepeda membawa dua bendera. Maka, ia menghentikannya. Lalu, ia mencabut bendera merah-putih dan merobeknya. Menurut tentara itu, susunan warna benderanya salah. Yang ia tahu, warna merah dan putih seperti bendera Hinomaru. Padahal waktu itu, Jepang sudah mengizinkan penggunaan bendera merah-putih yang dapat disandingkan dengan bendera Jepang.

Melihat bendera merah-putih disobek, maka Pak Haji juga ikut menyobek bendera satunya dan berpikir ia akan selamat.  Namun, melihat bendera kebanggannya ikut disobek, tentara itu tanpa ampun menghajar Pak Haji dengan popor senapannya.

Ia baru pergi setelah puas dan meninggalkan Pak Haji yang masih bingung sambil memegang kepalanya yang kesakitan. Entah bagaimana kebenaran kisah yang tertuang dalam buku Indonesia dalem Api dan Bara ini.  

Selain kisah horor, Alun-alun Malang juga digunakan sebagai sarana untuk mengetahui siapa lawan dan kawan Jepang. Maka, banyak acara orasi yang dilakukan penduduk di Alun-alun untuk sekedar memuja Jepang yang dianggap sebagai saudara tua dan menyelamatkan mereka dari Belanda. Padahal, pada saat itu Jepang juga tak main-main kejamnya.

Cerita orasi ini lebih banyak cerita rasis berupa caci maki kepada para penduduk keturunan Belanda (Indo) yang dianggap pengkhianat bangsa meski ia lahir di Indonesia. Usaha ini tak lain agar sang pencaci maki tersebut tetap dalam naungan tentara Jepang dan tak mendapat masalah selama pendudukan mereka. Sungguh, kisah yang mengharukan sekali.

Sumber : 
Basundawan, Purnawan. 2009. Dua Kota Tiga Zaman : Surabaya dan Malang. Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Boedoeri, Tjamboek. 2004.  Indonesia dalam Api dan Bara. Jakarta : Elkasa

59 Comments

  1. astagfirullah, jadi itu benar sotonya daging kucing?
    kejam bener, lebih kejam pedagangnya dari tentaranya mas ik.. hahahaaaa

    ReplyDelete
  2. wkwkwkw.... itu komiknya lucu. seru ya, banyolannya orang dulu, ngga ada gawai, tapi ngga jadi penghalang kreatifitas :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. orang dulu klo ngelawak lucu beneran mbak gak garing

      Delete
  3. Dari kisah di atas sya jadi merasa bersyukur terlahir di zaman sekarang
    yang sudah maju dan merdeka

    ReplyDelete
  4. Kisah-kisah di zaman penjajahan nemang sangat membuat hati menjadi seakan tersayat sembilu, nenekku dulu waktu masih hidup sangat sering bercerita
    penjajah di zaman itu berlaku sangat kejam kepada rakyat Indonesia
    alhamdulillah sekarang sudah terbebas dari penjajahan, tp ada juga yang bilang sekarang jajahan ganti gaya jadi bangsa ini harus berhati-hati dan waspada, entahlan aku nggak ngerti seoenuhnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak alhamdulillah
      sekarang penjajahnya ganti para koruptor

      Delete
  5. Mempertontonkan kekejaman, kerja paksa, penjajahan yang panjang membuat kita seharus nya sadar dan bersyukur bisa hidup tanpa kekejaman itu.
    Ini menurutku sih mas ikrom, ga tau yang lain. hihi

    ReplyDelete
  6. Jadi inget almarhum simbah, semasa hidupnya sering bercerita perjuangannya melawan nippon.

    ReplyDelete
  7. Itu yang soto kucing kok menjijikkan amat ya...

    Si anak kecil dengan polosnya ngomong, yah namanya anak kecil..

    Kalau Jepang mah memang kejam bgt yah. Untung kita hidup di jaman now..

    -Traveler Paruh Waktu

    ReplyDelete
  8. Serasa adaa di jaman itu waktu baca postingan ini, sekejam kejamnya orang jepang dulu ia adalah manusia dan tdk ada lagi di dunia

    ReplyDelete
  9. jadi yang kejam sesungguhnya bukan tentara jepang, tapi kucing saya yang disajikan sebagai makanan....sebagai pemilik kucing, sedih dong saya

    ReplyDelete
  10. jepang kejam luar biasa 😒😟😔 alhamdulillah aku lahir di jaman sekarang, udah enak...ga ada dagdigdug dueerrr...

    ReplyDelete
  11. Gimana ya gak kebayang lihat sotonya daging kucing..
    Baca komiknya lucu juga ya, Mas, meskipun dulu tak secanggih sekarang, yang serba digital. Tapi yang namanya kreativitas tetap ada, salut. Puluhan tahun lamanya, bahkan aku belum lahir ke dunia..he

    Baca kisah dulu itu menarik buatku, selain jadi tahu selalu bikin penasaran kisah2 lainnya. Keponya jadi nambah..

