Si Adek Mau Nongol

“Masih absen berapa, Pak?”

Ilustrasi : dailymoeslem.com
“Tiga puluh enam,” jawab saya singkat.
Ibu Guru di sebelah saya menghela nafas panjang. Ia melirik jam di dinding ruang TU berukuran 4 x 4 meter tersebut. 

Setengah lima sore.

“OMG, ini kenapa lagi?” saya meracau. Lampu merah berkedip. Tak ada kertas yang bisa keluar. Notifikasi error dari layar monitor membuat saya semakin jengkel.
Saya mencoba tenang. Ibu guru di sebelah saya juga terlihat mulai cemas. Ia mengelus perutnya yang semakin membesar. Aduh, plis, jangan sekarang dong.
“Tunggu sebentar saja, Pak. Mungkin dia lelah,” katanya.
Saya mengangguk. Sang printer sudah mencetak rapor sebanyak 300an siswa hari ini. Tiap siswa, ada sekitar 7-8 lembar. Saya masih gak habis pikir dengan uji coba Pemerintah masalah rapor ini. Semakin hari kok ya semakin repot.
Ah untung tak lama kemudian keluarlah sebuah kertas dari printer. 

Lanjuuut.

Akhirnya, genap sudah empat puluh empat siswa sudah tercetak rapornya. Ibu guru tersebut lantas segera membubuhkan tanda tangan dan memberi keterangan kenaikan kelas. Lalu, ia segera menyiapkan seluruh dokumen rapor untuk ditandatangani Kepala Sekolah. Keesokan hari, ia akan membagikan rapornya. Tugas terakhir sebelum ia berjuang menyelesaikan tugas besar yang mulia keesokan hari berikutnya. 

Pukul lima sore.

Ibu tersebut sudah ditunggu sang suami di depan sekolah. Menuju ke rumahnya yang berjarak 15 km dari sekolah. Meski jauh, ia tetap ke sekolah hingga tanggung jawabnya selesai. Membagikan rapor.

---------------------------------------***-------------------------------------------------------
Di suatu akhir pekan.

“Lho, Bu. Panjenengan kok masih ikut tes?” saya bertanya ke salah seorang ibu guru.
“Ya bagaimana lagi, Pak. Kurang sedikit”
“Oh, ya wis gak usah dipaksakan. Dikerjakan sebisanya saja,”
Ia hanya mengangguk. 

Soal pun dibagikan. Sambil mengerjakan soal, saya sesekali melihat ibu tersebut yang duduk di sebelah saya. Ia mulai merintih memegangi perutnya. Mungkin ia sudah mengalami kontraksi yang cukup parah. Keringat dingin membasahi wajahnya.

“Bu, panjenengan apa masih kuat?”
“Gak apa-apa, Pak. Habis ini kan selesai”.
Waktu tiga jam terasa lama. Aduh, saya mengalami kejadian ini lagi. Ah mungkin, sebelum lahir ke dunia, sang ibu ingin menunjukkan perjuangan akhirnya. Ia mungkin akan berharap sang anak bisa terus semangat sampai titik darah penghabisan.

“Kok gak mulai cuti, Bu?” tanya saya lagi.
“Belum bisa, Pak. Lha kerjaan masih banyak. Hayo, laporan online Simbadanya sudah selesai belum?”
Saya hanya meringis. Iya, saya belum kerjakan. Laporan BOSNAS aja belum rampung, mana bisa kerja SIMBADA?
“Hehe, belum bu. Nunggu partner selesai mengarang indah. Panjengan sudah?”
“Masih proses. Tapi insha allah nanti malam kelar,” jawabnya sambil menahan kesakitan.
Aduh, saya jadi gimana gitu. Ada alasan untuk males?
“Oh, ya. Panjenengan kemarin ke BPKAD sampai jam berapa, Bu?”
“Wah sampai malem, Pak. Jam sembilan”.
“Duh, dikejar sampai segitunya, ya Bu”.
“Iya, tak apa-apa. Yang penting laporan tahun lalu udah kelar. Tinggal tribulan ini.”

Saya mengangguk. Bingung mau bicara apa lagi. Si Ibu masih mencoba meneruskan workshop. Ini jam kok lama sekali ya. Untunglah, hingga akhir kegiatan si ibu masih kuat.

Surga memang ada di telapak kaki ibu.

26 Comments

  1. Si ibu sudah hamil berapa bulan? Semoga bayinya sehat. Salut ya masih mengurus murid-murid pas hamil besar.

    ReplyDelete
  2. Hmmm pengorbanan seorang Ibu memang tiada batas

    ReplyDelete
  3. nah itulah hebatnya seorang ibu gak ada yg bisa mengalahkan

    ReplyDelete
  4. OMG??? nggak mau cuti?? kalau di Jerman, ibu hamil 6 bulan sudah tak boleh bekerja, demi menjaga kelahiran sang anak.... :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. di sini beberapa hari sebelum kelahiran mbak
      biar bisa lama sama anak, cuti 3 bulan

      Delete
  5. Pasti anaknya tahu bagaimana perjuangan ibunya.. beliau mau nnti kelak anaknya jadi orang yg penuh semangat dan nggk gampang patah arang.. hehehe eett dah dalem amat kata2nya...

    Salut buat si Ibu.....

    ReplyDelete
  6. semoga diberi kelancaran pas proses kelahiran *aamiin
    salut sama temennya mas, masih sanggup menyelesaikan amanahnya meski udah hamil tua

    ReplyDelete
  7. ada temenku kerja
    cuma dapet cuti 3 bulan biasanya
    dia kerja sampe sembilan bulan kurang dua minggu
    katanya biar bisa dapet istirahat di waktu nifas lebih banyak.

    dulu pernah jadi spg di mall lebih parah, kalo hamil berati mengundurkan diri. soale perusahaan gamau ngambil resiko, kan bahaya emak emak hamil pake hak tinggi naek turun tangga. udah gitu gada seragam ukuran besar. kya kya kya

    ini anak buk guru nya diajakin sekolah dari dalem perut dan ga dimanja manja pasti bakal jadi anak baek insha allah ya pak guru.
    semoga selalu sehat sampe lahiran. ammin

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak biar bisa lebih lama sama anak ya
      banyak juga pekerjaan yang menganbgap cuti melahirkan sama dengan mengundurkan diri
      aminnnn

      Delete
  8. Selamat menunggu bayinya yang masih betah didalemnya ibue, semoga sehat dan lancar serta kelak jadi anak yang membanggakan

    ReplyDelete
  9. di tempat kerja saya umur 7 bulan kadang masih kerja mas :D biasanya ambil cuti didekatkan dengan hari perkiraan lahir, katanya biar waktu buat dedeknya di rumah bisa lebih lama gt

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas, karena usia awal itu lagi deket2nya ibu sama anak

      Delete
  10. itu benran ga mau cuti, denger kontraksi aja saya udah nyessss darah, khawatirrr

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya juga khawatir lho
      tapi alhamdulillah gak apa-apa

      Delete
  11. Perjuangan ibu yang tak terbalaskan. Meskipun kondisinya udah seperti itu, dia masih aja lanjut kerja.

    ReplyDelete
  12. Masya Allah ya, moga si Ibu terus dimudahkan di setiap langkahnya.

    ReplyDelete
  13. ibu emang penuh rasa... smeoga sehat saja ibu itu mas...

    ReplyDelete
Next Post Previous Post