Kehabisan Ide Ajak Keluarga Jalan-Jalan ke Surabaya

Foto di depan Gedung DPRD Surabaya


Ceritanya, libur lebaran kemarin saya tidak mudik.

Meski tidak mudik, saya punya agenda untuk mengajak alias memandu keluarga saya jalan-jalan. Tujuan jalan-jalan kali ini adalah Surabaya. Praktis, sebenarnya ini bukan jalan-jalan bagi saya karena ya rutenya akan sama dengan rute yang saya lalui setiap hari.

Entah apa alasan keluarga besar saya memilih Surabaya sebagai tujuan wisata. Bisa jadi, mereka mau menengok saudara jauh yang sudah lama tidak dijenguk. Kebetulan saudara tersebut seng sakit stroke jadi tidak bisa ke mana-mana. Selain itu, tentunya mereka mau refreshing dan berbelanja di Surabaya.

Nah, masalahnya saya cukup bingung menentukan rute jalan-jalannya. Dulu pernah pengalaman tidak enak ketika ada anggota keluarga yang bersikukuh mau ke Sememi. Saat itu, ia menunjukkan video taman bunga yang indah di sana. Saya tahu video tersebut adalah hoaks dan merupakan video taman bunga di Dubai.


Sememi sendiri adalah bekas lokalisasi. Memang benar di sana dibangun taman bunga tapi ya taman bunga  ala-ala taman di kelurahan. Bukan sebesar dan semegah itu. Alhasil, saat itu tidak ada pemandangan yang bisa dilihat karena ya memang perkampungan biasa. Untung saja dulu saya langsung membelokkkan tujuan ke Food Junction Grand Pakuwon yang tak jauh dari Sememi. Paling tidak ya tak sia-sialah perjalanan jauhnya.

Kali ini, saya meminta rute tidak terlalu jauh. Ya dis ekitar Surabaya Selatan dan Surabaya Pusat. Asli capai kalau terllau jauh dan habis di jalan. Belum lagi banyak tempat yang ingin didatangi sehingga kami harus pintar-pintar membagi waktu. Rencananya, saya akan ikut dari Malang lalu tidak ikut kembali perjalanan pulang tetapi tetap stay di Surabaya.

Setelah berbelit-belit karena mempersiapkan segala sesuatu akhirnya kami berangkat sekitar pukul 7 pagi. Untung saja jalanan masih sepi karena libur lebaran. Pukul 8 pagi kami sudah keluar dari tol waru dan langsung menuju rumah kerabat dulu di daerah Bratang.

Sebenarnya daerah ini sering saya lewati kalau naik feeder wira-wiri. Namun, saya lupa gang masuknya karena sekarang sudah jauh berbeda. Apalagi, rumah-rumah di sana sudah tertata tidak seperti dulu yang kumuh karena berada di pinggir Kalimas.

Meski sangat kecil dan sederhana, tapi rumah kerabat saya tampak bersih dan rapi. Terkahir saya ke sana kalau tak salah kelas 5 SD. Saya masih ingat pajangan nyambik (kadal air) yang diberi air keras. Orang Surabaya sebagian gemar berburu nyambik di Kalimas. Makanya, kalau ke Surabaya jangan kaget bakal sering bertemu nyambik apalagi saat hujan.

Kini, yang menempati rumah tersebut adalah anak dari saudara saya yang dulu. Kebetulan, beliau sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Di sana, kami bercerita banyak seputar perkembangan Kota Surabaya yang cukup pesat. Penataan kota ini, terutama di pingir sungai memang patut diacungi jempol. Bude-bude bercerita dulu kerap menemukan orang mandi dan pup di sepanjang Kalimas dengan rumah papan triplek. Sekarang hampir semuanya sudah tak ada lagi.

Sebenarnya, tujuan kami mau ke Kebun Binatang. Namun, daripada bayar tiket dan ramai, maka tujaun dialihakn ke Taman Flora Bratang yang tak jauh dari rumah tersebut. Pilihan kami tepat. Anggota keluarga lain tampak senang bisa berjalan-jalan di taman yang dekat dengan kampus Ubaya tersebut. Sejam lebih kami berada di sana.

