Tak Lagi Disinggahi Banyak Kereta Api, Solo Jebres Kini Terasa Lebih Sunyi

Stasiun Solo Jebres
Stasiun Solo Jebres

Lantaran menghemat biaya perjalanan pulang dari Jogja ke Malang, saya naik kereta api Matarmaja pada suatu hari.

Kereta ini tidak melewati Jogja sehingga saya harus menuju Solo terlebih dahulu. Apesnya, Matarmaja berhenti di Stasiun Solo Jebres. Kereta ini tidak berhenti di Stasiun Solo Balapan ataupun Purwosari.

Saya jarang sekali menemui kereta api yang berhenti di Solo Jebres. Terakhir kali, saat naik KA Majapahit dulu dari Malang, kereta ini singgah di stasiun yang berada di timur Surakarta itu.

Naasnya lagi, tidak ada tes screening Covid-19, baik GeNose maupun swab antigen di Stasiun Solo Jebres. Pihak KAI menyarankan saya lewat pesan pribadi agar saya melakukan tes tersebut di Stasiun Solo Balapan.

Untunglah, saya masih sempat melakukan tes GeNose di Stasiun Yogyakarta sebelum naik KRL ke Solo. Kereta Matarmaja yang sedianya akan saya naiki baru tiba jam 8 malam.

Baca Juga: Berasa Kereta Pribadi, Suasana Sepi Mewarnai Perjalanan KRD Sidoarjo-Indro di Suatu Pagi
Setelah tiba di Solo sore hari dan makan Selat Solo sebentar, saya pun langsung menuju Stasiun Solo Jebres tepat setelah maghrib. Sesampainya di sana, saya kaget bukan kepalang. Stasiun ini bukan saja tak ada tanda-tanda kehidupan, tetapi saya seakan berada di cerita film yang mengisahkan tokohnya di sebuah tempat asing.

Saat saya berada di ruang tunggu, tak ada orang sama sekali. Loket tiket terlihat tutup. Hanya mesin cetak mandiri yang masih menyala. Suara gema anak-anak mengaji dari masjid sekitaran stasiun terdengar jelas. 

Loket Stasiun Solo Jebres
Loket tutup

Loket Stasiun Solo Jebres
Check in counter yang sepi

Loket Stasiun Solo Jebres
Ruang tunggu yang sepi

Tak ada petugas, tak ada tukang becak, tak ada tukang ojek, tiada porter, bahkan satu pun pedagang makanan atau minuman tak terlihat sama sekali.

Saya memutuskan untuk mengisi ponsel saya di tempat pengisian baterai yang sudah disediakan. Baru pertama kali ini saya merasa benar-benar sendiri dan seakan menguasai area stasiun yang begitu luas. 

Baca juga: Mencoba Naik KRL Jogja Solo Dulu Sebelum Terkendala Covid Varian Delta
Saya bisa selonjoran sebentar sembari menyantap menu makan. Selepas itu, saya pun menonton video Miss Universe dari tahun baheula hingga akhirnya bosan sendiri.

Lantaran sudah bosan bukan kepalang, saya pun akhirnya memutuskan untuk menuju bangunan utama yang terletak terpisah dari bangunan ruang tunggu dan loket. 

Bagian depan Stasiun Solo Jebres
Bangunan depan Stasiun Solo Jebres


Bangunan Stasiun Solo Jebres yang berdiri sejak 1884 ini merupakan salah satu bangunan yang dilindungi oleh Pemerintah Surakarta. Bangunan utama stasiun ini tidak dirombak dan terlihat masih seperti aslinya.

Saya mulai memotret dengan leluasa karena suasana amat sepi dan belum ada petugas yang mengingatkan saya. Takjub dengan gaya Indische Empire berlanggam neoklasik yang menjadi ciri khas bangunan ini, saya benar-benar terkesima akan perawatannya. Masih utuh dan tanpa banyak kerusakan seperti yang saya temui di Stasiun Cirebon Kejaksan.

Gaya Indische Empire Solo Jebres
Gaya Indische Empire


Saya terkesima dengan langit-langit stasiun yang kaya akan ornamen. Jendela berbentuk setengah lingkaran kian memberi kesan mewah pada stasiun yang dulunya milik Staats Spoorwegen (SS) ini.

Stasiun ini juga memiliki atap yang tinggi sehingga kesan lega sangat terasa ketika kita memasukinya. Meski sebenarnya, jika ditinjau dari ukuran luas, stasiun ini tidak terlalu luas dibandingkan stasiun kelas besar lain semisal Cirebon Kejaksan atau Malang.

