Perlukah Menata Kontes Kecantikan di Indonesia?

 

Putu Ayu Saraswati, Puteri Indonesia Lingkungan 2020 sedang menjelaskan pentingnya hutan mangrove di hadapan pemimpin dunia pada KTT G20 di Bali. Harus diakui, masyarakat Indonesia hanya mengetahui Puteri Indonesia sebagai kontes kecantikan yang besar dan berdampak bagi masyarakat. - dok detik


Sejak kasus pelecehan seksual Miss Universe Indonesia, reaksi negatif masyarakat Indonesia terhadap kontes kecantikan pun mengemuka. 

Banyak masyarakat yang menilai bahwa kontes kecantikan tidak dibutuhkan. Dapat merusak harkat dan martabat wanita, serta berbagai hal negatif lainnya. Kontes kecantikan juga dianggap tidak sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa sehingga sudah saatnya ditiadakan.

Reaksi ini wajar karena masyarakat Indonesia mendapatkan berita negatif tersebut hampir setiap hari. Terlebih, korban kekerasan seksual sering diundang di berbagai podcast, mulai dari Deddy Corbuzer, dr. Richard Lee, dan berbagai podcast dengan jutaan subscriber. Mereka juga diundang ke berbagai TV nasional untuk dimintai cerita yang telah mereka alami. Makanya, persepsi mengenai kontes kecantikan yang tidak aman bagi wanita sangatlah wajar.

Walau demikian, meniadakan kontes kecantikan di Indonesia bukanlah solusi. Banyak tenaga yang sudah bergantung pada industry kontes kecantikan di Indonesia. Banyak dampak yang dihasilkan dari kontes kecantikan. Salah satunya adalah Pembangunan berbagai sekolah yang diinisiasi oleh Maria Harfanti.

Ada pula berbagai pelaku kontes kecantikan yang hingga kini turut andil menggerakkan berbagai isu. Mulai lingkungan, kesehatan, olahraga, dan sebagainya. Semuanya menjadi salah satu hal positif dari adanya kontes kecantikan.

Masalahnya, kini semakin menjamur berbagai kontes kecantikan di Indonesia yang kurang jelas tujuannya. Ada kalanya, kontes kecantikan tersebut tidak mengutamakan advokasi untuk kebermanfaatan bagi banyak masyarakat tetapi hanya ajang untuk eksis dan mendapatkan pengakuan.

Dalam suatu talkshow di sebuah acara TV nasional, Angelina Sondakh, Puteri Indonesia 2001 memberikan sebuah statement yang cukup bagus. Dengan banyaknya kontes kecantikan yang ada, sudah saatnya pemerintah atau ada badan terkait yang dapat melakukan standardisasi. Artinya, ada batasan mengenai kontes kecantikan yang sesuai standar dan budaya Indonesia. Termasuk, standar kontes kecantikan yang berguna bagi masyarakat.

Ide ini cukup bagus karena bagaimana pun, budaya kita adalah budaya ketimuran yang luhur. Walau pemenang kontes kecantikan akan berlaga di internasional, tetapi untuk kontes kecantikan nasional perlu ada standardisasi. Tujuannya, agar kasus yang terjadi pada Miss Universe Indonesia tidak lagi terulang.

Nantinya, jika standardisasi itu bisa dilaksanakan, maka masyarakat juga bisa mendapatkan impact atau hasil dari pergelaran kontes kecantikan tersebut. Semisal, ada standar bahwa peserta kontes kecantikan bisa melakukan advokasi dengan target tertentu terhadap sebuah komunitas. Tentu, mereka akan berlomba dalam menyelesaikan masalah yang sedang terjadi di masyarakat.

Mereka bisa menjadi mitra pemerintah atau badan lainnya untuk menanggulangi masalah tersebut. Dengan gagasan yang mereka punya, mereka pun dapat menjawab berbagai tantangan sehingga inner beauty

Standardisasi ini juga penting karena semakin lama, pageant di Indonesia lebih menitikberatkan pada hal mahkota. Jika dulu ajang internasional dianggap sebagai bonus semata yang menjadikan pemenang mendapatkan pengalaman, kini seakan menjadi patokan utama. Alhasil, tujuan kontes kecantikan pun berubah dari yang bermanfaat bagi sesama menjadi bagaimana meraih mahkota dan posisi tertinggi di ajang internasional.

