Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Angkot di Malang dan Solo

beda angkot di Malang dan Solo
Angkot di Solo dalam bentuk Feeder BST

Kota Malang dan Solo memiliki keunikan berupa warna angkot berwarna biru.

Warna angkot biru tua ini menjadi ciri khas angkot di Malang dan Solo. Dari kejauhan, jika kita melihat mobil carry berwarna biru, maka sudah bisa dipastikan itu adalah angkot. Selain warna biru, konfogurasi tempat duduk berhadapan dengan satu kursi menghadap belakang dan satu kursi dekat dengan sopir layaknya angkot lain juga jadi pembeda.

Meskipun sama-sama berwarna biru, tetapi angkot di Malang dengan angkot di Solo memiliki banyak perbedaan. Salah satu yang paling menonjol adalah sebutannya. Angkot di Malang disebut sebagai mikrolet sedangkan angkot di Solo disebut sebagai Feeder Batik Solo Trans (BST).

Lalu, apa saja perbedaan angkot di Malang dan Solo?

Pertama, dari cara penumpang menyetop armada angkot.

Angkot di Malang boleh distop di mana saja. Kita bisa menghentikan angkot sesuai kemauan kita asal masih sesuai dengan jalurnya. Semisal, jika rumah kita berada di jalur angkot, maka kita bisa menyetop angkot sesuai dengan keinginan kita. Angkot pun akan berhenti di depan kita.

Namun, angkot atau feeder di Solo tidak bisa demikian. Penumpang harus menyetop angkot di tempat yang telah disediakan. Ada tanda palang bus stop yang terpasang di jalur feeder BST. Selain tanda bus stop, ada juga tanda warna merah dengan tulisan BST di aspal jalan. Nah, penumpang hanya bisa menyetop feeder BST di tempat tersebut.

Kedua, cara pembayaran

Angkot atau mikrolet di Malang masih menggunakan cara pembayaran konvensional alias tunai. Hingga tulisan ini ditulis, harga tarif angkot di Malang adalah 5.000 rupiah sekali jalan. Untuk pelajar adalah 2.500 rupiah.

Untuk feeder BST, pembayaran hanya bisa dengan nontunai yakni dengan QRIS atau kartu uang elektronik/kartu tol. Pembayaran secara tunai malah tidak diperbolehkan. Penumpang akan memberikan kartu tol kepada sopir jika akan membayar. Jika menggunakan QRIS, maka pembayaran dilakukan dengan melakukan scan QR.

Jika tarif tiket angkot di Malang hanya berlaku sekali, maka tarif feeder BST bisa berlaku integrasi dalam waktu 90 menit. Artinya, saldo KUE kita tidak akan terpotong jika oper atau transit feeder atau bus BST koridor lain jika belum 90 menit. Namun, penumpang harus menggunakan KUE yang sama dan satu penumpang hanya bisa satu KUE tidak bisa digunakan bersama.

Ketiga, headway alias waktu tunggu

Lantaran sopir angkot di Malang kejar setoran, maka waktu tunggu atau headway angkot di sana sangat lama dan tidak tentu. Kebanyakan sopir akan ngetem dahulu menunggu hingga penumpang penuh. Jika tidak demikian, maka banyak armada angkot yang tidak beroperasi. Akibatnya, jarak antara satu angkot dengan angkot di belakangnya cukup jauh. Tentu, hal ini membuat penumpang angkot beralih ke ojek online.

Berbeda dengan feeder BST, sopir BST sudah tidak kejar setoran. Mereka hanya mengejar rit atau jarak perjalanan yang ditargetkan setiap hari. Mereka sudah digaji oleh Pemkot Solo sehingga hanya berhenti beberapa detik di pemberhentian feeder BST. Waktu tunggu feeder BST pun tidak lama menyesuaikan jadwal yang telah disusun.

Keempat, ketersediaan AC di dalam armada

Angkot di Malang tidak menyediakan AC di dalam armadanya sehingga pintunya dibuka. Berbeda dengan di Solo, feeder BST menyediakan AC di dalamnya. Maka, pintu dibuka dan ditutup oleh sopir menggunakan tuas.

