Stigma Penyandang Kusta, Saatnya Mereka Didukung Bukan untuk Dijauhi

Ilustrasi. - Dok, Istimewa

Hingga saat ini, penderita penyakit kusta masih sering mendapatkan diskriminasi.

Mereka kerap dianggap membawa banyak masalah, terutama bisa menularkan kepada orang sekitarnya. Belum lagi, jika ada penderita kusta yang mengalami disabilitas akibat penyakitnya tersebut, maka stigma yang menempel padanya akan semakin besar. Ia akan semakin dikucilkan dan tidak mendapatkan hak-hak dasarnya sebagaimana manusia lainnya.

Masalah ini memang menjadi perhatian serius. Terutama, posisi Indonesia yang berada di peringkat ketiga dalam hal jumlah penderita penyakit kusta setelah India dan Brazil. Stigma yang terjadi di masyarakat Indonesia akan penderita kusta membuat banyak masyarakat yang abai dan kurang waspada. Akibatnya, deteksi dini penyakit ini menjadi kurang maksimal sehingga banyak penderita kusta baru sadar untuk menjalani pengobatan walau sebenarnya mereka sudah terlambat.

Dalam rangka memperingati Hari Kusta Dunia yang jatuh setiap Januari nanti, ruang publik Radio KBR menghadirkan talkshow bersama NLR Indonesia dan Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional (PerMaTa). Dalam talkshow ini, NLR Indonesia diwakili oleh dr. Astri Ferdiana selaku Techinical Advisor dan PerMaTa diwakili oleh Bapak Al Qadri. Dipandu oleh pembawa acara Ines Nirmala, talkshow bertajuk Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya! ini bertujuan agar masyarakat bisa mengubah stigma terhadap penderita kusta.

Stigma Miris yang Dialami Seorang Penderita Kusta

Kisah yang cukup miris dipaparkan oleh Bapak Al Qadri selaku wakil ketua PerMaTa. Beliau adalah penyintas penyakit kusta yang sudah mengidap penyakit ini sejak berusia 6 tahun. Saat itu, beliau mendapti bercak di bagian tubuhnya dan mati rasa. Kala itu, ada seorang wali murid dari rekannya sekolah yang mengetahui bahwa beliau mendapati bercak tersebut dan ternyata memang kusta.

Para narasumber dalam talkshow Ruang KBR

Ketakutan sang wali murid akhirnya berbuntut panjang. Beliau kemudian diminta untuk tidak datang ke sekolah oleh kepala sekolah setelah adanya laporan dari wali murid tersebut. Sejak saat itu, Bapak Al Qadri selalu mengalami diskriminasi dan tidak mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya. Terutama, hak mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak lainnya.

Beliau akhirnya bisa mendapatkan pendidikan bersama orang dewasa lainnya dalam program pemberantasan buta aksara. Padahal, saat baru pertama menderita kusta, usianya bisa dikatakan usia anak-anak yang sedang semangat bersekolah.

Perlakukan diskriminasi dari lingkungan terdekat juga beliau alami. Beliau menjadi sulit bergaul terlebih saat itu kondisi kesehatannya mulai memburuk. Banyak sekali luka akibat kusta yang dideritanya. Hingga akhirnya, pada tahun 1989 ada seseorang yang membantu beliau melakukan pengobatan di RS khusus kusta dan akhirnya bisa sembuh hingga sekarang. Meski begitu, kadang diskriminasi masih tetap beliau alami pada masa sekarang.

Kusta, Penyakit Menular yang Tidak Mudah Menular

Walau merupakan penyakit menular, sebenarnya penyakit kusta bukanlah penyakit yang mudah menular. Menurut dr. Astri, penyakit ini merupakan infeksi kronis yang menyerang kulit dan ujunga saraf tepi. Ketika terlambat untuk dideteksi, maka akan kuman kusta akan menyebar sehingga menyebabkan kelainan pada bagian tubuh lain. Jika menyebar lebih lanjut, maka dapat menyebabkan kecacatan bahkan ada bagian tubuh yang harus diamputasi.

Untuk mendeteksi adanya penyakit kusta ini, sebenarnya ada tanda sederhana yang bisa diketahui. Salah satunya adalah timbulnya bercak pada kulit (bisa berwarna merah/putih) yang tidak gatal. Kebanyakan bercak tersebut berwarna putih seperti panu.

Bercak tersebut tidak gatal dan berbeda dengan penyakit kulit lain, tidak nyeri, tidak berisisik, dan tidak berasa apa-apa jika disentuh. Bahkan, lama-kelamaan, jika bercak tersebut semakin banyak, maka kulit tidak akan merasa sakit meski ada rangsangan berupa tusukan.  Gejala seperti inilah yang semestinya menjadi perhatian. Ketika ada gejala yang muncul, orang sekitar seyogyanya tidak menjauhi penderita kusta tetapi membantu memeriksakan diri dan melakukan pengobatan lebih lanjut.

Kesadaran semacam inilah yang kini dibangun oleh NLR Indonesia. Organisasi yang secara khusus berjuang dalam melakukan eliminasi kusta di tanah air. Masih banyaknya penderita kusta di Indonesia memang menjadi perhatian tersendiri.

