Tipe Pondok Ramadan Mana yang Menjadi Favoritmu?

Gambar Kegiatan Pondok Ramadan
Siswa Kelas 3 antusias mengikuto Pondok Ramadan

Halo teman-teman, apa kabar semua? Sudah pada libur belum? Atau masih masuk buat Pondok Ramadan?


Nah, yang masih masuk entah masuk kerja atau ada kegiatan Ramadan harus tetap semangat ya karena minggu-minggu ini adalah awal bulan Ramadan. Sayang sekali jika Ramadan hanya dihabiskan dengan bermain gawai. Nah, bagi adik-adik yang masih sekolah, agar Ramadan tidak hanya sekedar lewat, maka kegiatan mereka diisi dengan Pondok Ramadan.

Kegiatan ini merupakan rangkaian pembelajaran agama yang dilakukan secara total, yakni aneka kegiatan keagamaan menyeluruh secara intrakurikuler sekolah. Biasanya, kegiatan ini dikomandoi oleh Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) masing-masing sekolah. Nah, tahukah teman-teman jika kegiatan Pondok Ramadan ini terbagi menjadi 3 tipe lho. Apa saja itu?

Tipe pertama disebut dengan Tipe A.

Pada Pondok Ramadan (PR) Tipe A, siswa-siswi akan merasakan langsung kegiatan pembelajaran keagamaan layaknya di Pondok Pesantren secara utuh. Para peserta PR tipe ini biasanya akan bermalam di sekolah selama beberapa hari.

Biasanya, durasi menginap ini berlangsung selama 2 hingga 3 hari tergantung kebijakan masing-masing sekolah. Pada kegiatan PR tipe A, siswa tak hanya diberi ceramah keagamaan di kelas, namun juga harus menjalani praktik keagamaan layaknya di Pondok Pesantren.

Kegiatan semacam Salat Tahajud, Salat Subuh, dan Salat Duha dilaksanakan secara bersamaan. Kegiatan Tadarus Al-Quran juga dilaksanakan beberapa kali semisal selepas Salat Subuh, selepas Salat Asar, dan selepas Salat Tarawih.

Tipe kedua disebut dengan Tipe B. 

Pada Pondok Ramadan (PR) tipe B, siswa-siswi akan merasakan langsung kegiatan pembelajaran keagamaan selama sehari penuh. Dari pagi hari sekitar pukul 07.00 hingga malam hari selepas Salat Tarawih. 

salat tarawih di sekolah
Kegiatan salat tarawih bersama


Pada beberapa sekolah, siswa-siswi akan dipulangkan selepas Salat Zuhur agar bisa mandi dahulu. Mereka akan kembali ke sekolah selepas shalat ashar untuk agenda berbuka puasa dan shalat tarawih bersama.

Tipe terakhir disebut dengan Tipe C. 

Pada Pondok Ramadan tipe ini, siswa hanya akan mengikuti kegiatan PR dari pagi hingga siang hari. Tak ada aktivitas buka bersama dan tarawih bersama. Jadi, PR tipe ini seperti masuk sekolah pada hari biasa.

Setiap sekolah memiliki kebijakan masing-masing sebelum melaksanakan tipe kegiatan PR. Biasanya, Guru PAI di sekolah tersebut akan memberikan proposal PR kepada Kepala Sekolah untuk selanjutnya didiskusikan bersama dalam rapa guru PR tipe mana yang paling tepat bagi siswa-siswinya.

Tipe C bisanya adalah tipe yang sering dilaksanakan untuk siswa-siswi SD kelas kecil (1,2,3). Tipe A dan B biasanya dilaksanakan untuk tingkatan pendidikan selanjutnya seiring bertambahnya usia dan tanggung jawab siswa tersebut. Ada juga beberapa sekolah yang mengombinasikan beberapa tipe PR tersebut untuk mengisi kegiatan Ramadan siswa-siswinya.

Nah, jika disuruh memilih, tipe mana yang menjadi favorit saya?


