Halte Angkot di Malang, Cermin Kerapuhan Tata Kota yang Kurang Perencanaan

halte angkot Malang
Halte angkot di depan Stasiun Malang

Saat ini, Kota Malang sedang merencanakan beberapa proyek mercusuar.

Dua diantaranya adalah penataan Kawasan Kayu Tangan Heritage dan pembangunan gedung Malang Creative Center (MCC). Pembangunan dua proyek tersebut hingga kini masih berjalan dengan pro kontra yang mengiringinya. Walau demikian, proyek tersebut tentu bertujuan agar Kota Malang semakin dikenal sebagai kota yang prestisius, layak dibanggakan, berkonsep smart city (cerdas-ceria-cemerlang), dan tentunya menjadi parameter kota yang disegani, baik di tingkat nasional maupun tingkat dunia.

Sayang, keduanya ternyata tidak sepenuhnya bermanfaat bagi warga kotanya. Tak lain, keduanya bukan menjadi prioriotas kebutuhan warga kota dalam beraktivitas. Ada proyek lain yang semestinya menjadi hal utama dalam penataan kota. Tak lain, proyek dalam bidang transportasi.

Malang Kota Keempat Termacet se-Indonesia

Dalam sebuah pemeringkatan indeks kemacetan, Malang menjadi kota termacet keempat di Indonesia di bawah Surabaya, Jakarta, dan Denpasar. Padahal, Malang bukan merupakan ibukota provinsi dan pusat ekonomi utama di Jawa Timur. Masuknya Malang sebagai salah satu kota termacet disebabkan karena tidak adanya transportasi umum yang bisa diandalkan warga untuk menjalankan aktivitasnya di kota ini.

Tidak hanya itu, pembangunan sarana transportasi umum juga belum menjadi skala prioritas pemerintah kota. Itu terbukti dari kondisi halte angkot di Kota Malang yang belum bisa dikatakan layak. Padahal, dalam kaitannya dengan penataan transportasi umum, halte adalah salah satu nyawanya.

Halte yang merupakan tempat pemberhentian kendaraan penumpang untuk menaikturunkan penumpang menjadi salah satu inti dari keberhasilan layanan transportasi umum. Halte di Malang belum memenuhi syarat lokasi sebagai halte yang ideal untuk memenuhi aktivitas warga kota menggunakan transportasi umum.

Syarat Halte yang Baik

Setidaknya, ada beberapa syarat lokasi halte dikatakan menjadi halte yang ideal. Pertama, halte berada pada trotoar dengan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan. Kedua, halte diletakkan di pada pusat kegiatan (sekolah, pasar, rumah sakit, dll) sehingga membangkitkan pemakai angkutan umum. Ketiga, halte berada di tempat terbuka dan tidak tersembunyi.

Tidak hanya itu, halte yang baik juga setidaknya memenuhi beberapa aspek dari efektivitas penggunaan halte. Beberapa aspek tersebut adalah tata guna lahan, jarak antar halte, letak halte terhadap fasilitas penyeberangan, dan dimensi atau ukuran halte. Semakin efektif suatu halte yang diukur dari beberapa aspek tersebut, maka suatu halte dikatakan layak untuk digunakan sebagai tempat menunggu dan naik angkutan umum.

Beberapa waktu lalu, saya iseng melakukan sedikit pengamatan mengenai kondisi beberapa halte di Kota Malang. Halte pertama yang saya tuju adalah halte yang berada di Jalan Jaksa Agung Suprapto (Celaket). Walau dekat dengan kawasan Kayu Tangan Heritage yang menjadi salah satu proyek mercusuar, tetapi kondisi halte yang berada di dekat salah satu sekolah ini cukup memprihatinkan. 

Jarak Halte yang Berjauhan

Atap yang sudah rusak parah, dinding halte yang penuh coretan, dan berbagai tempelan yang memenuhinya membuat orang enggan untuk menunggu di halte tersebut. Padahal, halte ini cukup strategis karena dekat dengan bangunan sekolah dan beberapa perkantoran. Tidak hanya itu, posisi halte juga cukup pas dengan muka jalan. Artinya, ketika angkot berhenti di halte tersebut, maka penumpang juga cukup mudah untuk naik atau turun.

