![]() |
Sebuah bus berhenti Alfamart Ken Dedes |
Beberapa waktu terakhir, lini media sosial saya diramaikan oleh ramainya sebuah minimarket di kawasan utara Kota Malang yang didatangi oleh pihak kepolisian dan driver ojek online.
Tak lain dan tak bukan, minimarket tersebut adalah Alfamart Ken Dedes, yang berada di sebelah utara dari fly over Arjosari, Kota Malang. Minimarket ini merupakan minimarket penting dan seakan menggantikan Terminal Arjosari. Pasalnya, tempat ini merupakan titik terdekat utama bagi penumpang bus untuk melakukan order ojek online.
Sama seperti lain, penumpang dilarang untuk mengorder ojek online di daerah sekitar terminal yang merupakan zona merah. Demikian pula para driver ojek online. Mereka dilarang untuk mengambil penumpang di zona merah. Di sekitar Terminal Arjosari sendiri, zona merah ditetapkan hingga fly over Arjosari untuk bagian sebelah utara. Makanya, keberadaan minimarket tersebut sangatlah penting.
Lantaran pentingnya tempat tersebut, maka setiap hari, terutama saat akhir pekan dan setelah libur panjang, tempat ini sangat ramai digunakan oleh penumpang bus dari luar kota. Mereka tidak mau turun di Terminal Arjosari karena bisa langsung melakukan order ojek online. Tinggal menunggu driver datang di aplikasi, mereka bisa berbelanja sebentar untuk sekadar mengisi perut atau dahaga,.
Nah, karena banyaknya penumpang bus yang datang dan melakukan order ojek online, maka tempat ini pun digunakan oleh pihak tertentu untuk mencari uang. Caranya adalah menarik biaya 1.000 rupiah untuk driver motor dan 3.000 rupiah untuk driver mobil. Tarikan ini sebenarnya sudah dilakukan cukup lama, yakni sejak 2017. Saat ojek online mulai booming dan adanya zona merah di Terminal Bungurasih.
Biasanya, beberapa orang yang mangkal di tempat tersebut akan berteriak nama penumpang saat driver datang. Yah mungkin sebagai balas imbalan jasa agar driver tidak perlu mencari penumpang yang terlalu lama karena memang jika saat jam sibuk, jumlah penumpang yang turun dari bus sangat banyak.
Biaya tersebut dibayar atas kesepakatan antara driver dengan penumpang. Kadang dibayar oleh driver, kadang pula oleh penumpang. Saya sendiri sering mendapatkan driver yang mau membayarkan biaya tersebut. Kadang pula driver meminta saya yang membayar. Kalau sedang tidak membayar uang receh, biasanya saya masukkan tips untuk membayar uang tersebut di aplikasi.
Selama ini sih tidak ada masalah dengan sistem tersebut meski kadang saya bingung ke mana uang hasil tarikan dari para penumpang. Apakah masuk ke kas karang taruna atau ke pihak lain. Hanya Tuhan dan mereka yang bisa menjawab.
Bayangkan, jika satu jam saja ada sekitar 10 bus yang datang dengan minimal 10 penumpang motor yang naik ojek online dari tempat tersebut, berapa pendapatan yang mereka terima? Iya sih, satu orang penumpang hanya membayar 1.000 rupiah. Namun, jika dikalikan 100 orang dalam sejam, maka hasilnya sudah mencapai 100 ribu rupiah. Itu baru sejam lho, belum jam-jam lainnya.
Saya pernah iseng membuat video mengenai tempat-tempat yang bisa digunakan untuk turun dari bus di sekitar Arjosari. Tempat yang saya gunakan untuk membuat video adalah di jembatan penyeberangan dekat minimarket tersebut. Dalam video saya, sudah ada sekitar 7-8 buah bus yang berhenti dengan penumpang yang turun langsung melakukan order ojek online. Bisa dibayangkan kan betapa banyaknya?
Setelah lama tak menjadi masalah dan hanya menjadi bahan pergunjingan antar penumpang, tiba-tiba saja kemarin tempat tersebut ramai oleh pihak kepolisian dan driver online. Penyebabnya ternyata ada driver yang diminta uang lebih dari yang seharusnya. Bahkan, ada yang diminta sebesar 6.000 rupiah. Tentu saja, jumlah ini sangat memberatkan. Tidak hanya itu, beberapa penumpang yang baru saja turun juga ditawarkan ojek offline dengan harga tak wajar.
Di balik gonjang-ganjing tersebut, sebenarnya masalah utama adalah keadaan transportasi umum di Kota Malang yang jauh dari kata layak. Tentu, tempat ini tidak akan ramai jika transportasi umum di Kota Malang ditata sedemikian rupa sesuai SOP yang jelas. Penumpang akan turun di dalam Terminal Arjosari dan langsung menuju transportasi lanjutan menuju berbagai tempat di Kota Malang.
Sayangnya, Pemkot Malang seakan tidak mau menata transportasi umum yang layak. Hanya wacana dan wacana saja yang terus direncanakan. Mereka lebih memilih untuk menata Kayu Tangan dan Kayu Tangan yang sudah semakin hilang identitasnya. Bagian lain dari wilayah kota, yang sejatinya penting malah seakan menjadi anak tiri.
Masyarakat Kota Malang dan para perantauan di kota ini seakan tidak punya opsi lain untuk menaiki angkutan. Mereka harus naik ojek online dan malah kena pungli pula. Padahal, transportasi umum adalah hak setiap warga dan harus dipenuhi oleh setiap pemerintah daerahnya.
Tags
Catatanku