Berjumpa dengan KM Tunu Pratama Jaya di Tengah Malam yang Menegangkan

KM Tunu Pratama Jaya yang bersandar di dekat kapal saya

Waktu menunjukkan pukul 23.30 WITA.

Bus Gunung Harta yang saya tumpangi sudah sampai di Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana. Mata ini rasanya susah untuk bangun karena selama 4 jam saya tertidur pulas sejak bus berangkat dari Denpasar. Kalau menuruti kata hati, rasanya saya akan terus berselimut tebal seperti yang saya lakukan saat menyeberang dari Ketapang, beberapa hari sebelumnya (27/06/2025).

Saat itu, saya juga susah untuk bangun. Saat terbangun dan bus sudah sampai kapal, saya mencoba sekuat tenaga untuk bangun dan menuju pintu bus. Apes, posisi bus dengan kendaraan di dekatnya sangat rapat. Pintu bus tak bisa terbuka. Beberapa penumpang bus mencoba turun dari bus untuk menuju dek kapal tapi sia-sia hingga semua penumpang mau tak mau tetap di dalam bus.

Saya pun akhirnya kembali ke bangku dan mulai tertidur merasakan kapal sedikit terombang-ambing meski tidak terlalu kencang. Hingga akhirnya, saya terbangun kembali dan selamat sampai Gilimanuk.

Terjebak di dalam bus

Malam itu, rasanya saya tidak nyaman jika tetap di dalam bus. Ada dorongan kuat untuk keluar dari bus dan menuju dek kapal. Entah nanti apa yang saya lakukan, yang jelas omongan kondektur bus soal cuaca buruk dan ombak besar membuat saya tak nyaman jika tetap di dalam bus,

Saya harus keluar.


Setelah bersusah payah menaiki tangga, akhirnya saya pun mencapai dek kapal dan sudah ramai penumpang di sana. Sampai-sampai, saya tak kebagian tempat duduk saking ramainya. Musim libur sekolah dan cuaca buruk membuat beberapa kali penyeberangan Ketapang-Gilimanuk ditutup. Termasuk, saat saya akan menyeberang yang sempat ditutup beberapa jam sebelumnya. Praktis, antrean kendaraan menuju Banyuwangi atau Bali sangat panjang dan kapasitas kapal diisi sebanyak-banyaknya.

Saya pun lantas mengabadikan momen truk, bus, dan mobil yang akan naik ke kapal. Tak berselang lama, saya melihat sebuah kapal berwarna merah dan putih bersandar di dekat kapal yang saya naiki. Jujur, saya jarang naik kapal feri sehingga tidak hafal dan tidak tertarik untuk mengetahui nama kapal. Berbeda halnya dengan bus atau kereta api.

Sebuah truk dipandu masuk KM Tunu Pratama Jaya


Tangan saya lalu merekam kondisi kapal tersebut yang masih kosong. Bisa jadi, kapal itu akan terisi kendaraan dan penumpang setelah kapal saya berangkat. Beberapa truk mulai dimasukkan ke kapal beserta kendaraan.

Saya sempat ngeri saat kapal saya hampir bersenggolan dengan kapal tersebut karena terkena arus ombak. Untung saja, nahkoda kapal saya - yang tidak saya ketahui nama kapalnya - dengan sigap bermanuver sehingga kapal tidak saling bertabrakan.

Tak lama, kapal saya pun berangkat dengan sedikit oleng karena cuaca memang sedang tidak bersahabat. Saya berkeliling mencari tempat duduk tak juga dapat hingga akhirnya iseng mencari pelampung. Ya, saya mulai parno ketika kapal sedikit miring ke kiri dan sadar saya tidak bisa berenang. Saya menemukan beberapa pelampung yang jumlahnya tak sampai sepuluh di dekat toilet.

