Erupsi Semeru dan Peringatan Dini yang Belum Terpadu

Gunung Semeru Malang
Gunung Semeru dilihat dari Pakisaji Malang

Erupsi Gunung Semeru pada Sabtu, 4 Desember 2021 kemarin membuat banyak orang terhenyak.

Betapa tidak, gunung ini tidak begitu diberitakan secara masif sedang mengalami kenaikan aktivitas. Ia seakan tenggelam oleh berita pelecehan seksual yang dialami oleh berbagai wanita di Indonesia. Kalau pun ada berita tentang peningkatan aktivitas gunung, maka Gunung Merapi atau Gunung Sinabung lah yang kerap menjadi sorotan. Bukan tanpa sebab, kedua gunung tersebut memang seakan sedang bangun dari tidurnya dan memiliki tanda-tanda akan meletus.

Namun, siapa sangka jika Gunung Semeru yang dikira hanya batuk-batuk kecil dan dianggap wajar setiap harinya malah memuntahkan awan panas yang mengerikan. Langit hitam kelam menyelimuti daerah di sekitarnya. Narasi tentang orang-orang yang berlari menyelamatkan diri pun berhamburan memenuhi lini masa media sosial. Berbagai media pun menyorot bencana yang seakan tanpa bisa terprediksi sebelumnya.

Membaca lini masa jejaring sosial pun menjadi kegiatan yang kini sering saya lakukan untuk memantau aktivitas terkini seputar Gunung Semeru. Tentu, foto dan video miris mengenai rumah yang luluh lantak dan korban jiwa yang berjatuhan pun datang setiap waktu. Ditambah, beberapa ucapan sumpah serapah mengapa pemerintah atau pihak terkait seakan lalai dengan peringatan yang terjadi.

Tidak Mudah Mengantisipasi Erupsi Gunung Api

Saya menghela napas. Tidak mudah memang berada di situasi yang cukup buruk semacam ini. Saya juga sempat bertanya mengapa pihak terkait, entah Pemkab, BPBD, PVMBG, dan pihak lain tidak menaikkan status Gunung Semeru seperti Gunung Merapi. Mengapa masih banyak penambang pasir yang asyik mengais rezeki di sungai yang menjadi aliran lahar dingin dan awan panas. Seakan tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.

Pertanyaan itu saya simpan sembari mengingat betapa sulitnya melakukan manajemen mitigasi bencana kegunungapian. Beberapa waktu lalu, saya membaca buku karangan Bapak Ibnu Subiyanto berjudul Melacak Mitos Merapi, Peka Membaca Bencana Kritis Terhadap Kearifan Lokal. Bapak Ibnu merupakan mantan Bupati Sleman periode 2000-2010 yang pernah menjadi pengambil kebijakan kala Merapi mengalami erupsi tahun 2006.

Buku tersebut cukup lengkap dan gamblang menceritakan pengalaman beliau menanangani erupsi Merapi. Beliau memaparkan bagaimana sulitnya melakukan mitigasi bencana yang bisa terjadi kapan saja. Beberapa poin yang saya suka dari buku tersebut adalah beliau juga menjelaskan ilmu kegunungapian yang sebatas beliau tahu dari kacamata seorang Bupati dan politisi yang tentu saja butuh rujukan dari para ahlinya. Ditambah, mitos dan sejarah panjang serta kearifan lokal yang menyertai kehidupan masyarakat di sekitar gunung tersebut.

Inti dari paparan buku tersebut adalah paparan mengenai masyarakat yang seharusnya tidak menggangu jalan material vulkanik dari sang gunung. Menurut Pak Ibnu, setiap gunung memiliki karakteristik masing-masing yakni jalur lahar dingin dan awan panasnya sendiri. Jalan tersebut berpola hampir sama selama kurun waktu lama. Jikalau ada perubahan, biasanya terjadi akibat adanya perubahan yang terjadi di sekitar kubah lava. 

Tiap Gunung Api Punya Jalan Erupsi Sendiri

Jalan sendiri ini sama dengan apa yang dikatakan Mbah Marijan. Beliau mengatakan “Redi Merapi, menawi bandeh mbangun sampun damel margi piyambak”. Artinya, jika akan meletus, Merapi akan membuat jalan sendiri. Jalan inilah yang seharusnya menjadi titik perhatian berbagai elemen masyarakat. Sama halnya dengan sebuah mobil ambulans yang akan lewat, maka seyogyanya masyarakat memberi jalan tersebut.

Jalan ini juga menjadi patokan bagi pemerintah untuk menetapkan wilayah mana saja yang masuk dalam memetakan Kawasan Rawan Bencana (KRB) gunung api, mulai dari KRB 1, 2, dan 3. Perhatian paling besar akan ditujukan kepada KRB 3 yang merupakan kawasan paling dekat dengan gunung berapi yang biasanya berjarak hanya 5 km saja dari puncak gunung.