Dari halte di Celaket ini, saya pun menuju ke arah utara untuk mencari halte selanjutnya. Sayang, saya tak menemukan satu pun halte di dekat halte Celaket tersebut. Saya baru menemukan sebuah halte di depan SDN Purwantoro 1 yang berada di dekat persimpangan antara Jalan S. Parman dengan Jalan Ciliwung. Jika diukur dengan Google Map, jarak keduanya sekitar 3,8 km. Sungguh bukan sebuah jarak yang ideal karena dari pengalaman saya naik feeder (angkot pengumpan) Batik Solo Trans (BST), rata-rata tiap halte atau portable memiliki jarak sekitar 500 meter saja. 

halte angkot Malang
Halte Celaket Malang

Meski operasional angkot di Malang merupakan flag stop (berhenti sesuai instruksi penumpang) dan bukan set-stop (pengemudi wajib berhenti di halte), tetap saja jarak halte yang proporsional adalah kunci agar penumpang mau menggunakan transportasi umum. Semakin berdekatan suatu halte semakin banyak pula calon penumpang yang tertarik untuk menggunakan kendaraan umum.

Halte di dekat SD ini amat strategis karena tepat berada di ruas utama dan persimpangan jalan (midblock). Di beberapa kota yang saya kunjungi, halte semacam ini cukup memiliki banyak penumpang karena penempatannya yang strategis. Namun, halte ini juga tak dilirik oleh penumpang walau juga sudah memiliki fasilitas paving bagi pejalan kaki.

halte angkot Malang
Halte di depan sebuah SD

Untunglah, saya menemukan sebuah halte kembali di Jalan S. Parman. Tepatnya, berada di seberang pusat perbelanjaan Carefour. Halte ini kondisinya sangat memprihatinkan. Sebagian besar atapnya sudah copot dan kursinya sudah mulai rusak. Jika hujan, sudah pasti calon penumpang akan basah kuyup.

Fasilitas pejalan kaki pada halte ini juga bisa dikatakan tidak memadai. Posisinya tepat di trotoar jalan sehingga menghalangi pejalan kaki lain. Tidak ada ruang antara halte dengan pejalan kaki. Tak hanya itu, antara halte dengan badan jalan juga dipisahkan oleh jalan berbatu. Kondisi ini cukup berbahaya terutama bagi calon penumpang lansia.

halte angkot Malang
Halte di depan Carefour

Saya tak menemukan lagi halte hingga daerah Arjosari. Hanya sebuah bus stop di depan sekolah swasta yang dilengkapi dengan pelican crossing. Seingat saya, Pemkot Malang pernah gencar membangun fasilitas Zona Selamat Sekolah (ZOSS) di beberapa titik. Hingga kini, fasilitas tersebut masih berfungsi dengan baik pun dengan pelican crossing yang membantu siswa dalam menyeberang jalan.

halte angkot Malang
Halte di sebuah SMP swasta yang dilengkapi dengan ZOSS

Selain ZOSS, Pemkot Malang juga membangun beberapa halte yang cukup layak saat itu di beberapa sekolah. Salah satunya adalah halte di depan SMPN 20 dan SMP Arjuna. Kedua sekolah ini berada di Jalan Tumenggung Suryo yang juga menjadi sentra industri Keripik Tempe Sanan. 

Fasilitas Halte Bukan Prioritas untuk Dirawat

Saya menemukan beberapa halte yang baru diremajakan dengan warna hijau serta logo Kota Malang. Di sana juga terdapat informasi seputar trayek angkot yang dilewati. Sayangnya, halte yang baru dibangun tersebut kini kondisinya juga mengenaskan. Penuh dengan coretan di sana-sini dan ada bau anyir yang masih menyeruak walau kondisi sudah cukup bersih karena tak alpa dibersihkan oleh petugas kebersihan kota.