Kalau ke Surabaya, taman ini juga bisa jadi jujugan. Selain banyak terdapat flora dan fauna, ada banyak mainan yang bisa dimainkan oleh anak-anak. Saya juga suka kebersihan taman yang sangat terjaga. Ada juga perpustakaan dan pujasera.

Selepas puas bermain di taman, tiba saatnya kami menuju ke wilayah Jagir, Wonokromo. Dari Bratang tidak jauh sehingga tak perlu waktu lama. Sama seperti di Bratang, rumah saudara yang akan kami temui kini ditempati anaknya. Nah kebetulan beliau yang sedang sakit stroke.

Sama seperti perjalanan sebelumnya, bude-bude bernostalgia mengenai Kali Jagir. Mereka ternyata pernah berjalan di pingiran kali dan mandi di sana. yah sekitar tahun 70-an. Zaman Surabaya dipimpin walikota Raden Soekotjo Sastrodinoto.

Saya masih ingat rumah tersebut karena dulu diajak almarhum nenek saat mengunjungi saudara tersebut. Kebetulan beliau adalah kakak dari nenek, seorang Kolonel AL. Pangkatnya cukup tinggi tetapi orangnya low profile. Gemar memberi angpao kepada saudaranya. Dulu, saya malah diberi angpao 20 ribu saat SD. Uang segitu ya banyak sekali saat itu.

Tujuan selanjutnya adalah makan dan belanja. Saya tak punya pilihan lain selain mengajak keluarga ke DTC Wonokromo. Selain dekat, murah, ya lengkap. Makanya, baru saja masuk mall tersebut, bude-bude sudah kalap. Sudah heboh mau beli tas, sepatu, baju, dan lain sebagainya.

Pendek kata, mereka seakan menemukan surga. Lantaran, harganya beda jauh dengan di Malang. Pun demikian dengan model dan bentuknya. Hampir dua jam mereka berkeliling DTC Wonokromo. Ada sepupu saya yang sudah lapar dan mengajak makan. Kasihan sekali melihatnya.

Puas belanja, kami langsung menuju lantai 4 untuk makan. Memilih DTC Wonokromo sebagai tempat wisata memang tepat. Tak hanya belanja, wisata kulinernya juga lengkap. Ras ahaus dan lapar bisa terobati dengan kulineran di sana. pokoknya kalau ke Surabaya jangan lupa ke DTC Wonokromo.

Rute selanjutnya adalah Alun-Alun Surabaya. Tentu, tempat hits ini menjadi jujugan karena mereka penasaran ada apa di dalamnya. Untung saja, kami mendapat tempat parkir yang dekat meski harus membayar 20.000 rupiah.

Kami langsung menuju ruang bawah tanah tempat pameran. Ada kejadian unik di sini lantaran ada satu bude yang takut sekali naik eksalator. Dengan susah payah beliau digandeng anggota keluarga lain dan akhirnya bisa turun dan naik dengan mudah. Wahana favorit mereka tentu kolam air berasap.

Heran lihat kolam air berasap.



Sebenarnya, setelah dari alun-alun, kami mau ke Kya-Kya Kembang Jepun. Sayang, tempat tersebut belum beroperasi sehingga kami putar-putar Surabaya. Hingga akhirnya kami memutuskan ke tempat terakhir yakni Jalan Tunjungan.

Masalah muncul karena susah sekali mencari parkir mobil elf di sana. Untung saja, kami bisa parkir di Hotel Tunjungan. Tempat ini lebih dekat untuk berjalan ke Jalan Tunjungan daripada di Tunjunhgan Plaza.

Akhirnya perjalanan pun usai. Mereka pun pulang ke Malang dan saya tetap di Surabaya. Capai juga jadi tour guide seharian tetapi cukup menyenangkan.

 

 

 

1 Comments

  1. aku sendiri kalau gabut dan menjadikan surabaya sebagai destinasi "wisata", sekalian pulang kampung gitu hahaha
    kemarin mau masuk ke alun-alun ga jadi, padahal pengen banget hahaha, next time kalau ke surabaya coba mampir alun alun

    aku malah baru denger nama Sememi, kurang update info juga nih aku kalau soal surabaya.

    ReplyDelete
Next Post Previous Post