Kampung Warna-Warni Jodipan; Kampung Bersejarah Pembentuk Kota Malang

Baru-baru ini, ada sebuah tempat di Kota Malang yang sedang nge-hits.


Yup, kalau anda melihat gambar di atas, pasti anda sudah tahu. Apa lagi kalau bukan kampung warna-warni. Kampung yang berada di Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Tepatnya berada di sebelah selatan Stasiun Kotabaru Malang. Kampung ini menjadi jujugan para wisatawan lantaran menghadirkan spot-spot unik untuk berfoto. Apalagi sekarang orang-orang berlomba-lomba untuk memajang karya narsis terbaiknya sepanjang masa dalam berbagai jejaring sosial, terutama Facebook dan Instagram.

Yang unik dari kampung ini adalah letaknya yang berada di bawah jembatan sehingga dapat dilihat dari kejauhan. Keunikan kampung ini bertambah setelah dilakukan pengecatan warna-warni pada bangunan di sana sehingga menambah semarak kampung ini. Meski sudah mulai ngehits sejak beberapa waktu lalu, namun baru minggu ini saya berkesempatan mengunjungi kampung ini. Beberapa tahun lalu saya juga pernah ke sini lantaran ada teman lama yang menikah, namun masih belum bagus seperti sekarang.


Kampung Jodipan, nama lain dari kampung ini sebenarnya adalah salah satu kampung tertua di Kota Malang. Bersama dengan Kasin, tempat saya mengajar, dua kampung ini merupakan perkampungan di sub area tengah Kota Malang. Jodipan berada di sisi timur sub area tengah, sedangkan Kasin di sisi baratnya. Kedua wilayah ini dilintasi oleh aliran sungai besar, yakni Sungai Brantas mengaliri Jodipan, sedangkan Sungai Kasin mengaliri Kasin.


Perkampungan padat penduduk di Kampung warna-warni
Ciri khas dari kedua daerah ini adalah terdapat areal yang permukaan tanahnya lebih rendah daripada daerah di sekitarnya, sehingga sering diseput kampung ledok (ledokan). Hanya saja untuk Kasin wilayah tanahnya lebih datar sehingga banyak bangunan penting, dibangun di sana, seperti rumah-rumah loji. Maka dari itu, daerah di sekitar Kasin sering disebut Klojen Kidul (Kelojian Kidul). Sedangkan  kampung Jodipan berada di sisi Sungai Brantas yang lebih ledok, maka dibangunlah jembatan yang melintasi sungai Brantas. Oleh Pemerintah Hindia Belanda, jembatan ini kemudian diganti dengan konstruksi beton. Jembatan inilah yang kita kenal sekarang dengan Jembatan Buk Gludhuk, lantaran menimbulkan bunyi gludhuk-gludhuk saat kendaraan besar melintas. Jembatan ini menjadi spot tatkala para wisatawan melakukan ritual narsis.

Dinamakan ledokan, karena untuk mencapi tempat ini kita harus menuruni banyak anak tangga

Pada masa Penjajahan Belanda, wilayah Jodipan ini juga dikenal sebagai daerah Temenggungan atau Temanggungan, merujuk pada kata “Katemanggungan”. Temenggungan sendiri pernah menjadi pusat pemerintahan wilayah kadipaten Malang. Perlu diketahui, sebelum Kota Malang terbentuk pada 1914, kota ini masih ikut wilayah kadipaten Malang. Nah, pada saat itu ternyata terjadi pemindahan pusat pemerintahan dari Madyopuro (sebelah Sawojajar) ke Temanggungan. Kepindahan ini terjadi sekitar tahun 1767. Alasan utama dari kepindahan ini adalah daerah ini dianggap cukup strategis karena tidak terisolir oleh aliran sungai besar di bagian barat. Meski daerah ini juga dialiri sungai besar, namun bisa diatasi dengan dibangunnya jembatan buk  gludhuk tadi.