Kondisi di dalam kapal yang saya tumpangi

Walau sempat was-was, saya mencoba menikmati suasana sambil melihat beberapa kapal cepat berlayar di dekat kapal saya. Untung saja, setengah jam kemudian, kapal saya berhasil bersandar di Pelabuhan Ketapang dan hati ini terasa sangat lega.

Saya tidak lagi membuka video itu karena sedianya akan saya unggah beberapa minggu lagi menunggu rangkaian video naik Trans Metro Dewata di channel Youtube saya. Namun, saat saya melihat berita kecelakaan kemarin, tiba-tiba saya ingin melihat video saya sata naik kapal kembali. Betapa kagetnya, kapal yang saya rekam berwarna merah dan putih adalah kapal yang mengalami kecelakaan hari ini.

Selain dari namanya, saya yakin bahwa itu kapal yang sempat saya temui dari ukuran kapal yang tidak sebesar kapal saya. Beberapa bagian kapal yang saya lihat di berita juga sama dengan apa yang saya lihat. Kapal bernama Tunu Pratama Jaya itu karap beserta puluhan penumpangnya.

Saya tidak bisa berkata-kata, selain mengucap syukur.

Saya merasa, antara hidup dan mati memang sangat dekat. Ketika memutuskan berwisata ke Bali di musim dengan cuaca tak menentu ini, saya sudah mempertimbangkan risikonya. Namun, standar operasional penyeberangan Ketapang-Gilimanuk membuat risiko ini sangat besar.

Pertama, tentu karakteristik Selat Bali dengan ombak yang sering tak terduga membuat perjalanan harus benar-benar dipersiapkan matang. Adanya palung yang diduga bisa menyeret kapal dengan kekuatan cukup besar. Belum lagi, kondisi cuaca yang saat ini tak bersahabat.

Kedua, kurangnya pengetahuan keselamatan perjalanan kapal feri menjadi momok tersendiri. Saat bus atau kendaraan masuk kapal, rasanya tidak ada panduan keselamatan bagi para penumpang dari petugas. Penumpang dibebaskan untuk naik ke dek atau tetap di dalam kendaraan. Padahal, risiko tetap di dalam kendaraan sangat besar. Kita tidak bisa berbuat banyak saat kapal akan tenggelam.




Saya tidak melihat satu pun petugas memandu keselamatan. Peringatan keselamatan di dalam kapal memang ada tapi tak begitu dihiraukan penumpang. Entah karena waktu perjalanan yang singkat sekitar 30 menit saja atau penumpang lebih tertarik menikmati suasana, yang jelas panduan keselamatan ini seakan menjadi hal yang tak penting untuk diberikan pada penumpang. Padahal, segala sesuatu bisa terjadi kapan saja. Saat naik, tiba-tiba saja kapal berangkat dan tiba-tiba saja kapal sampai. Tidak ada suara pengumuman bagi para penumpang.

Ketiga, kondisi muatan kapal yang berlebih menjadi momok yang tak kalah mengerikan. Buktinya, bus yang saya tumpangi saat menyeberang dari Ketapang tidak bisa terbuka pintunya karena posisinya yang mepet. Sebenarnya, ramainya penyeberangan bukan jadi alasan untuk memasukkan banyak kendaraan. Bukankah ada batas berat yang diperbolehkan? 

Beberapa kali berwisata ke Bali rasanya saya juga tidak mendapatkan standar operasional penyeberangan yang bagi saya aman. Makanya, saat KM Tunu Pratama Jaya tenggelam, saya masih heran mengapa kapal ini bisa tenggelam. Saat saya berjumpa, kapal ini terlihat baik-baik saja dan bahkan jauh lebih baik dari kapal saya yang terlihat usang. Namun, saya tidak tahu kondisi dalam mesinnya karena hanya melihat sekilas saja.

Semoga saja, dengan peristiwa ini, ada perubahan besar dalam standar operasional penyeberangan Selat Bali. Selat ini sangat penting dan sangat ramai dan sudah seharusnya pengawasan terhadap kapal-kapal yang beroperasi lebih ditingkatkan.

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya