Belajar dari Layanan Trans Jateng, Belajar Memberi Tambahan Bantuan dari Pekerjaan Kita

Kondektur Trans Jateng membantu penumpang
 

Diantara sekian layanan Bus Rapid Transit (BRT), saya merasa bahwa BRT Trans Jateng adalah BRT dengan layanan terbaik.

Meski ada Transjakarta juga bagus, tetapi dalam pandangan saya BRT Trans Jateng merupakan BRT terbaik di luar DKI Jakarta dalam hal pelayanan. Baik dari sisi ketepatan waktu, armada bus, sopir, dan terutama kondektur. Tak hanya nyaman, menaiki BRT Trans Jateng juga membuat saya merasa mereka memberikan pelayanan prima dan lebih dan harus dicontoh oleh BRT lain serta masyarakat luas.

Masalah ketepatan waktu memang menjadi salah satu hal yang dijadikan pelajaran. Berbeda dengan BRT lain yang sering mengandalkan aplikasi ponsel untuk mengecek posisi, BRT Trans Jateng juga memberikan informasi yang jelas mengenai kapan busa berangkat di suatu halte. Waktu tersebut cukup cocok dengan keadaan sebenarnya. Penumpang pun tak perlu lama menunggu bus datang dan berangkat.

Ketika di dalam bus, penumpang juga mendapatkan pelayanan prima berupa sopir bus yang berjalan sesuai dengan peraturan. Tidak ngebut dan mampu menempatkan posisi bus tepat pada halte saat berhenti. Dua hal sederhana ini juga menjadi catatan tersendiri agar kita bekerja sesuai SOP dengan benar meski diburu oleh waktu dan target tertentu.

Nah, diantara sekian pelayanan BRT di luar DKI Jakarta, saya sangat senang dengan pelayanan para kondekturnya. Kondektur BRT Trans Jateng bisa menjadi contoh sederhana, jika kita bekerja dengan baik dan bahkan memberikan tambahan pelayanan pada pekerjaan kita.

Contoh sederhananya adalah saya tahun jika SOP seorang kondektur Trans Jateng adalah memabntu penumpang naik dan turun, menarik pembayaran, dan memberi arahan kepada sopir serta penumpang selama perjalanan. Biasanya, kondektur hanya memberi aba-aba saat berada di sebuah halte agar penumpang bersiap.

Saya melihat kebanyakan kondektur BRT hanya menatap para penumpang yang naik atau turun. Yang penting ia sudah memberi aba-aba banginya sudah cukup. Nah, saya melihat hampir semua kondektur BRT Trans Jateng membantu penumpang agar tak kesulitan saat naik atau turun. Ia tak membantu ala kadarnya tetapi benar-benar meyakinkan penumpang agar bisa naik dan turun dengan nyaman.

Mereka kerap menjadi jembatan antara halte dengan bus saat terjadi aktivitas naik dan turun. Saat bus mulai terbuka, mereka langsung merentangkan kaki diantara keduanya dan baru memandu penumpang naik dan turun. Meski sederhana, saya mendapatkan pelajaran sederhana dari apa yang mereka lakukan. Dalam bekerja, jika kita benar-benar mencintai pekerjaan maka apapun yang mampu kita berikan, akan sangat membantu orang lain.

Menjadi jembatan antara halte dan bus memang terlihat remeh. Namun, jika dimaknai lebih dalam, kegiatan itu dapan meminimalisasi kecelakaan yang dialami oleh penumpang akibat terjatuh saat naik atau turun. Saya pernah melihat beberapa kali penumpang BRT selain Trans Jateng terjatuh saat turun dari bus. Sang kondektur tak begitu membantu mereka dan kebetulan posisi bus dengan halte tidak begitu tepat. Makanya, saya sangat respect dengan apa yang dilakukan oleh kondektur Trans Jateng.

Pelajaran sederhana lain yang saya dapat adalah mereka tak segan menjawab pertanyaan dari penumpang dengan ramah. Meski pertanyaan tersebut membuat capai tetapi mereka bisa menjelaskan dengan mudah. Biasanya, pertanyaan yang tertuju kepada mereka adalah mengenai lokasi suatu tempat dan halte mana yang harus disinggahi untuk menuju tempat tersebut.

Saya juga sangat senang dengan kondektur Trans Jateng yang menyiapkan uang recehan dengan jumlah yang sangat banyak ketika bertugas. Maklum, harga tiket BRT Trans Jateng adalah sebesar ribu rupiah. Biasanya, para penumpang membayar dengan uang 5 ribu rupiah. Dengan menyiapkan uang recehan semacam ini, penumpang akan terlayani dengan baik.

Walau saat ini banyak BRT mewajibkan pembayaran secara nontunai, tetapi BRT Trans Jateng tetap mempertahankan pembayaran secara tunai. Alasannya, agar semua penumpang terlayani dari segala lapisan masyarakat. Untuk mendukung hal tersebut, maka sang kondektur sudah bersiap dengan uang recehan yang mereka bawa.

Dari apa yang dilakukan oleh kondektur Trans Jateng ini, setidaknya saya memetik beberapa pelajaran yang bisa saya terapkan.

Pertama, jangan pelit untuk memberi apa yang kita bisa bagi orang lain. 

Saya menyadari ketika kita tidak pelit memberi apa yang kita punya, meski bukan materi, dampaknya akan sangat berharga. Entah tulisan kita, tenaga kita, atau hal-hal lain yang bisa jadi orang lain membutuhkannya. Menjadi jembatan antara halte dan bus memang terlihat sepele tapi sangat berarti bagi orang yang kesulitan berjalan atau berpindah dari dalam bus.

Kedua, ketika bekerja sebisa mungkin mempersiapkan diri segala sesuatu dengan baik. 

Sekecil apa pun, mempersiapkan diri dengan baik akan membuat kita mudah dalam bekerja. Saya pernah mendengar sekilas uang recehan yang dibawa oleh kondektur tersebut berasal dari menukarkan uang kertas dengan seorang pengamen di terminal sebelum shift mereka habis dan memberikan hasil tiket kepada operator bus. Artinya, mereka sudah memiliki effort lebih agar mereka mudah bekerja keesokan harinya.

K
Kondektur Trans Jateng mempersiapkan uang recehan sebelm bekerja.

Ketiga, dalam bekerja, melayani orang yang berkaitan dengan pekerjaan kita sebaik mungkin adalah kunci. 

Kadang, saat kita capai, kita akan memasang wajah tak enak dan cenderung marah. Namun, kalau kita merasa bahwa pekerjaan tersebut adalah berkat, secapai apapun rasanya kita akan senang melayani orang lain. Saya mulai mencobanya meski jujur sulit. Rasa capai yang timbul perlahan hilang diganti rasa puas dengan apa yang kita kerjakan.

Itulah beberapa pelajaran sederhana yang bisa saya ambil dari kondektur BRT Trans Jateng. Semoga ada makna yang bis akita ambil bersama dalam kehidupan sehari-hari.

Post a Comment

Next Post Previous Post