Bangun Kesadaran Diri di Musim Penyakit Ini

membangun kesadaran diri di musim pandemi

Penyebaran virus covid-19 membuat kehidupan di dunia menjadi berubah.

Orang-orang tak akan mengira jika pandemi penyakit ini bisa begitu mengganggu. Interaksi orang pun dibatasi bersamaan dengan kegiatan di luar rumah. Akibatnya, orang-orang akan lebih sering menghabiskan waktu dengan menatap layar gawai.


Bisa dipastikan, berbagai berita – entah benar atau hoaks – berseliweran di lini masa. Kadang, media arus utama pun juga meriuhkan dengan membuat pemberitaan yang cukup sensasional. Pemberitaan ini membuat hati merasa gelisah dan tak bersemangat. Terlebih, jika pemberitaan tersebut berisi mengenai dampak penyakit ini yang semakin mengerikan. Pikiran yang negatif, kecemasan yang berlebihan, hingga nafsu makan yang menurun pun timbul. Implikasinya, kekebalan tubuh pun juga menjadi menurun dan sangat rentan diserang oleh berbagai penyakit.

Badan kesehatan dunia (WHO) bahkan menganjurkan untuk tidak menonton atau mendengar berita mengenai wabah covid-19 yang membuat kita merasa cemas. Malah, menurut dokter Teguh Satria – dokter keluarga yang menangani saya saat pemeriksaan berkala bulanan menyarankan agar saya menyudahi aktivitas di media sosial.

Menurutnya, saya yang memiliki gangguan kecemasan (anxiety disorder) akan memiliki masalah serius jika terpapar arus informasi. Baik yang hoaks maupun yang nyata dengan permaianan diksinya. Akhirnya, saya pun menyudahi aktivitas di media sosial saat wabah ini semakin menggila.

Banyak berdoa, mengaji, dan membaca adalah kegiatan yang saya lakukan untuk menguatkan diri. Menurut ustad yang ceramah di masjid tempat saya tinggal, meski ada wabah, tetapi tidak perlu cemas untuk datang ke masjid. Hanya kegiatannya saja yang dibatasi. Kalau sudah selesai salat maka sangat dianjurkan untuk pulang. Mengaji di rumah saja karena bisa menambah ketenangan. Dan juga, menghabiskan waktu dengan membaca novel atau bacaan lain bisa menguatkan diri saat ini.

Berdiskusi melalui WA juga menjadi hal yang bisa dilakukan. Namun, saya pilah-pillih WAG mana yang cocok digunakan untuk berdiskusi. WAG yang penuh dengan berita yang mencemaskan pun tak saya ikuti. Saya malah lebih senang menjalin komunikasi lewat japri dengan teman-teman dekat. Bercerita apa saja yang terjadi dan saling memberi motivasi.

Kalau menonton video, saya juga sering memilah channel mana saja yang akan saya tonton. Saya lebih sering melihat video dari channel CGTN TV yang dibiayai oleh Pemerintah Republik Tiongkok. Dari channel ini, saya melihat banyak sekali penyintas virus covid ini yang bisa beraktivitas seperti sediakala.

Bahkan, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak. Mereka tampak ceria meski sempat melewati masa-masa kritis. Beberapa diantaranya menari dan menyanyi hingga memberikan cokelat kepada para tenaga medis yang sudah merawat mereka. Saking banyaknya penyintas corona yang sudah sembuh, saya hampir setiap hari menemukan mereka dalam kisah masing-masing. Satu hal yang saya rasakan adalah kebahagiaan bisa mendapatkan penyakit ini meski kesulitan akan terasa pada awalnya.



Lantas, saya pun berpikir kalau mereka saja bisa sebahagia itu mendapatkan cobaan ini, lalu mengapa saya harus takut?

Kebahagiaan dan kewaspadaaan adalah kunci. Saya senang dengan propaganda yang didengungkan oleh Pemerintah Republik Tiongkok. Meski dalam keadaan sulit seperti itu, negara tetap hadir untuk rakyatnya. Ini bukan bermaksud membandingkan karena saya yakin pemerintah kita juga tak kalah serius dalam menangani. Hanya saja pemberitaan yang begitu masif dan seakan membuat nyali ciut lebih banyak yang muncul.

Pada akhirnya semua kembali pada diri sendiri. Kalau saya lebih memilih menguatkan diri dengan tidak banyak terpapar berita dan isu mengenai penyakit ini. Memperbanyak aktivitas juga saya lakukan agar pikiran teralihkan. Dan satu hal yang penting, ketika Tuhan menurunkan sebuah penyakit, pasti ada jalan untuk menyembuhkannya. Hanya manusia saja yang bagaimana caranya untuk mencari tahunya karena ia sudah diberi akal. Bukan memperkeruh dengan menambah informasi hal-hal yang tidak benar.

Salam.

8 Comments

  1. Toast podo mas ikrom
    Aku malah sejak banyak berita wabah ini, aku jarang mandengke berita sek terlalu bombastis n malah meden medeni, liat ig pun mandan aras arasen, soale ada beberapa follow akun media massa online yang seriiing bgt up nya berita corona tapi yang bombastis gitu headlinennya
    Saiki cari sik ngademke pikiran aja, menghindari stress ben imun tubuh ga drop..
    Contone ya kayak yang mberitain sikap optimisme gitu gitu heheh

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak viewer sekarang jadi patokan ya jadinya beritanya bombastis
      padahal mah woles aja harusnya tapi tetep waspada
      timbang gitu mending cari pengalihan ya biar ga drop

      Delete
  2. iya mas bener, semakin diikuti semakin serem isu virus ini. ada juga yang membandingkan isu virus ini dengan virus SARS. dulu perasaan tidak se booming ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas soalnya dulu gak ada internet secepat sekarang dan nyebarnya enggak secepet sekarang

      Delete
  3. Aku pun sempat berhenti tidak konsumsi berita dan media sosial, mas karena aku orangnya pemikir. Kalau pun suami tiba-tiba pinda ke channel local untuk berita aku main game atau dengerin musik atau murotal lewat headset.

    Namun, sekarang aku sudah bisa mengendalikan emosi jiwaku, hahaha. Jadi aku balik lagi nyetatus dan isi feed IG, hahaha. Karena emang medsos aktif ku lebih ke Linkedin jadi asik sambil kerja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak sama aku juga pakai headset terus kalau orang rumah liat berita
      lama lama emamg sudah biasa ya ya gimana hahaha

      Delete
  4. Wah kesentil banget nih mas sama kata mengaji, hehe jujur udah jarang banget ngaji, berdoa pun banyak dalam bahasa indonesia saja, semoga bisa dihilangkan rasa malas ngaji nya ;) thankyou yah mas Ikrom ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas banyak berdoa aja pas musim begini... biar adem ya

      Delete
Next Post Previous Post