Selama masa sekolah dulu, baik dari SD hingga SMA, saya pernah mengalami semua tipe Pondok Ramadan. Namun diantara ketiga tipe tersebut, tipe A adalah tipe yang paling saya sukai. Saya mengalami tiga kali PR dengan tipe A, yakni saat masih duduk di bangku kelas VII, VIII, dan IX SMP.

Tak hanya 2 hari, peserta PR di sekolah saya bahkan menginap selama 3 hari 2 malam. Karena saya pernah menjadi pengurus BDI (Badan Dakwah Islam), maka saya menginap selama 6 hari di sekolah sekaligus merangkap sebagai panitia. Nah, keseruan apa yang saya dapat?

Keseruan yang paling saya ingat adalah tebak-tebak buah manggis menunggu menu buka puasa dan sahur. Menu keduanya dikoordinasi oleh salah satu wali murid. Biasanya, kami akan mengghibah dengan sesama teman apakah menu sahur dan buka puasa yang akan dihidangkan sesuai selera atau tidak. Maklum, masa pubertas adalah masa-masa pertumbuhan optimal. Jadi, porsi makan pada waktu itu mencapai puncaknya yang juga linear dengan selera makan.

Sebelum kegiatan PR berlangsung, Guru PAI akan meminta kami untuk membayar uang untuk biaya makan. Setelah uang terkumpul, barulah tiap wali murid yang ditunjuk akan diberi pengarahan oleh Guru PAI. Masalahnya, tiap wali murid memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai penyediaan menu sahur dan buka puasa. Ada yang begitu royal, standar, bahkan ada pula yang pelit dengan harga makanan yang sama.

Dari ketiga persepsi wali murid ini, saya pernah merasakan semuanya. Menu buka puasa dari wali murid yang royal berupa satu set makanan cepat saji, ditambah susu yoghurt kemasan, makanan ringan, hingga aneka buah-buahan. Saya hanya bisa memakan makanan pembuka saja kala itu. Perut sudah tak kuat rasanya.

Namun, saya juga pernah merasakan sahur dari wali murid yang cukup pelit. Berupa nasi kotak berisi sayap ayam dengan potongan kecil, satu buah kurma, dan air mineral dalam gelas. Alhamdulillah. Kalau saya sih cukup saja. Tapi tidak dengan teman lelaki yang porsi makannya aduhai. Dan, aneka ghibahan pun muncul. Sungguh, kegiatan yang tak patut.

Mengikuti kegiatan PR tipe A, bagi anak rumahan berarti harus bersiap untuk berpisah dengan orang tua dalam waktu yang cukup lama. Tapi, suasana pondok pesantren yang cukup kental sebenarnya menambah keasyikan Pondok Ramadan ini. Diantara keasyikan ini, terkisah pula orang tua yang tak tega dengan nasib sang anak.

Pagi, siang, sore, hingga malam ia akan menjenguk anaknya. Sampai sang Guru PAI akan menegur mengapa yang bersangkutan tidak ikut PR saja. Guru PAI memang mempersilakan orang tua untuk mengunjungi sang anak untuk sekedar mengantar cemilan atau kebutuhan lain. Namun, waktu pengantaran ini dibatasi hanya saat sore hari menjelang waktu berbuka puasa.

Pada saat ini, suasana di sekolah layaknya pasar yang penuh dengan orang tua. Para pedagang yang biasanya berdagang di siang hari, juga turut mulai memenuhi area luar sekolah.

Padahal, kegiatan yang kelihatannya cukup berat untuk dijalani ini memiliki banyak manfaat dibanding dua tipe yang lain. Anak akan mendapat pelajaran untuk menggunakan seluruh waktunya dengan kegiatan positif, terutama keagamaan. Pembiasaan yang sangat sulit dilakukan di rumah.

Mulai kegiatan Shalat Tahajud dengan pikiran yang masih 70% di alam mimpi, bertadarus Al-Quran berlembar-lembar hingga lupa sampai bagian mana, dan yang tak kalah asyik belajar untuk antre dalam segala kegiatan, terutama mandi.

