Menjadi Caleg untuk Memaksimalkan Previlege, Yay or Nay?


Saya merasa cukup beruntung memiliki akses informasi yang bisa dibilang cukup mumpuni.

Walau tidak sebaik dengan rekan-rekan yang berada di ibukota, tetapi setidaknya saya tidak begitu ketinggalan jauh dalam mengakses informasi. Saya masih merasa beruntung dan bersyukur diberi kesempatan tinggal di daerah yang masih dapat dijangkau oleh paparan informasi – dalam hal apapun – dengan mudah.

Selain mudahnya mendapat informasi, saya juga merasa beruntung bisa mengolah informasi tersebut dalam bentuk konten atau sekadar status. Tidak semua orang bisa mendapatkan previlege seperti ini karena tentu perlu kecakapan khusus dan kemaukan keras untuk melakukannya. 

Previlege ini begitu saya yakini adalah pemberian Tuhan setelah saya melihat banyak orang yang belum bisa mengakses informasi dengan baik dan benar. Walau mereka sudah memiliki gawai, tetapi mereka belum tentu bisa memaksimalkan gawai tersebut untuk membuat konten atau menyampaikan informasi secara benar, runtut, dan akurat.

Previlege selanjutnya berkaitan dengan hal tersebut adalah mudahnya saya dalam memilah, mengolah, dan menata bagian-bagian rumit dalam sebuah informasi yang saya dapat untuk kemudian saya jelaskan dalam bentuk yang lebih sederhana. Walau terkesan tidak begitu penting, tetapi menurut beberapa ahli, seseorang yang mampu menjelaskan sesuatu hal rumit menjadi sederhana adalah sebuah keistimewaan tersendiri. Saya beruntung mendapatkan keistimewaan tersebut.

Maka dari itu, saya seakan memiliki tanggung jawab moral karena previllage yang saya miliki. Saya berpikir jika hanya saya saja yang menikmati previlege tersebut, maka rasanya kok tidak baik. Seperti orang yang punya harta melimpah tetapi hanya dinikmati sendiri.

Saya pun akhirnya membuat konten untuk menyampaikan informasi terkait transportasi umum kepada banyak orang. Tidak hanya membuat konten, saya juga menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk terlebih bagi orang yang pertama kali mencoba naik transportasi umum di sebuah kota.

Saya mencoba memanfaatkan previllage yang saya miliki dengan sebaik-baiknya. Ketika previlege tersebut saya gunakan dengan baik, maka saya yakin kebaikannya akan kembali kepada diri saya sendiri. Contohnya, saya mendapatkan teman atau keluarga baru dari orang yang sebelumnya tidak saya kenal.

Saya juga kerap menerima keluhan dari para penonton video yang saya unggah. Beberapa kali keluhan tersebut saya sampaikan kepada pihak yang terkait. Saya juga ingin meneruskan menggunakan previllage ini untuk perbaikan layanan umum.

Saya paham jika previllage untuk berkomunikasi dengan pihak terkait ini tidak saya maksimalkan, maka saya juga merasa ada yang kurang. Ada pesan yang terputus dari mereka yang membutuhkan dengan pemangku kebijakan.

Salah satunya adalah saat ada masalah bus Trans Jatim K2 kemarin. Ceritanya, bus Trans Jatim K2 yang menuju ke Mojokerto tiba-tiba rutenya diubah. Dari yang awalnya dimulai dari dalam Terminal Bungurasih menjadi Halte Medaeng. Padahal, perubahan ini sangat merugikan penumpang karena mereka harus merogoh kocek yang tidak sedikit untuk membayar sewa ojek di Medaeng menuju Bungurasih jika mereka akan oper ke bus lainnya.

Berbagai keluhan yang ada tidak ditanggapi dengan baik oleh pihak Trans Jatim. Saya pun akhirnya menulis sebuah artikel di Mojok.co yang direspon cukup baik oleh pembaca. Tidak hanya itu, saya juga mengirim pesan kepada beberapa anggota DPRD Provinsi Jawa Timur terkait hal ini.

Walau banyak yang tidak merespon, akhirnya ada salah satu anggota DPRD Provinsi yang merespon. Beliau akan meneruskan ini kepada komisi terkait dan akan mencoba untuk meminta keterangan dari pihak Dishub Jawa Timur. Saya merasa sangat senang akhirnya previllage yang saya miliki bisa benar-benar saya maksimalkan untuk kepentingan banyak orang.

Nah, beberapa waktu yang lalu ada rekan saya yang mengatakan kenapa saya tidak menjadi calon anggota legislatif (caleg). Yah paling tidak caleg DPRD Kota yang paling rendah dulu tingkatannya. Kata rekan saya, sayang jika previlege berupa channel YT dengan banyak subscriber atau tulisan yang kerap meledak tidak dimamfaatkan.

Saya sih belum berpikir ke sana untuk saat ini. Tidak hanya itu, saya tidak begitu sreg jika bergabung dengan partai politik mengingat untuk menjadi caleg adalah menjadi anggota partai politik. Kalau saja ada aturan caleg boleh mengajukan diri perseorangan seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maka saya pasti akan berpikir ke sana. Membayangkan masuk partai, menghafalkan yel-yel dan mars partai, serta harus tunduk pada AD/ART partai saja saya sudah malas.

Padahal, menurut saya, ketika seorang caleg berhasil menjadi aleg, ia harus mengakomodasi kepentingan semua golongan, tidak hanya partai atau yang memilihnya saja. Ia juga seharusnya berkehendak bebas melakukan kebijakan yang dirasa lebih pro kepada masyarakat luas.

Meski demikian, saya juga tidak menampik jika seadainya saya bisa duduk menjadi anggota dewan, pasti saya akan memiliki previllage lebih besar. Saya tidak perlu lagi susah payah memviralkan sesuatu hal yang kurang baik. Tinggal sidak saja dan melakukan rapat komisi untuk memanggil pihak terkait untuk memecahkan masalah yang ada. Saya akan punya power lebih besar.

Entah bagaimana ke depannya, yang jelas saya masih akan tetap menggunakan previllage saya sesuai kapasitas saya. Sambil membesarkan channel YT dan Tiktok, siapa tahu hidayah untuk menjadi caleg bisa saja tiba. Yang penting saya tetap meluruskan niat bahwa previllage ini harus saya gunakan untuk kepentingan orang lain.

Post a Comment

Next Post Previous Post