Jembatan Buk Gludhuk dipotret dari bawah
Revitalisasi jembatan bluk gludhuk ternyata membawa dampak yang signifikan bagi perekonomian daerah ini. Mengapa? Karena jalur pos Jodipan-Gadang semakin ramai. Penduduk dari daerah selatan Malang banyak yang melintasi daerah ini untuk berjualan aneka kebutuhan. Tak hanya itu, lama-kelamaan, warga Tionghoa juga mulai membangun pemukiman di sekitar situ, yang kini dikenal sebagai daerah Pecinan, Pasar Besar. Mereka sangat berperan besar dalam mengembangkan daerah ini sebagai pusat ekonomi pertama di Malang. Perkembangan pasar Kebalen di sisi timur kampung warna-warni menambah semarak kehidupan di sana. Dan, saat jalur kereta api dibangun pada tahun 1876 dengan berdirinya Stasiun Malangkotalama, daerah ini semakin berkempang pesat menjadi sentra bisnis. Sentra bisnis ini berada di persilangan jalur darat utara-selatan dan timur barat, yang kita kenal sebagai daerah Pertukangan (Jl Gatot Subroto). Maka sekarang tak heran daerah ini menjadi titik kemacetan lantaran berbagai kendaraan dari Gadang (selatan), Muharto (timur), Klojen (utara), dan Kiduldalem-Sukoharjo-Kasin (barat) bertemu di sekitar Pasar Kebalen dan jembatan Buk Gludhuk. Daerah ini akhirnya menjadi jantung kawasan di Kota Malang.
Beberapa pengunjung berfoto dengan latar belakang kereta yang sedang lewat. Pembangunan  jalur KA di Malang pada 1876 turut andil bagi perkembangan daerah ini
Meskipun pemindahan pemerintahan ke daerah baru terjadi pada 1767, kampung ini sebenarnya sudah ada sejak masa Kerajaan Hindu-Buddha. Beberapa peninggalan sejarah antara lain sebuah arca siwa, dua buah arca raksasa (yang kemungkinannya arca dwarapala),sebuah arca garuda, sebuah arca naga, lima houtrelief dan sebuah lumpang kenteng. Arca ini ditemukan di sekitar kampung warna-warni. Para ahli sejarah menduga bahwa lokasi di sekitar kampung warna-warni adalah tempat suci karena aliran Sungai Brantas dianggap sebagai sungai yang suci. Arca-arca tersebut kini tersimpan rapi di Musem Mpu Purwa, yang berada di sekitar Jalan Soekarno Hatta (SuHat), Kota Malang. Para ahli juga menduga bahwa di sekitar kampung warna-warni juga pernah didirikan sebuah candi, yang berlatar agama Hindu Siwa. Hanya hingga kini, keberadaan candi itu belum terbukti kebenaranya.

Narsis

Narsis lagi

Lagi-lagi narsis
Menilik sejarah panjang kampung warna-warni, tak mustahil daerah ini bisa menjadi wisata sejarah baru. Tak hanya sekedar berfoto dan menikmati keindahan, para wisatawan juga bisa mngulik sejarah didalamnya. Bisa saja, pengelola wisata ini menyediakan semacam free walking tour atau pemajangan informasi sejarah kampung ini yang dapata dibaca pengunjung. Apalagi, kampung ini sedang naik daun. Sangat disayangkan kan kalau para pengunjung hanya berfoto narsis tanpa makna?


Sumber Tulisan :
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang. 2013. Wanwacarita, Kesejarahan Desa-Desa Kuno di Kota Malang.


Menyalin artikel diperbolehkan dengan menyertakan sumber beserta tautan lengkap.

10 Comments

  1. kampungnya lucuuu, warna warni pulakk,, jadi penasaran pengen kesini :)

    ReplyDelete
  2. Topic postingannya sama dengan blog nya Rezky Pratama. Kalian travelling bareng?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ha? siapa mas? aku sendirian ini dari lari2 di balaikota, hehe

      Delete
  3. Mirip" di luar negeri ya mas...kalo di luar negeri itu dimana ya yg terkenal..... di Brazil atau Italy saya lupa

    ReplyDelete
    Replies
    1. mirip di brazil kalo ga salah, adaptasinya dari sana

      Delete
  4. aku udah kesana, tmptnya nyaman indah dan bersih banget. para pemiliknya jg ramah2, untuk biaya perawatan bayar 2.000 rupiah. pokoknya ga nyesel deh aku pake akun mama hehe

    ReplyDelete
  5. Ih kok lucu ya. Warganya kreatif, kampungnya dibikin warna-warni gitu jadi menarik minat wisatawan.

    ReplyDelete
  6. Jadi indah dan unikh gini kampungnya, Semoga bisa ke sini suatu saat. Aamiin

    ReplyDelete
  7. AKu berencana mau ke Kota Warna-warni di Malang nih bulan depan. Asyik bisa foto2 cantik deh smaa temen2ku. Kreatif banget ya masyarakatnya.

    ReplyDelete
Next Post Previous Post