KRB merapi
Contoh KRB di Gunung Merapi - BPBD DIY

Penataan wilayah KRB ini menjadi titik paling serius yang seharusnya dilakukan sama pentingnya dengan imbauan untuk mengungsi. Lantaran, kehidupan masyarakat di kaki gunung tidak hanya satu dua hari tetapi berkelanjutan dan dari generasi ke generasi. Jika penataan wilayah KRB ini belum dilakukan secara optimal, maka potensi adanya bencana letusan gunung api yang memakan korban banyak akan terus terjadi.

Keberhasilan Mitigasi, Fungsi Perlindungan Negara pada Rakyatnya Sendiri

Banyaknya korban mencerminkan keberhasilan atau kegagalan penanganan fungsi perlindungan negara pada rakyatnya sendiri. Prinsip ini yang dipegang Bapak Ibnu ketika mengemban tugas berat tersebut. Lantaran, tidak mudah untuk menata KRB terutama yang sudah dihuni oleh berbagai generasi.

Meski begitu, beliau menuturkan bahwa sebenarnya tidak ada hal patut disalahkan kepada mereka yang masih bertahan di kawasan rawan bencana. Atau, ada anggapan bahwa masyarakat di kaki gunung enggan mengungsi. Ada satu bagian khusus yang cukup menarik dari buku tersebut bercerita bahwa sebenarnya masyarakat suka sekali mengungsi.

Pemberitaan televisi yang kerap memberi steoretip bagi masyarakat kaki Gunung Merapi enggan mengungsi sebenarnya harus disudahi. Pun dengan warga lereng Gunung Semeru yang langsung tunggang-langgang ketika sang Meru sudah menunjukkan aktivitasnya. Hanya saja, peran serta seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan.

Peran serta masyarakat ini setidaknya menjawab beberapa pertanyaan penting seperti:

“Bagaimana keamanan harta benda yang ditinggalkan?”

“Siapa yang menjaga keamanan desa selama warga meninggalkan rumahnya?”

“Bagaimana upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama di pengungsian dalam waktu lama?”

Penataan Wilayah KRB Sangat Penting

Pertanyaan yang terlihat sepele tersebut sebenarnya menjadi PR bersama selain menata wilayah KRB. Masih banyaknya warga yang kembali ke rumah mereka selepas erupsi menandakan belum berfungsinya peran serta berbagai elemen masyarakat. Paling tidak, rasa aman dan nyaman ketika menginggalkan rumah belum bisa terpenuhi. 

Terlebih, dari beberapa berita yang saya baca, ada saja ulah dari oknum yang tidak bertanggung jawab mencuri barang berharga milik korban erupsi Semeru. Tidak hanya itu, narasi sulitnya beberapa pengungsi untuk mendapatkan bantuan juga menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.

Kemarin, saya mendapat kabar dari rekan yang berada di Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang. Wilayah ini hanya berjarak 5-10 km dari puncak Semeru tetapi relatif aman karena bukan merupakan jalur letusan. Ia menceritakan banyak warga Kecamatan Pronojiwo Kabupaten Lumajang yang mengungsi ke wilayahnya. Mereka datang dengan kondisi memprihatinkan karena melewati hutan belantara di perbatasan Lumajang-Malang. Dari paparan ini, harus diakui mitigasi bencana erupsi Gunung Semeru kemarin memang belum maksimal.

KRB Semeru pada Google map yang semestinya bisa diakses lama oleh masyarakat. Tampak banyak pemukiman di wilayah terjangan awan panas Semeru.
 

Tidak mudah memang menata kawasan yang rawan bencana. Terlebih, jika kawasan itu menjadi lumbung ekonomi suatu daerah dengan tambang pasir yang melimpah. Entah berapa rumah yang bisa dibangun dari abu vulkanik yang dimuntahkan oleh Semeru kemarin. Akan tetapi, bukan faktor uang saja yang seharusnya jadi perhatian.

Dari paparan Bapak Ibnu, setidaknya ada sepuluh hal yang harus dipersiapkan dan disusun secara detail ketika status gunung dalam keadaan waspada (level 2 bahaya). Pertama, pembentukan tim kerja (team work). Kedua, rapat persiapan erupsi. Ketiga, sosialisasi ke warga sampai tingkat perdukuhan (RW). Keempat pembentukan tim kerja di tingkat desa. Kelima dan keenam penyiapan anggaran dan logistik. Selanjutnya inventarisasi sarana dan prasarana jalan untuk evakuasi. Penyiapan barak-barak pengungsian dan rehabilitasi kerusakan. Penyiapan perangkat kebijakan. Terakhir, evaluasi SOP dan modifikasi dengan situasi.

Inventarisasi sarana jalan untuk evakuasi sangat penting. Jika hal ini tidak dilakukan dengan baik, maka kekacauan saat erupsi terjadi akan kembali berulang. Dari video yang beredar, tampak warga yang kebingungan mereka akan lewat jalan mana. Dari waktu ke waktu, erupsi selalu menunjukkan hal tak terduga dan dalam waktu singkat seperti erupsi Semeru kemarin yang hanya berlangsung 1-2 jam saja.