Jumlah kamar mandi yang tak sebanding dengan jumlah siswa membuat banyak diantara siswa yang memutuskan tidak mandi selama kegiatan PR berlangsung.

Bagi saya, pada kegiatan PR tipe ini, karakter asli teman-teman dekat bisa terlihat yang banyak diantaranya tertutupi saat KBM. Tak hanya itu, dalam kegiatan PR tipe A ini, saya juga bisa belajar untuk ikhlas menjalankan aktivitas super padat. Jadwal istirahat yang singkat membuat banyak peserta PR tipe ini sering mengeluh capek dan mengantuk.

Namun, seiring waktu dan mendekati akhir kegiatan, rasanya kok sulit untuk mengakhirinya. Apalagi, kalau kakak-kakak mahasiswa yang menjadi pembimbing PR sangat asyik menyampaikan materi pembelajaran. Tiba-tiba rasa rindu rumah sirna seketika. Mungkin ini yang dialami anak-anak yang pernah mondok sejati, alias ponpes sungguhan.

Apapun itu, kegiatan PR adalah masa-masa bulan puasa yang paling saya tunggu saat anak-anak. Dan, jika ditarik lebih jauh lagi, kegiatan PR semacam ini sebenarnya bisa menjadi media penguatan karakter siswa sesuai cita-cita Baldattun thayyibatun warabbun ghafur (negeri yang subur dan makmur, adil dan aman).

Ketika kegiatan berlangsung, siswa akan belajar melaksanakan kewajiban sesuai tugasnya masing-masing. Setelah kewajiban dilaksanakan, hak yang diinginkan seperti menu buka puasa yang enak akan didapat.

Rasa syukur akan terpenuhinya hak akan terus dipelajari siswa selama kegiatan berlangsung karena tak ada makanan lagi yang dimakan selain makanan yang sama dengan teman-temannya. Maka, dari kegiatan ini akan timbul pemikiran untuk bersyukur hidup di negara Indonesia yang penuh rahmat.

Maka, implikasi dari kegiatan ini sebenaranya juga bisa membantu penangkalan penyebaran paham radikal. Karena, sedari kecil anak-anak digembleng untuk belajar maksimal tentang ajaran agama Islam yang kaffah. Ajaran islam yang damai, menarik, dan asyik.

Ah sayang, kegiatan PR ini hanya ada hingga bangku SMA. Itupun menggunakan tipe B. Saya jadi timbul pertanyaan, apa bisa ya Pondok Ramadan semacam ini juga dilaksanakan di perguruan tinggi? Terutama, bagi kampus-kampus yang (katanya sih) telah terpapar paham radikal.

Sudahlah, yang penting kegiatan PR tipe A adalah kenangan masa kecil yang terkenang saat Ramadan. Kalau kamu, PR tipe mana yang menjadi favoritmu?

Jawab di kolom komentar yuk.

9 Comments

  1. Zaman sekolah selalu type C. Pernah Sekaki atau dua kali yg bukber bareng di sekolah.
    Ga tau kenapa pas mas, mungkin karena saya sekolahnya di sekolah negeri yang ga ada fasilitas nginap, dll

    Tapi Alhamdulillah saya ngerasain tipe A pas ngajar di MA. Serunyaaa.. nginep, masak bareng anak2, semua kegiatan rasanya berkesan sekali

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak kalau tipe A seru ya berasa hidup di pondok pesantren beneran
      apalagi kalau pas ngantuk salat tahajud hehe

      Delete
  2. Kayaknya dulu waktu SD pernah pondok Ramadhan tipe C mas Ikrom, setelah itu tidak pernah lagi ikut kegiatan semacam itu.