Perubahan ini juga didukung oleh penikmat kontes kecantikan yang menuntut pemenang kontes kecantikan mendapatkan mahkota atau placed tertinggi. Walau sang pemenang telah melakukan banyak tugas di dalam negeri, nyatanya belum cukup jika tidak meraih posisi.

Ada beberapa pemenang yang dirundung karena belum mampu masuk ke babak selanjutnya pada ajang internasional. Padahal, selama menjabat sebagai pemenang, ia telah melakukan berbagai advokasi yang luar biasa untuk masyarakat Indonesia. Semua kerja kerasnya seakan sia-sia karena ia tak mendapat posisi yang diinginkan oleh pecinta pageant.

Tidak salah memang menuntut para pemenang kontes kecantikan untuk meraih posisi tinggi dalam ajang internasional. Walau demikian, bukan berarti mengesampingkan usaha mereka dalam menjalankan tugas di dalam negeri. Jangan sampai ada pemikiran bahwa padatnya tugas di dalam negeri untuk mengabdi kepada masyarakat menjadi penyebab mereka gagal masuk jajaran pemenang di ajang internasional.

Persepsi ini akan memunculkan pemikiran bahwa ikut kontes kecantikan sejatinya hanya untuk mahkota dan kebanggaan. Itulah yang terjadi saat perpindahan lisensi Miss Universe dari Yayasan Puteri Indonesia (YPI). Asumsi pertama yang dibangun adalah Indonesia tak jua masuk ke jajaran top 5 atau pemenang karena sang Puteri Indonesia yang juga Miss Universe Indonesia terlalu sibuk dengan tugas dalam negeri.

Dengan perpindahan lisensi, saat itu banyak sekali pemikiran bahwa Miss Universe Indonesia akan fokus terhadap ajang internasional. Uniknya, pendukung pendapat seperti ini sangat banyak dan sering mencemooh ajang Puteri Indonesia yang kolot dan ketinggalam zaman. Nyatanya, apa yang mereka dengungkan saat itu malah berkebalikan saat ini.

Ajang Miss Universe Indonesia yang digadang akan melampaui Puteri Indonesia dan lebih mendapatkan pemenang yang jauh lebih unggul malah diguncang skandal internasional. Patokan untuk meraih mahkota dan mahkota akhirnya membuat persepsi masyarakat negatif kepada kontes kecantikan. Respon masyarakat pun menjadi penuh pertanyaan, apa sumbangsih ajang seperti ini bagi masyarakat? Jika tidak ada, maka sebaiknya ditiadakan saja.

Tentu, skandal yang terjadi menjadi momentum untuk menata kembali pageant di Indonesia. Paling tidak, pemerintah dan masyarakt tahu apa sih tujuan dari sebuah kontes kecantikan. Apakah hanya untuk kepentingan mahkota semata, berdedikasi untuk pendidikan, lingkungan, perdamaian, atau hal yang lain.

Dengan standardisasi yang jelas dan diterapkan oleh masing-masing pengelola kontes kecantikan, maka diharapkan ada perbaikan kontes kecantikan di Indonesia. Tak salah memang mengharapkan pemenang kontes kecantikan di Indonesia mendapatkan posisi bagus di ajang internasional. Namun, jika masyarakat tidak mendapatkan impact dari kontes tersebut, lantas untuk apa?

2 Comments

  1. Suka deh klo Mas Ikrom bahas tentang pageant, top!

    ReplyDelete
  2. rame banget kasus pelecehan finalis kemarin, biasanya nggak pernah ada berita negatif kayak gini. Semenjak di pegang si popy popy itu ya
    Kalau kayak gini, Indonesia jadi dilihat kesannya nggak prof banget

    ReplyDelete
Next Post Previous Post