Jika otak sudah terlatih dengan berbagai mitigasi tersebut, maka evakuasi akan berlangsung lebih lancar. Walau tentu, hal ini masih sulit terjadi karena konsentrasi warga akan terpecah antara menyelematkan diri dan menyelamatkan barang atau anggota keluarga lain.

Menyalahkan kepada pemerintah daerah sepenuhnya memang tidaklah arif. Tidak mudah untuk mengorganisir wilayah yang akan tertimpa bencana. Namun, dalam waktu dekat, langkah yang perlu dilakukan adalah mengosongkan wilayah yang saat ini terkena dampak serius letusan Gunung Semeru agar tidak ditinggali. Lagi-lagi, bisakah kegiatan ini dilaksanakan dengan rumah mengingat ribuan warga tentu butuh pekerjaan dan penghidupan baru?

7 Comments

  1. Tapi kayaknya, setiap masyarakat yang diwawancarai di tv, tiada lagi yang mau kembali ke desanya yang terkena musibah awan panas tersebut. Kasian ya. Bagaiman nanti jika mereka direlokadi di tempat baru. Karena mata pencaharian mereka bertani. Semantara lahan ladang dan sawah mereka telah rusak.

    ReplyDelete
  2. semoga tidak terjadi lagi erupsi yang seperti ini dan ada peringatan dini terhadap tanda-tanda gunung merapi akan meletus, mengingat peringatan yang cepat bisa menyelamatkan banyak nyawa manusia

    ReplyDelete
  3. Aku lupa baca di media online mana, tapi PVMBG sudah kasih sinyal kalau Merapi bermasalah tapi PemKab abai. Kalau benar begini, tega bener ga sih? aku suka ngerasa pesimis, kita sebagai rakyat bener-bener ga dijamin keselamatan hidupnya.

    ReplyDelete
  4. Aku awal tau video gunung Semeru erupsi itu dari orang tua, Mas. Jujur, awalnya gak percaya. Itu beneran gunung Semeru erupsi? Soalnya kalau ada peningkatan aktivitas gunung berapi, biasanya akan diliput terus menerus di media masa. Contohnya seperti Merapi, sinabung, ataupun Kelud ketika aktivitasnya meningkat beberapa waktu yang lalu. Sementara Semeru, aku gak menemukan berita apa-apa sebelumnya. Entah media masanya yang terlewat, atau aku yang terlewat gak baca berita.

    Dan setelah aku nyalakan tv gak lama setelah melihat video itu, ternyata emang bener. Semeru erupsi. Itu bener-bener mengerikan sekali menurutku. Orang berlarian dikejar awan panas. Dan diantaranya, ada anak kecil yang diperlihatkan berlari tunggang langgang ketakutan. Miris banget. Mudah-mudahan, para korban yang selamat sehat selalu. 🤲🏽

    Yang bikin aku gak habis pikir sih, kenapa masyarakat di sana gak dievakuasi sebelum kejadian itu terjadi sih? Kalau pemerintah daerah lain aja bisa evakuasi masyarakatnya sebelum gunung berapi erupsi untuk meminimalisir korban jiwa, kenapa pemerintah kabupaten Lumajang gak bisa? 😭

    ReplyDelete
  5. He eh yaa...semeru ini dadakan banget kesannya. Tanpa ada pertanda apa2. Tak kira malah masih dipake buat pendakian juga sebelum meletus itu...

    Liat pertama di Twitter, pas ada asap tebal membumbung...orang2 berlarian...

    Itu kita masih bersyukur...erupsinya siang ya (meskipun setelah itu jadi gelap).. tapi mininal masih ada kesempatan untuk lari ..

    Klo malam hari..korban pasti akan semakin banyak.

    Btw, aku di kaki merapi ini.. klo ada apa2 dengan Merapi, semoga masih aman...

    ReplyDelete
  6. Saya pernah baca, di mana ya?
    Kayaknya di buku cerita tentang Bromo.
    Bahwa sebenarnya meski gunung berapi itu serem, penuh resiko, tapi memang menawarkan manfaatnya yang juga luar biasa.

    Terlebih untuk para petani, karena tanah di sana tuh subur banget buat bertani.

    Tapi setelah musibah ini, kayaknya banyak yang trauma balik ke sana ya

    ReplyDelete
  7. Aku aja kaget mas pas Semeru meletus. Aku pikir, ini apa aku yg ga baca berita kalo dia mulai menunjukkan gejala akan meletus, ATO memang mendadak meletus gitu aja? Seingetku pasti ada tanda2 nya kan yaaa. Ntah gempa kecil yg sering dll.

    Sedih sih baca beritanya, apalagi dengan banyak korban jiwa :(. Semoga memang mitigasi utk musibah begini, jadi semakin diperhatikan. Indonesia kan negara dengan banyak gunung api yg aktif. :(

    ReplyDelete
Next Post Previous Post