Baca juga: Pengalaman Melakukan Tes GeNose di Stasiun Malang Kotabaru
Keunikan yang paling saya suka adalah adanya detail jalusi pada pintu yang bernuansa Art Nouveau serta penempatan garis-garis list pada dinding. Detail pada pintu ini mengingatkan saya pada SMA saya dulu yang begitu khas dengan uliran sulur di atas pintu. 

Stasiun Solo Jebres
Detail Jelusi pada pintu yang tampak asyik


Sungguh, memotret stasiun ini kala menunggu kereta datang dalam suasana sepi seperti ini adalah keasyikan tersendiri. Makanya, bagi para Railfans terutama yang berada di Daerah Operasi 6 Yogyakarta, Stasiun Solo Jebres adalah salah satu spot andalan untuk mendapatkan hasil jepretan yang ciamik.

Langit-langit di bagian dalam yang memiliki ornamen mirip dengan Pura Mangkunegaran


Sepinya stasiun ini bukan tanpa sebab. Sejak tahun 2014-an, hampir seluruh kedatangan dan keberangkatan kereta api kelas ekonomi berpindah ke Stasiun Purwosari. 

Baca juga: Seni Ngirit Makan di Kereta Api
Dulu ada adagium bahwa kereta eksekutif dan bisnis singgah di Solo Balapan sedangkan kereta ekonomi singgah di Solo Jebres. Balapan untuk eksekutif dan Jebres untuk ekonomi. Kini, mahkota kelas ekonomi itu harus diserahkan ke Purwosari sejak 2014.

Penumpang yang tak banyak

Sejak kepindahan itu, praktis hanya kereta yang melewati petak Semarang-Solo saja yang singgah di Solo Jebres. Kereta yang melewati petak Jogja dan Cirebon seperti KA Sri Tanjung kini beralih singgah di Purwosari. Itu pun kini tak semuanya singgah setiap hari karena adanya pembatasan perjalanan akibat Covid-19. 


Hanya 4 kereta yang dijadwalkan singgah di sini, yakni Brawijaya, Brantas, Matarmaja, dan Majapahit. Tiga dari empat kereta tersebut merupakan kereta relasi Malang-Jakarta yang tidak singgah di Yogyakarta dan melewati jalur Semarang-Solo yang terkenal sepi.

Uniknya, berdasarkan Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2021, hampir semua kereta itu singgah di stasiun ini dari sore hari hingga dini hari. Tidak ada satu pun kereta yang singgah saat pagi atau siang hari.

Bisa jadi, inilah alasan tidak adanya tukang ojek, tukang becak, atau pun pedagang makanan yang mengasi rezeki di stasiun ini. Bahkan porter pun tak terlihat sama sekali. Entah jika dini hari, barangkali mereka hadir di stasiun ini.

Dok, Istimewa

Aktivitas di Stasiun Solo Jebres pun baru terlihat menggeliat sekitar jam 7 malam. Seorang petugas loket membuka satu-satunya loket di stasiun itu. Ia mulai melayani satu-satunya calon penumpang yang menunggu untuk mengubah jadwal perjalannya. Calon penumpang tersebut datang menyelamatkan saya dari kesepian dan kengerian suasana malam.

Lalu, satu per satu penumpang datang meski jumlahnya saya hitung tak sampai 20 orang. Kebanyakan dari mereka baru melakukan tes GeNose di Solo Balapan.

Satu keluarga bercerita mereka hampir saja lupa bahwa di stasiun ini tidak tersedia tes covid-19. Untunglah, kepadatan tes Covid-19 di Solo Balapan tidak parah.

Setengah jam sebelum kereta tiba, beberapa petugas mulai melakukan tugasnya seperti mengecek tiket dan lain sebagainya.

Jika diibaratkan, aktivitas stasiun ini layaknya kelelawar yang mulai nampak saat malam hari. Meski tentu, selama 24 jam stasiun ini juga penting dalam lalu lintas perkretaapian Jawa bagian selatan karena merupakan percabangan antara jalur selatan dan jalur utara.

Sambil menunggu kereta datang, saya penasaran apakah stasiun ini memang sengaja dibiarkan seperti ini. Menyandang status stasiun percabangan dan menyerahkan mahkota keramaian ke Stasiun Purwosari. Terlebih, stasiun ini juga tidak dilewati KRL Solo-Jogja.