halte angkot Malang
Salah satu halte yang abru dibangun

Banyaknya coretan yang terdapat pada halte juga menjadi bukti bahwa kepedulian untuk menjaga fasilitas umum di Kota Malang cukup rendah. Kepedulian yang rendah ini juga diimbangi dengan tidak tegasnya aturan bagi pelanggar larangan tersebut. Selain itu, kehadiran coretan juga menjadi tanda bahwa halte angkot bukanlah sebagai faslilitas yang penting di Kota Malang. Ia seakan sebagai pajangan saja atau bahkan kondsinya jika boleh disejajarkan mirip dengan telepon umum yang tak lagi digunakan tetapi masih berdiri tegak. Hidup segan mati pun enggan.

halte angkot Malang
Coretan di dalam halte

Terkait penggunaan halte sendiri, jika diamati seksama halte di Kota Malang kebanyakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Halte di dekat sekolah sering digunakan siswa untuk menunggu jemputan orang tua atau ojek online. Mereka tak menggunakan halte tersebut untuk menaiki angkot yang memang tidak bisa diandalkan. Beberapa halte juga digunakan oleh tunawisma untuk tidur atau beraktivitas lain.

Ada juga halte-halte yang malah digunakan untuk berdagang. Jika sedang menunggu orderan, para driver ojek online juga  menggunakan halte untuk duduk sembari mengisi waktu luang. Pun dengan pengguna jalan yang menggunakan halte untuk sekadar bersantai sejenak, membalas WA, mengangkat telepon, atau berteduh ketika hujan turun serta tempat untuk memakai mantel. Halte di Kota Malang pun beralih fungsi dan bergeser maknanya menjadi tempat singgah yang bukan untuk tempat pemberhentian angkot. 

halte angkot Malang
Halte di Malang pun sudah beralih fungsi

Cukup miris melihat fenomena tersebut karena sebagai kota pelajar semestinya halte bisa dimanfaatkan dengan baik. Tak cukup sampai di situ, dengan mangkraknya kondisi halte di kota ini, semakin meyakinkan masyarakat bahwa angkutan umum bukan menjadi prioritas pembangunan. Walau Pemkot cukup ekspansif membangun jalan dan jembatan baru, nyatanya jumlah kendaraan pribadi makin lama makin meningkat.

Jalan yang banyak tak akan bisa mengimbangi kepadatan kendaraan yang melaju setiap harinya. Kemacetan pun akan tetap menumpuk dan sudah melekat kepada wajah Kota Malang. Kota yang bermimpi menjadi kota dengan segudang kebanggaan prestisius tetapi alpa bahwa untuk membangun kotanya perlu perencanaan matang. Meski pahit, halte-halte di Malang adalah cermin dari kerapuhan tata kota yang kurang perencanaan.

5 Comments

  1. Saya salut pada mas Ikrom yang begitu peduli pada fasilitas umum yang bagi sebagian orang kadang di cuekin, contohnya halte ini.

    Memang kalo mau sedikit mengurangi kemacetan maka salah satu solusinya perbanyak angkutan umum yang aman dan nyaman termasuk haltenya untuk berhenti.

    Tapi kalo kondisi haltenya memprihatinkan, atap pada copot, banyak corat-coret, dan bangkunya bolong ya orang malas menunggu di halte. Pemda memang harus bekerja lebih keras lagi dan juga mengedukasi masyarakat pentingnya menjaga fasilitas umum seperti halte.

    Tetap semangat mas menulis.😃

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mas
      memang harus ada kesadaran bersama baik dari pemerintah maupun masyarakat'
      sayang banget klo banyak yang rusak

      Delete
  2. Wahhh keren banget nih mas Ikrom, perhatian banget sama halte, pantas ini diangkat jadi duta halte transportasi indonesia hihihihi

    Di Jkt lebih parah mas, banyak bgt halte yg ga terawat, padahal banyak juga halte yg dimaksimalkan banget fungsinya. Semoga kita sebagai masyarakat wlpn ga rutin menggunakan halte tapi setidaknya ga merusaknya dan ikut menjaganya biar tetap nyaman digunakan

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkwkwk ngakak aku
      mana ini selempang dan crownnya

      iya di JKT juga banyak yang rusak ya haltentya tapi seridaknya masih berfungsi

      Delete
  3. Barangkali, pemerintah setempat menganggap warganya tak lagi butuh halte. Sebab, penumpang kendaraan umum semakin kurang karena masyarakat banyak punya mobil pribadi. He he

    ReplyDelete
Next Post Previous Post