    Wah yang tipe A benar-benar seperti masuk pondok pesantren betulan ya, soalnya mandi saja harus antri. Buka puasa atau sahur juga seadanya saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas kalau tipe A berasa pondok pesantren beneran

      Delete
  3. eh aku mau nulis dowo banget kerekap ga yo..soale tumben ga ada tulisan your comment akan muncul setelah diapprove...begitu klik langsung kek ilang gitu

    ya wes taktulis ulang sapa ngerti ga kedetect

    aku SMP SMA pernahe model type C Mas Ikrom :D. Nama lainnya pesantren kilat. berangkat jam 8 pagi pulang sebelum luhur. Kegiatan mung dengerin guru PAI ceramah atau cerita kisah kisah suritauladan nabi..

    biyen sing bikin antusias kih karena pada saat pesantren kilat kita kita siswa cewek disuruh pake baju muslim dan kerudung. Jadi rasane antusias aja milih baju muslim sing oke soale mung setahun pindo kan acarane..Uda gitu dulu SMP SMA blum krudungan. Jadi mangkat sekolah pesantren kilat numpak sepeda di sampinge sawah njuk tekan sekolahan.

    Emang seenggaknya kegiatan ginian bermanfaat sih buat siswa siswi...seenggaknya jadi ada kesibukan menanti bedug magrib tiba jadi ga mung tura turu thok macam uler jedung hahhahah

    btw aku agak ngekek pas bagian dapat nasi kotak dari wali sing agak medit..dapate mung nasi, swiwi ayam, sebiji kurma, n aqua gelas xixixi

    ReplyDelete
  4. kayake komen blogger lagi sering error mbak
    aku kapan anu ke blogmu ya gitu hahaha
    iya nama lainnya pesantren kilat soale mung dilut

    yg cowok macam aku juga seneng banget sekalian pamer baju koko hahaha astagfirullah

    hahahah iya si namanya anak anak arep arep makanan ya

    ReplyDelete
  5. Seru banget pengalamannya Mas Ikrom pas ikut pondok Ramadhan tipe A 😆. Kalau aku, di antara tiga tipe pondok Ramadhan itu, ada satu yang gak pernah aku rasakan, Mas. Yang tipe B, aku belum pernah rasakan sama sekali. 🤭

    Dari SD sampai SMA, yang paling sering itu pondok Ramadhan tipe C, mas. Cuma dari pagi sampai siang. Lalu ada acara buka bersama sekali dalam sebulan 🤭. Jujur, aku dulu paling males pas buka bersama sih, Mas. Soalnya suka gak nafsu kalau makan bersama-sama. Bau makanannya campur-campur soalnya 🙈. Tapi kalau kumpul-kumpul sambil ngobrolnya sih aku suka. 😁

    Kalau yang tipe A, aku pernah rasakan sekali pas MTs, Mas. Seru sih, soalnya rame-rame sampai nginep bareng gitu. Makan buka dan sahurnya pun dikoordinasi sekolahan. Jadi menunya sama, bau makanannya pun gak campur-campur, jadi masih lahap makan 🤣. Godaannya tuh pas waktu mandi. Berebut dan antri. Kayaknya sih waktu itu aku malah gak mandi sama sekali. Cuma gosok gigi sama cuci muka doang🙈

    ReplyDelete
    Replies
    1. wakakaka memang antri mandi itu bikin males ya mbak
      tapi kalau engga mandi ya engga banget masa berhari hari kumpul sama temen engga mandi
      dan aku juga kadang engga begitu nafsu makan kalau bau makannya campur campur
      untung dulu tiap kelas sama sih makanannya

      Delete
    2. Wah, untung banget itu, Mas Ikrom 😆. Kananku sekolah dulu kalau bukbernya di kelas, makanan bawa masing dari rumah. Jadi sudah pasti menu makanan tiap anak kemungkinan besar beda-beda. 🤭

      Mungkin aku terlalu pede sama bau badanku, Mas. Padahal bau badanku nggak banget. Untung dulu temenku baik-baik, gak ada yang bully aku gara-gara bau badan 🥰. Tapi entah kalau dibikin bahan pergunjingan. 🤣

      Delete
Next Post Previous Post