Ilustrasi - Nat Geo |
Indonesia menjadi negara dengan persentase jumlah perokok aktif di dunia.
Data dari World of Statistic menunjukkan, jumlah perokok
aktif di Indonesia mencapai 70,5% dari jumlah total penduduk. Dalam 10 tahun
saja, sudah ada peningkatan jumlah penduduk yang merokok. Bahkan, banyak usia
perokok aktif kini ditemukan di bawah 15 tahun.
Merokok memang sebuah hal yang seakan menjadi tradisi,
terutama bagi kaum pria di Indonesia. Gak ngudud gak mantul, barangkali frasa
itu yang sering kita dengar yang berarti jika tidak merokok rasanya tidak
mantap. Bahkan, ada adagium juga mengatakan selepas makan, bukan minum air
putih yang enak dilakukan tetapi merokok.
Entah bagaimana berbagai frasa tersebut menggambarkan
istilah kecanduan merokok masyarakat Indonesia, yang jelas mau tak mau, lingkungan
sekitar kita pasti dekat sekali dengan asap rokok. Bahkan, dalam setiap acara
yang melibatkan banyak kaum pria, seperti kerja bakti, tahlilan, atau
perkumpulan lain, maka rokok menjadi hal yang tak boleh ditinggalkan dan sudah
menjadi anggaran wajib yang harus ada.
Meski sudah lama tinggal di lingkungan perokok aktif, Puji Tuhan
hingga saat ini saya tidak merokok. Saya menjadi minoritas kaum pria yang tidak
merokok diantara mayoritas kaum pria yang merokok. Namanya menjadi minoritas
tentu tidak enak.
Saya jadi tidak bisa masuk circle perokok yang membahas
aneka jenis rokok atau vape. Saya jadi terlihat cupu saat circle saya meng-update
segala hal tentang rokok. Entah harga, rasa terbaru, hingga tetek bengek
masalah rokok. Saya juga seakan berasal dari planet lain ketika circle terdekat
saya berbelanja rokok. Sementara, saya berbelanja makanan ringan atau permen.
Lantas, mengapa saya tidak menjadi perokok aktif?
Sebenarnya, saya pernah mencoba merokok sebanyak tiga kali. Dua
kali saat masih SMA dan sekali saat masih kuliah. Saat masih SMA, saya mencoba
rokok Sam##e dan GG. Dua kali mencoba rokok yang diklaim sebagai rokok bapak-bapak
rasanya mau muntah.
Entah, sensasi apa yang saya rasakan saat itu, tetapi
rasanya pahit sekali. Seperti menelan arang aktif hitam yang sangat pekat. Saya
langsung muntah dengan asap yang keluar dari hidung. Mata saya langsung merah
dan perut saya mual. Saya pun memutuskan untuk tidak mencoba kembali karena memang
rasanya tidak enak.
Saat duduk di bangku kuliah, ada sebuah acara kondangan yang
dihadiri oleh banyak sepupu. Mereka banyak yang merokok jenis mild yang dianggap
sebagai rokok dengan rasa yang lebih ringan. Lantaran dipaksa untuk mencoba,
saya pun mencoba salah satu merk rokok mild terkenal. Katanya sih, rokok ini
tidak seberat dua rokok sebelumnya yang sering diklaim sebagai rokok bapak-bapak.
Rokok mild ini diklaim sebagai rokok anak muda.
Saya pun mencoba sebatang rokok mild tersebut dan memang
rasanya lumayan enak. Ada sensasi mint dan bau tembakau khas. Namun, ketika
asap rokok mulai masuk mulut dan akan keluar dari hidung saya, tiba-tiba saya
merasa ampeg alias sesak yang amat sangat. Rasanya seperti berada di dekat
kobaran api dengan asap pekat. Saya panik dan langsung mengeluarkan asap tadi. Percobaan
merokok ketiga kalinya pun gagal walau sudah menggunakan rokok mild. Sejak saat
itu, saya memutuskan tidak akan pernah lagi mencoba merokok dengan alasan
apapun.
Kalau ditawari atau dengan sedikit memaksa, maka langsung
saya tolak. Makanya. Kalau sedang ada acara yang melibatkan banyak perokok
aktif, saya langsung memakai masker. Selain menjaga paru-paru saya, memakai
masker juga sebagai tanda bahwa saya tidak merokok dan dimohon dengan sangat
untuk tidak menawarkan rokok pada saya karena akan sia-sia saja.
Saya sih mengizinkan mereka merokok karena memang tempatnya
merokok, tetapi kadang saya akan mencari tempat yang memiliki sirkulasi udara
cukup besar. Saya sadar menjadi minoritas tentu harus mengalah kepada
mayoritas. Hanya saja, bagaimana cara kita bisa sebaik mungkin menghindar
tetapi tidak terlihat sinis pada mereka.
Ada teman saya yang tidak merokok tetapi ia sangat sinis
pada perokok. Alhasil, ia malah dikecam habis-habisan dan ditertawakan di muka
umum. Saya tidak mau seperti itu. Makanya, masker harus selalu saya bawa agar
saya bisa berada diantara mayoritas perokok aktif dengan tenang.
Bagaimana saya melampiaskan hasrat tak merokok?
Jujur, kadang saya bingung kalau semua teman merokok
sementara saya tidak pada suatu momen. Tentu, makanan dan minuman adalah
pemapiasan saya. Saya biasanya membawa kacang telur, kuaci, atau permen sebagai
pelampiasan agar mulut saya bisa bekera saat rekan-rekan saya merokok. Tentu,
kegiatan ini saya lakukan jika berada di ruangan terbuka yang memiliki sirkulasi
udara. Jika dalam ruangan tertutup atau sirkulasi minim, saya tetap memakai
masker.
Uniknya, ada suatu momen ketika ada seorang teman yang rela
menerima titipan rokok saat akan ke warung madura. Tentu dong saya langsung titip
kacang atom dan beberapa makanan lain. Masing-masing dari kami memberinya uang
50 ribu rupiah. Saat kembali, ia terlihat membawa bungkusan besar yang ternyata
adalah titipan saya. Sementara, titipan teman lain yang berupa rokok hanya ada
satu pak. Paling banyak sih dua pak.
Saya ngakak dan merasa bahagia karena dengan uang 50 ribu
rupiah, saya bisa membeli kacang atom, permen, ciki, roti, biskuat, dan lain
sebagainya. Makanan tersebut bisa saya makan bersama teman-teman. Terbukti kan
kalau tak merokok banyak barang yang kita dapat?
Saya tidak tahu apakah konsistensi saya ini bakal terus
belanjut karena saat ini ada vape yang baunya sangat menggoda. Namun, mengingat
saya sempat merasakaj sesak napas saat mencoba merokok, rasanya untuk saat ini
saya tidak ingin mencobanya dulu.