Selain menjadi negara dengan peringkat ketiga terbesar dengan jumlah penderita kusta, masih ada 6 provinsi di Indonesia yang belum dapat mengeliminasi kusta dengan baik. Standar belum melakukan eliminasi dengan baik adalah jumlah penderita kusta di provinsi tersebut masih belum di bawah 1 per 1.000 penduduk.

Selain 6 provinsi, masih ada sekitar 98 kabupaten/kota yang juga belum dapat melakukan eliminasi penyakit kusta dengan baik. Bahkan, beberapa kabupaten di Pulau Jawa yang notabene masih dekat dengan pusat pemerintahan dan akses kesehatan yang lengkap juga belum berhasil mengatasi masalh ini. Paparan dari dokter Astri tersebut cukup miris karena hingga 2022, era yang dianggap sudah milenial, kusta masih menjadi masalah klasik.

Indonesia masih menjadi salah satu negara tertinggi penderita kusta. - Sumber: Media Indonesia

Stigma yang masih sangat kental hingga sekarang memang menjadi batu sandungan dalam upaya eliminasi penyakit kusta di Indonesia. Bapak Al Qodri sendiri meyakini hingga sekarang pun pendereita kusta masih susah untuk bersosialisasi. Stigma yang mereka terima membuat mereka menarik diri. Ketika pihak PerMaTa ingin melakukan sosialisasi dan bantuan kepada penderita kusta untuk sembuh dan hidup lebih baik lagi, seringkali mereka kurang terbuka akibat stigma yang didapat.

Terlebih, penyandang kusta yang mengalami disabilitas juga mengalami double stigma. Stigma akibat kusta yang mereka derita dan stigma disabilitas yang tengah mereka alami. Tidak hanya itu, banyak penderita kusta yang juga tinggal di perkampungan para penyandang kusta. Bapak Al Qodri adalah salah satunya. Beliau hingga kini masih tinggal di perkampungan yang banyak pengidap penyakit kusta.

Kampung tersebut sudah dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk melokalisasi penyebaran penyakit kusta. Hingga kini, dari sekitar 1.300 penduduk di kampungnya, masih ada sekitar 400 orang yang mengidap kusta. Untung saja, dengan akses pengobatan yang sudah lebih baik, kini jumlah penderita kusta di kampung tersebut semakin menurun.

Berbagai Upaya NLR Indonesia dalam Menghilangkans Stigma Negatif Penderita Kusta

Dalam upaya mencegah stigma yang terus melekat, pihak NLR Indonesia selama ini sudah melakukan berbagai upaya secara komperhensif dan konsisten. Dari paparan dokter Astri, meskipun masyarakat dan tenaga kesehatan sudah mau bergaul dengan penyadang kusta, tetapi merek masih tak mau berinteraksi secara dekat. Padahal, penyandang kusta juga punya hak dasar seperti masyarakat lainnya. Mereka juga berhak mengeluarkan pendapat mengenai maslaah yang terjadi.

Beberapa strategi NLR Indonesia dalam melakukan pemutusan stigma negatif Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) antara lain dengan melakukan kampanya di masyarakat, media sosial, dan beberapa platform lain. Ada juga pelatihan bagi relawan dan kelompok masyarakat yang ingin membantu para penyandang kusta. Kegiatan paling penting adalah advokasi kepada pemerintah daerah. Bagaimanapun, pemerintah daerah masih merupakan ujung tombak dalam pencegahan penyakit kusta. Kebijakan mereka sangat penting dalam menekan angka penularan kusta dan stigma yang timbul di masyarakat. 


Salah satu langkah pencegahan kusta yang bisa dilakukan adalah meminum obat pencegahan kusta sekali dengan dosis tertentu. Obat ini diberikan kepada mereka yang kontak dekat dan lama dengan penderita kusta. Adanya obat ini, menurut dokter Astri mampu mengurangi probabilitas seseorang terkena kusta, terutama mereka yang tinggal serumah dengan penderita kusta.

Akhirnya, agar penyandang kusta bisa sembuh dan mendapatkan haknya, dukungan sosial amat penting dilakukan. Kesadaran masyarakat akan penyakit ini juga harus terus disosialisasikan. Penyandang kusta bukan untuk dijauhi tetapi untuk dibantu.   

6 Comments

  1. ia kita tidak boleh mengucilkan orang yang kena kusta
    stigma tersebut harus di hilangkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar mas stigma kepada mereka harus segera diakhiri

      Delete
  2. Stigma penderita kusta yang didiskriminasi emang harus segera dihilangkan, karena mereka seharusnya didukung agar sembuh, bukan malah dikucilkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar mas diskriminasi terhadap mereka harus diakhiri

      Delete
  3. Kasihan pak Al Qodri ya, dari umur 6 tahun kena kusta jadinya ia dikucilkan, padahal siapa sih yang mau penyakit itu.

    Alhamdulillah sekarang makin banyak orang yang peduli pada penderita kusta biarpun stigma negatif di masyarakat masih ada sih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener mas namanya penyakit ya pemberian Tuhan juga
      alhamdulillah sekarang mulai berkurang dan harus terus dihilangkan

      Delete
Next Post Previous Post