    Makannya kalau lagi sama kakek, asik cerita dimasa dulu gitu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas makanya aku dulu suka nanya2 ke almarhum mbah
      seru sih dengernya

      Delete
  12. alhamdulillah jepang sekarang sudah pergi dari bumi Indonesia

    ReplyDelete
  13. melihat sejarahnya serem juga di jaman kolonial jepang. itu soto kok dagingnya kucing? aku masih belum begitu mengenal alun2 magelang karna blm pernah ke sana juga. tapi aku punya temen kerja yg dari magelang, mungkin dia bisa kasih info juga. hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas duh kasian banget
      wah boleh tuh diceritakan

      Delete
  14. oiya, mas. ayuk kita saling follow di blog biar nambah temen juga. punyamu sdh tak follow....

    ReplyDelete
  15. Soto kutjing? Seriously?...
    Waduh cerita di Alun-Alun Malang horor gitu yaaak! ada nggak penampakan berkaitan dengan kisahnya, Mas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. penampakan saya lebih sering dengarnya di alun2 tugu mbak
      tak ada referesnsi yang mendukung klo di alun2 ini mungkin kantor pos besar yang ada di seberangnya spooky banget

      Delete
  16. Kalau sebut jepang, ingatnya sama tentara nippon, mereka bukanlah penolong mereka itu sama saja, kadang suka bersyukur jepang kena bom atom As,,, hahah :D tapi yah sudahlah itukan masa lalu... karena sekarang kita dah merdeka,
    jepang2 memang pinter2, padahal bisa dibilang negara kecil kalau dibanding indonesia, tapi lihat sekarang kemajuan mereka ? pantas kalau mereka dulu jajah kita,,,

    ReplyDelete
  17. Seandainya punya mesin waktu, kdg aku menghayal pgn balik ke masa lalu dan melihat seperti apa dulu alun2 ini digunakan :D

    Terlepas dr mitos ato bukan, yg soto kucing itu aku ga kasian blasss ama penjualnya :p. Gpp deh disiksa jepang -_- .. Kasian kucingnya

    ReplyDelete
  18. Soto kucing? Nyesek bacanya :(

    Makasih Mas Ikrom,
    tambah info lagi nih aku ttg Malang :D

    ReplyDelete
  19. Soto rasa daging kucing,horor bangat itu mah, kasihan kucing-kucinganya.

    ReplyDelete
  20. Ternyata malang punya banyak sejarah yang tertoreh. Tak hanya sebagai kota pendidikan. Sejarah nya pun Kaya
    Jadi pengen main main ke malang, cek ke tempat langsung..

    ReplyDelete
  21. Baru tahu loh kalo alun2 malang banyak kisah seramnya. Padahal suka nongki2 di situ sampe malam. Dan pas malang tempo dulu pun banyak warga pasuruan yg ke sana dan nginepnya di alun2

    ReplyDelete
  22. g bisa bayangn lagi di warung sotonya

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, lahir nggak pada saat era penjajahan. Nggak bisa ngebayangin, gimana ngerinya zaman dulu.

    ReplyDelete
  24. Emang kucing boleh dimakan, ya? Kok kasihan saya. Apalagi sampai jadi soto begitu. :(
    Baguslah kucingnya lepas semua. Mereka punya kehendak bebas~

    Yang saya tahu dari buku Cantik Itu Luka, pas zaman Jepang itu banyak banget perempuan Indonesia yang diperkosa dan disika. Akhirnya, mereka dijadikan pelacur deh. Kasihan juga, ya, nasib keturunan Belanda yang tinggal di Indonesia pada zaman itu. Dimusuhi dua sekaligus, Indo sendiri dan Jepang. :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya gak boleh mas haram

      iya kasian kucingnya
      jepang pas penjajahan emang parag banget tapi kasian juga indo2 itu banyak juga sih yang katanya disiksa

      Delete
  25. Aku sampe baca tiga kali yang soto kucing😂
    Saking gak pahamnya, saking absurdnya, saking nyatanya 😆😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya yang nulis juga gimana ya mbak
      tapi emang ada!

      Delete
  26. Btw, MTD itu jadi inspirasi adanya Loemadjang Djaman Doeloe looh
    Inshaa Allah ada saat Desember

    ReplyDelete
  27. Waahh nyasar kemari.. Baru tau kisahnya, ngeri ngebayanginnya. Bbrp waktu lalu ke Malang, pas malam aku ngajak anak-anak kesini buat lihat air mancur, tau banget posisi masjid kantor pos dan gereja.

    ReplyDelete
  28. Horror-nya daging kucing dijadiin soto ya. Serem pas dibaca. -_-"

    ReplyDelete
  29. Aku padahal kate nggoleki sing dodol soto mas. Lakok sot kucing 😱

    ReplyDelete
  30. Sepertinya Jepang itu kalau menjajah memang bertujuan untuk menjadikan negara jajahannya sebagai Jepang yang baru. Saya pernah ke museum penjajahan Jepang di Busan, Korea Selatan. Diceritakan waktu itu semua baju tradisional korea dijadikan tali, semua orang Korea harus pakai kimono. Semua buku berbahasa korea dibakar, diganti versi terjemahan dalam bahasa Jepang. Bahasa percakapan, kurikulum sekolah sampai sistem perdagangan juga langsung diganti dengan sistem Jepang. Kurang tau apa di Indonesia juga begitu, tapi sepertinya nggak beda jauh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak mereka suka banget memaksa apa yang menjadi budaya mereka
      kejam sekali ya mereka
      untung sekarang sudah tidak

      Delete
Next Post Previous Post