(Cerpen) Ratu Penakluk

 

Ilustrasi. Koran Tempo

Aku adalah Ratu. Ya, akulah yang berhak atas dirimu, Sam. Tak boleh ada wanita lain yang bisa mengambil aura kelaki-lakianmu selain diriku. Tidak juga istrimu.

Aura itu memang seharusnya ada pada genggamanku. Kalaulah istrimu, si Nay, tak menghirup aura itu untuk pertama kalinya, tentu kini aku lebih bahagia.

"Hentikan, May. Cukup!" kau masih mencoba keluar dari bisa yang kuberikan, Sam. Bisa yang semakin terasah berkat luka yang kau goreskan bertahun-tahun.

"Belum, Sam. Ini baru permulaan," kugenggam erat leher pria kekar itu yang tetap berusaha menolak. Kudekap dan kudorong tubuhnya kembali ke ranjang.

Sam masih mencoba menolak dan keluar dari genggaman eratku. Tapi sebuah embusan kuat terus kuberikan ke telingamu.

Badan kekar yang sangat kokoh saat di luar itu kini mulai luruh. Melemas dan mengikuti irama yang kuberikan. Membalas kecupanku dengan aura laki-laki yang begitu kuat segera kau lakukan. Teruskan, Sam. Teruskan.

Kini aku benar-benar jadi Ratu. Mahkota itu kini benar-benar jadi milikku. Hawa panas itu terus kuberikan pada tengkukmu. Aku tahu, kau sangat menyukai itu.

"May... ah...lagi, May!"

Ya, ayo Sam, Sang Raja diraja yang telah kuincar lama. Apa kau masih belum puas juga, Sam? Akan kutambah kenikmatan itu. Kenikmatan semu seperti yang kau berikan pada wanita-wanita itu. Terutama pada istrimu. Wanita perebut kenikmatanku.

Sam semakin tak berdaya dengan kenikmatan yang kuberikan. Seharusnya kau tahu, Sam, gelar ratu penakluk itu kini ada di genggamanku. Bukan lagi di genggaman istrimu atau ibu mertuamu.

Ibu mertuamu yang sudah kepalang basah ketahuan merebut mahkota itu dari ibuku. Andai kau tahu, seharusnya kau tak melakukan ini sebagai kesalahan berantai.

"May, kau cantik, May," ucapan Sam itu semakin membuatku bergairah.

Aku memang cantik, Sam. Tapi kenapa kau dulu begitu mudah takluk pada Nay? Sudah berapa banyak raja yang kuhempaskan demi menunggumu untuk menjadikanku ratu? Sudah berapa lama waktuku terbuang hanya untuk menantikanmu memberi mahkota itu?

Tapi itu belum seberapa, Sam. Itu masih belum terasa menyakitkan. Kalau kau tahu, bagaimana ibuku menangis karena kehilangan mahkota akibat perbuatan ibu mertuamu, kau tak akan mungkin setega itu. 

Aku tak tahu apa yang ada di pikiranmu ketika saat kau tak jadi memberikan mahkota itu padaku. Nay, teman dekatku yang seharusnya menjaga perasaanku malah kau beri gelar itu.

Kulumat kembali bibirmu dengan hangat. Rambut tipis di atas bagian tubuhmu yang paling kusuka. Bau rokok yang masih menyembul memberimu aura berbeda. Sam, kau benar-benar memikatku. Aku tak peduli kini aku jadi yang kedua, ketiga, atau keberapapun. Yang pasti, kini aku punya mahkota itu.

Sam mundur dariku sebentar. Keringatnya mulai bercucuran deras. Sebesar biji jagung, keringat itu seperti emas permata yang menghiasi mahkotanya. Kuusap keringat itu dan iapun menutup mata. Kukecup kening lebarnya hingga ia merasakan puncak kenikmatan paling dalam.

"Teruskan, May. Teruskan!" ajakan Sam terus membuatku hilang kendali. Sudah tak terhitung lagi sang raja itu terus menerus memintaku melayaninya. Hingga kulihat samar berkas mentari mulai masuk dari kamar hotel melati itu.

Tak lama, ponsel Sam berbunyi. Sam masih tak bisa menggerakkan badannya. Matanya masih sayu. Ia benar-benar lelah bahkan untuk meraih ponsel itupun tak sanggup.

Kini aku, Sang Ratu, yang akan mengambil alih barang pusaka pria malang itu.

"Halo, Pa. Kenapa kau tak pulang?" suara di seberang terdengar panik.

Sam mencoba meraih barang penting itu. Tapi tangannya segera kutepis. Sudah kubilang, gelar ratu itu ada di genggamanku saat ini.

"Halo, Nay. Sam ada bersamaku. Kini mahkota itu ada tanganku, Nay. Sudah, jangan tunggu lagi dia!"

Aku tersenyum puas. Kumatikan ponsel itu. Sam masih mencoba untuk meraih ponselnya. Tapi sebuah kecupan ganas kuberikan ke bibirnya. Kukulum kembali puncak kenikmatan itu. Ia kembali takluk. Kini aku akan mulai berekspansi ke dada bidangnya. Dan, mahkota Sang Ratu semakin jelas ada di tanganku.  

Sam, kau benar-benar jadi milikku.


Tamat

***


Pertama kali diunggah di Kompasiana untuk mengikuti sebuah event Fiksi.

7 Comments

  1. wow weeee... saya tak tahu nak comment apa ������

    ReplyDelete
  2. Wow cerpennya agak hot nih, tumben mas Ikrom nulis yang hot hot.😄

    May itu siapa ya, kalo lihat gambarnya sih kayak dedemit tapi mungkin pelakor kali ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau di K saya cukup sring mas hehe

      hmm bisa jadi bisa jadi

      Delete
    2. Eh cukup sering, berarti mas Ikrom suka yang hot hot juga nih.😆

      Delete
  3. sik sik sikkk

    iki tadine kih nay dan may temenan tapi njuk sijine sik dipilih nah sijine ga trimo gitu tah
    soale aku fokus ke ibunya dan ibu mertua hahhahahah

    e ilustrasine apiik

    ReplyDelete
    Replies
    1. lah bisa dikatakan seperti itu mbak

      ahahah aku random njupuk saka internet

      Delete
Next Post Previous Post