Meski demikian, AC di feeder BST tidak terlalu kencang. Yah semilir lah anginnya. Tidak sekencang AC di dalam bus BST. Tapi bagi saya lumayan lah bisa sedikit menghilangkan gerahnya Kota Solo yang lumayan panas.

Kelima, penampilan sopir angkot

Sopir angkot di Malang tidak pakai seragam karena mereka bekerja menggunakan mobil sendiri atau mobil juragan angkot. Berbeda dengan di Solo, sopir BST berseragam menggunakan setelan kemeja putih dan celana hitam. Kadang mereka juga menggunakan topi dengan logo Teman Bus.

Sopir BST juga menggunakan tanda pengenal (ID card) yang bisa dikenali. Jadi, jika ada hal-hal yang tidak berkenan atau ada pelayanan dari sopir BST yang kurang memenuhi SPM, penumpang bisa lapor. Perbedaan ini membuat penumpang feeder BST akan merasa lebih aman dan nyaman dibandingkan penumpang angkot di Malang. Terlebih, banyak sopir angkot di Malang yang menarik tarif di luar tarif yang disepakati. Ketika akan melapor, tentu mereka akan kesusahan karena sopir tidak mengenakan seragam dan menggunakan tanda pengenal.

Keenam, waktu operasional

Menemukan armada angkot di Malang saat malam hari amatlah susah. Waktu operasional angkot di Malang rata-rata hanya sampai sore saja. Itu pun juga sering tidak sampai maghrib. Jarang sekali angkot di Malang beroperasi sampai malam hari.

Berbeda dengan di Malang, di Solo feeder BST beroperasi sampai malam meski tidak terlalu malam. Biasanya, rit terakhir atau pemberangkatan terakhir dari titik awal adalah sekita pukul 6 malam. Jadi, sekitar pukul 7 malam masih ada feeder BST yang beroperasi. Ketika saya melihat wayang orang Sriwedari, saya masih bisa menemukan feeder BST yang melintas.

Ketujuh, masalah sewa angkot

Angkot di Malang bisa disewakan untuk berbagai keperluan, semisal wisata, hajatan, pengajian, dan lain sebagainya. Penumpang rombongan tinggal membayar biaya sesuai waktu dan jarak yang ditembuh. Biasanya kalau sehari menyewa angkot sekitar 250 ribu sampai 350 ribu rupiah.

Feeder BST tidak boleh disewakan. Peruntukannya hanya untuk melayani penumpang reguler. Meski begitu, saya sempat melihat feeder BST digunakan untuk mengumpankan penumpang rombongan dari bus wisata ke Masjid Syeikh Zayed Solo dari parkiran Terminal Tirtonadi. Tentu, kegiatan ini juga harus mendapat persetujuan dari Dishub Kota Surakarta tidak bisa dilakukan seenaknya.

Kedelapan, keseriusan dari Dinas Perhubungan

Dinas Perhubungan Kota Malang seakan tidak terlalu serius menata transportasi umum di Kota Malang. Mereka seakan membiarkan angkot berjuang sendirian dan mati perlahan. Satu per satu jalur angkot mati dan angkot semakin sepi. Sopir semakin sulit untuk mengejar setoran sementara armada angkot tentu butuh perawatan.

Berbeda dengan di Solo, Dishub Surakarta selalu mengecek operasional feeder BST. Saya sering bersama satu armada dengan petugas Dishub Surakarta yang ikut dalam perjalanan. Ia mengecek oeprasional feeder BST dan bertanya pada sopir kendala yang dihadapi. Dengan begini, kendala dan kekurangan di lapangan akan terus diperbaiki menuju kea rah yang lebih baik.

Itulah beberapa perbedaan angkot di Malang dan Solo. Semoga angkot di Malang bisa berbenah seperti di Solo agar bisa ke arah yang lebih baik.

Post a Comment

Next Post Previous Post