Boikot Produk Pro Israel, Antara Kebutuhan dan Kepedulian

AI Bela Palestina yang saya buat

Linimasa kita hari ini dipenuhi oleh perang antara Israel dan Palestina.

Perang yang dimulai dengan serangan mendadak pasukan Hamas ke wilayah Israel saat berlangsungnya sebuah perayaan itu kini dibalas oleh Israel. Gempuran ke wilayah Gaza dan sebagian Tepi Barat oleh Israel membuat jatuhnya korban hingga ribuan jiwa. Perang yang sebenarnya dimulai sejak peristiwa pencaplokan wilayah Israel ini memang tak berkesudahan.

Dampak dari perang tersebut sangat luas. Tak hanya di wilayah Palestina dan Israel saja, tetapi juga menjalar ke seluruh dunia. Banyak negara yang menyatakan solidaritas ke Palestina termasuk Indonesia. Banyak negara juga yang lebih pro kepada Israel dan menganggap perang ini akibat kegiatan Hamasa yang dicap sebagai teroris.

Entah siapa yang akan memenangkan perang ini yang jelas dampak perang tersebut sudah sampai ke Indonesia. Sudah sampai kepada kegiatan sehari-hari yang dekat dengan kehidupan kita. Apalagi, kalau bukan seruan boikot produk-produk Israel atau produk yang terafiliasi dengan negara zionis tersebut.

Aksi boikot produk ini memang kerap muncul di saat ada ekskalasi di sebuah negara. Dengan melakukan boikot, maka diharapkan ada tekanan terhadap negara atau sebuah kekuatan sehingga mereka tidak lagi melakukan kegiatan yang dianggap merugikan. Contohnya, boikot kepada produk Israel tersebut yang bertujuan agar mereka tak lagi bisa mengirim dana kepada Israel yang dianggap akan digunakan melawan rakyat Palestina.

Salah satu boikot terhada[p produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel adalah Mc Donald’s. Restoran cepat saji asal Amerika Serikat ini dikabarkan memasok makanan kepada tentara Israel atau IDF. Sontak saja, seruan boikot tidak membeli lagi produk Mekdi menyeruak terutama di negara muslim termasuk Indonesia. Bahkan, sempat ada demo anti Israel di depan restoran cepat saji tersebut.

Tak lama setelah pemberitaan tersebut, beberapa mekdi di negara-negara mayorita Islam memberi pernyataan bahwa mereka tidak berhubungan dengan Israel. Mekdi di negara mereka dimiliki oleh pihak yang berbeda dengan Mekdi yang akan memberi makanan ke tentara Israel. Malah, beberapa diantara  mereka berniat akan menyalurkan bantuan ke Palestina. Mekdi Malaysia bahkan membuat restoran mereka bernuansa Palestina dengan memasang bendera, balon, dan segala pernak-pernik bernuansa Palestina.

Sayang, klarifikasi Mekdi Indonesia dianggap blunder dan tidak menyebut Palestina dalam unggahan mereka. Tentu saja, boikot terhadap Mekdi Indonesia semakin luas. Beberapa gerai Mekdi di Indonesia dikabarkan sepi. Beberapa waktu lalu akhrinya ada berita mengenai rencana Mekdi Indonesia akan menyalurkan juga bantuan kemanusiaan ke Palestina. Walau terlambat, setidaknya mereka layak diapresiasi.

Boikot pun berlanjut ke beberapa produk lain. Mulai dari makanan, minuman, produk kecantikan, dan beberapa produk lain. Starbuck dan KFC adalah dua produk mamin lain yang turut kena imbasnya. Unilever dan Nestle juga kena getah terkait isu hubungan kedua perusahaan tersebut terhadap Israel. Banyak orang yang mulai menyerukan tidak lagi menggunakan dua merk tersebut dalam keseharian. Padahal, produk dari dua perusahaan tersebut sangat luas digunakan di Indonesia.

Terkahir, produk kecantikan Scarlett juga terkena imbas akibat sang owner mengunggah video penyerangan Hamas ke wilayah Israel. Diduga, ia juga pro Israel dan tidak memihak kepada Palestina. Seruan boikot pun menyeruak hingga ia melakukan klarifikasi bahwa ia di pihak Palestina.

Harus diakui, saat ini isu perang Israel-Palestina memang sensitif. Jika tidak mengerti secara keseluruhan memang lebih baik diam. Kadang diam pun juga dianggap pro Israel dan tidak peduli terhadap kemanusiaan. Kadang pula, ketika ada orang yang tahu kita menggunakan produk yang dianggap pro Israel, maka kita juga turut dianggap pro Israel.

Saya sendiri memang tidak bisa lepas dari produk Unilever. Sudah cocok dan tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari. Berbagai produk seperti pasta gigi, sabun, sampoo, dan produk lain yang saya gunakan berasal dari Unilever. Kalau saya menyetop konsumsi produk tersebut, maka saya juga akan kesulitan mencari penggantinya.

Sempat ada teman yang memberi produk pengganti tetapi jujur saya tidak cocok. Tidak terbiasa dan mmebuat aktivitas saya terganggu. Beberapa produk mereka juga telah saya beli dalam jumlah banyak sebagai stok beberapa bulan. Kalau saya buang kan sayangmana sekarang keadaan ekonomi lagi susah.

Makanya, saya memilih tidak mengikuti aksi boikot produk yang diduga pro Israel. Menurut saya, kita masih butuh produk tersebut dan tentunya ada banyak masyarakat Indonesia yang bekerja dengan produk tersebut.

Namun, saya mulai mengurangi produk yang menurut saya tidak terlalu penting. Seperti KFC dan Mekdi. Dulu, saya gemar makan di dua restoran cepat saji tersebut. Sekarang, saya sudah tidak lagi berkeinginan makan di keduanya. Selain mahal, saya juga ingin menjaga kesehatan. Demikian pula saya tidak lagi nongkrong di Strarbuk karena sudah tak ramah kantong. Alasan itulah yang membuat saya tidak menggunakan produk-produk tersebut.

Semua memang kembali kepada diri kita masing-masing. Yang jelas, tiap orang punya pendirian dan itu wajib dihormati. Membela Palestina tidak harus diwujudkan dengan boikot produk atau melakukan standar yang menurut beberapa orang benar. 

Post a Comment

Next Post Previous Post