Dituntut Multitasking dan Tetap Prima, Memaknai Capainya Seorang Kondektur BRT

Ilusttasi Kondektur

Berbagai pekerjaan menuntut kita tetap tampil prima dan sempurna.

Tidak peduli apapun kondisi kita, tetapi orang lain melihat kita sedang bekerja. Kita sedang melayani mereka dengan sebaik-baiknya. Walau tentu setiap manusia memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan, tetap saja ketika kita mengerjakan pekerjaan kita.

Bukan mengecilkan peran pekerjaan lain, saya cukup terkesima dengan peran seorang kondektur BRT. Mereka adalah orang yang sering saya temui dan berinteraksi dengan saya, terutama saat membuat video You Tube. Peran kondektur sangat penting dan mereka kerap dituntut untuk melakukan berbagai pekerjaan dalam waktu yang tepat.

Berbagai pekerjaan harus mereka lakukan secara multitasking. Mulai dari menarik uang pembayaran dari penumpang, memberi tahu sopir saat mendekati halte, membantu penumpang naik dan turun, dan yang menurut saya cukup susah adalah menghitung jumlah penumpang yang naik, turun, dan yang tetap berada di dalam bus. Semuanya harus dilakukan dengan cekatan dan tepat agar tidak terjadi kesalahan.

Menariknya, sebenarnya otak manusia tidak bisa melakukan banyak pekerjaan dalam waktu yang singkat. Bisa dikatakan, manusia, termasuk para kondektur memiliki kelemahan untuk melakukan satu tugas saja dalam waktu tertentu.

Pemaparan mengenai otak manusia yang hanya bisa melakukan satu tugas ditekankan oleh neuropsikolog Cynthia Kubu. Ia mengatakan bahwa manusia memang monotasker. Artinya, otak kita hanya bisa fokus pada satu tugas di satu waktu. Tidak bisa disambi dengan tugas lainnya.

Ketika otak dipaksa untuk berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dengan cepat, maka ia memang akan bisa mengerjakannya. Namun, otak akan menjadi kurang efisien dan bisa menimbulkan kesalahan dari kegiatan yang dilakukan. Terlebih, jika pekerjaan yang dilakukan lebih dari dua buah, maka kesalahan yang dilakukan kemungkinannya akan jauh lebih besar.


Walau memiliki kelemahan seperti itu, tetapi saya melihat para kondektur masih tetap tampil prima saat bekerja. Mereka tetap melebarkan senyum bagi para penumpang dan melayani mereka agar bisa naik transportasi umum dengan nyaman. Walau kondisi penumpang ramai atau sedang sesak, tetapi mereka tetap bisa melakukannya dengan baik. Masih mampu mengerjakan tugas dengan cekatan satu per satu.

Saya melihat, memang cukup susah untuk membagi fokus pekerjaan ke beberapa tugas. Namun, saya melihat para kondektur – terutama yang sudah lama bekerja – memiliki ritme untuk mengerjakan berbagai tugas tersebut dalam waktu atau tempat tertentu.

Mereka bisa memperkirakan kapan mereka menarik pembayaran, kapan bersiap di dekat pintu untuk mengabarkan penumpang, kapan merekapitulasi jumlah penumpang, dan beristirahat sejenak. Pola berbagai pekerjaan ini akan mereka lakukan secara berulang setiap hari. Makanya, mereka sudah cukup terlatih dalam melakukan berbagai pekerjaan tersebut tanpa melakukan kesalahan.

Momen yang menurut saya menjadi sebuah kelebihan dari seorang kondektur adalah ketika ada 2 halte yang cukup berdekatan dengan jumlah penumpang yang naik dan turun cukup banyak. Apalagi, jika penumpang yang naik atau turun adalah rombongan yang cukup susah diatur. Saya bisa melihat wajah para kondektur sangat tegang dan kewalahan dalam melayani penumpang yang naik, turun, bertanya rute, atau sudah bingung akan membayar. Yah namanya orang Indonesia sering tidak sabaran dan ingin dinomorsatukan meski menggunakan fasilitas umum.

Kondektur juga perlu membina hubungan baik dengan sopir dalam kondisi apapun. Termasuk, saat kondisi yang cukup riweh seperti tadi. Pernah suatu ketika saat penumpang ramai dan tombol untuk memberi tahu bahwa ada penumpang turun tidak berhenti, kondektur berteriak untuk berhenti.

Masalahnya, sopir tidak mendengar dengan jelas akibat banyaknya penumpang. Sontak, penumpang di bagian depan berteriak kencang agar sopir menghentikan bus. Tentu, dengan manuver yang cukup mengerikan, bus pun berhenti melewati halte.

Sopir pun kemudian memarahi kondektur. Jika sang kondektur terpancing emosi, maka suasana akan menjadi tidak nyaman. Namun, ia tetap menjaga emosinya dan seakan santai menanggapi kondisi tersebut. Ia pun lalu tetap mengerjakan pekerjaan mulititasking lainnya sambil berteriak ketika bus mendekati halte.

Untuk melakukan pekerjaan tersebut dan memiliki emosi yang terkontol, tentu perlu latihan. Itulah yang pernah saya saksikan ketika melihat dua orang kondektur di dalam bus. Satu kondektur senior dan satunya yang masih training. Sang kondektur senior mengajari kondektur training melakukan berbagai pekerjaan multitasking tersebut agar tidak salah.

Ia juga memberi arahan untuk tetap tenang meski banyak pekerjaan yang belum diselesaikan. Ia juga memberi pengertian bahwa tentu ada keterbatasan. Yang penting tahu selanya kapan menegrjakan tugas A, kapan tugas B, dan sebagainya. Saya cukup ngeri juga jika seseorang yang belum terlatih – termasuk saya – diberi amanah untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Bisa-bisa kacau segala urusan. Makanya, seseorang yang sudah niat menjadi kondektur BRT – di luar Transjakarta – harus siap melakukan berbagai pekerjaan. Menjadikan kekurangan dalam dirinya menjadi sebuah kelebihan.

                                                                                           

Post a Comment

Next Post Previous Post