Ternyata, usaha untuk menghidupkan stasiun ini sebagai salah satu wisata sejarah pernah akan dilakukan. Salah satunya adalah penataan shelter bagi pejalan kaki di sekitar stasiun. Nantinya, penumpang yang turun dari BRT Solo Trans bisa berjalan nyaman di sini.

Meski demikian, saya belum menemukan tanda-tanda dari rencana ini. Wisata cagar budaya yang dicanangkan oleh Pemkot Solo pun masih sebatas berfoto sambil menunggu kereta datang seperti yang saya lakukan.

Padahal, stasiun ini bisa jadi sumber belajar mengenai posisi strategis kota Solo yang mempertemukan 4 jalur kereta api Pulau Jawa. Posisinya yang seakan sebagai perempatan jalan raya membuat Solo memiliki 4 stasiun aktif. Jumlah yang cukup banyak dan semuanya masih sama-sama penting.

Keunikan pun semakin bertambah lantaran Stasiun Solo Jebres sebenarnya berdiri di atas lahan milik Kasunanan Surakarta. Entah benar atau tidak, suasana Kasunanan sangat terasa jika mengamati berbagai ornamen dalam stasiun ini.

Sambil tetap menunggu wabah Covid-19 yang masih mengganas, kita menunggu perubahan yang baik tanpa meninggalkan ruh asli dari Stasiun Solo Jebres ini. Lantaran, tidak semua stasiun masih terasa asli yang terawat hingga kini.

Sumber:

(1) (2)

13 Comments

  1. Nuansanya jadi creepy gitu ya, Mas. Tapi gara-gara gak ada orang di sana, aku jadi bisa puas menikmati suasana stasiun Jebres ini lewat tangkapan kamera Mas Ikrom 😆. Stasiunnya berasa banget nuansa klasiknya, Mas. Pinter nih tukang potonya cari angle yang bagus. 🤭

    Btw aku salut juga sama stasiun ini. Soalnya bersih banget. Padahal stasiun ini jarang ada yang mengunjungi lho. Tapi gak kelihatan berdebu gitu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. engga cuma creepy mbak
      malah kayak di dimensi lain
      (berharap kayak di Harry Potter wkwk)

      bagiku kurang pas fotoya soalnya aku bawa banyak barang
      tapi lumayanlah ketolong kamera hehe

      iya soalnya rajin dibersihkan kalau stasiun beda sama terminal

      Delete
  2. Wahh sepertinya memang jarang sekali dilalui ya stasiun ini, bahkan di rute perjalanan yang ada didalam kereta pun tidak ada menunjukkan nama stasiun ini. Saya sering menggunakan kereta dari solo balapan ke yogyakarta, dan baru tau banget ada stasiun ini di solo. Kirain cuma purwosari dan solo balapan saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebelum jadi pemberhentian KA ekonomi, malah jarang yg tau purwosari mas
      dulu malah jebres ini terkenal banget
      mungkin mas andrie ke jogja setelah peralihan ya

      Delete
  3. udah lama banget ga ke stasiun semenjak pandemi :( kangennnn

    ReplyDelete
  4. Dampak pandemi segini nya ya terhadap transportasi dan pariwisata

    Stay healthy ya Mas Ikrom

    Salamat Poo

    ReplyDelete
  5. Wah, stasiun solo Jebres sekarang sepi ya, gara gara kereta api kelas ekonomi dipindahkan ke stasiun Purwosari.

    Enaknya kalo tempat sepi itu bisa bebas foto tanpa ada petugas yang melarang, tapi kalo terlalu sepi.😱

    Mana tidak ada tukang ojek, pedagang, bahkan porter juga tidak ada, ngeri.😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. ada yang ikut nimbrung ya mas nanti wkwkw
      tapi aman kok
      paling2 suara desahan dari balik pagar
      desahan kucing liar maksudnya wkwk

      Delete
    2. Kirain desahan nganu kang lagi cari mangsa.😂😂😂

      Delete
  6. bangunannya masih apik, nggak terliat rusak rusaknya ya, padahal aktivitas di siang hari bisa dibilang sepi banget
    aku lupa-lupa ingat, apa aku pernah turun di stasiun ini, lupa, terakhir ke solo waktu SMP kayaknya

    ReplyDelete
  7. Bagus dan terawat stasiunnya. Bersih dan lantainya kinclong. Lampu lampu menyala semua dan indah tata lampunya.

    ReplyDelete
Next Post Previous Post