![]() |
Ilustrasi |
Pernahkah kalian membeli makanan di penjual yang galak?Entah suka marah, membentak, atau bahkan berkata kasar. Tentu, sebagai pembeli kita akan berpikir dua kali untuk membeli lagi di sana. Siapa sih yang mau membeli makanan dengan dibentak? Toh kita juga membeli dengan uang, bukan dengan daun.
Sebelum membahas lebih lanjut, ada sebuah fenomena yang cukup unik saya dapatkan akhir-akhir ini. Saya menemukan fakta bahwa penjual yang galak malah lebih laris dagangannya. Entah saya menemukan di dunia maya atau dunia nyata, tetapi saya melihatnya seperti itu.
Beberapa kali saya melihat video penjual yang marah-marah dan berkata kasar, tetapi dagangannya laris manis. Ada penjual ayam goreng, martabak, nasi rames, dan lain sebagainya. Bahkan, ada sebuah cuplikan video seorang pedagang yang marah tiada henti sambil melayani pembelinya. Para pembeli pun hanya tertawa dan makin lama jumlahnya makin banyak.
Di dunia nyata, saya juga beberapa kali membeli makanan ke seorang pedagang yang galaknya luar biasa. Sepanjang hari sepertinya ia marah. Dari saya datang sampai saya mebayar dan pulang, ia masih saja marah-marah. Walau demikian, saya tetap kembali karena makanannya enak, porsinya banyak, dan harganya murah.
Bagi saya sih, dimarahi sama pedagang tersebut akan terbayar dengan masakan yang saya makan. Terlebih, saya bisa irit banyak karena hidup di kota besar. Kalau pedagang tersebut marah-marah, saya anggap angin lalu.
Saya melakukan itu karena ia adalah pedagang kawakan yang sudah lama berdagang. Tak hanya itu, ia punya kisah yang kelam karena ditinggal menikah lagi oleh suaminya dan anaknya ada yang meninggal dunia. Goncangan hidup yang hebat bisa jadi membuatnya sering marah-marah. Meski demikian, ia tidak pelit karena sering memberi lebih lauk atau porsi bagi para pembelinya. Itulah alasan banyak orang yang masih datang ke penjual nasi rames dan pecel tersebut.
Agar ia tak marah, maka saya pun mengantisipasi dengan mempermudah pekerjaannya. Semisal, langsung to the poin ke masakan yang mau saya beli. Ia juga sering hafal apa yang saya beli jadi ia langsung melayani saya tanpa bertanya. Saya juga membayar dengan uang pas agar ia tidak kesulitan mencari uang kembalian. Dengan begini, meski masih marah-marah, tetapi kadarnya tidak terlalu tinggi.
Ada juga pedagang sate ayam langganan saya yang suka berkata kasar saat berjualan. Yah namanya hidup di Surabaya, siapa sih yang tidak sering mendengar umpatan Jancok? Umpatan ini rasanya sudah makanan sehari-hari.
Saat membeli, saya sampai menghitung berapa kali ia mengumpat Jancok. Pernah sekali saya bilang padanya kalau ia sudah misuh Jancok sebanyak 14 kali. Sebuah rekor yang menurut saya luar biasa karena dilakukan tak lebih dari 15 menit.
Ada teman saya yang soft spoken tidak bisa membeli makanan ke pedagang yang suka marah dan berkata kasar. Ia menganggap melayani pembeli harus dengan baik, tidak dengan marah-marah. Meski sudah menjadi ciri khas, tetapi hal itu tak boleh dilakukan. Saya paham sih karena ia dari Solo yang menjunjung tinggi etika. Belum terbiasa dengan watak orang Surabaya yang cenderung blak-blakan.
Namun, saya tidak menoleransi jika pedagang tersebut berbuat hal yang kurang patut selain marah-marah. Saya pernah sekali agak jengkel saat membeli rujak cingur. Penjualnya sudah marah-marah sepanjang ia melayani saya. Saat saya membayar dengan uang 50 ribu, ia langsung melempar uang saya. Matanya melotot dan berkata,”Tidak ada!Tidak ada!”
Maksudnya mungkin tidak ada uang kembalian. Namun, caranya melempar uang 50 ribuan ke tanah membuat saya muak. Itu uang lho didapat dengan kerja keras. Kalau hanya marah biasa sih, saya masih menoleransi.
Sata itu saya langsung bilang kepadanya buat menukarkan uang dulu. Hampir sejam saya belum kembali karena memang susah untuk menukarkan uang. Saya tidak membawa motor jadi harus mencari indomaret terdekat yang jaraknya hampir sekilo dari tempat tersebut. Saat saya datang dan membawa uang kembalian, saya langsung menyerahkan uang tersebut pas. Langsung pergi dan sempat ia mengatakan minta maaf karena mungkin melihat keringat saya bercucuran. Sejak saat itu, saya tidak membeli lagi di tempat tersebut.
Setiap orang punya batas toleransi berbeda soal penjual yang suka marah tersebut. Kalau Anda sendiri bagaimana? Masih mau membeli di tempat tersebut?
Tags
Catatanku