Lebaran dan Musim Penyakit

Ilustrasi. - Dok. Istimewa

Seminggu ini, rasanya hampir setiap orang sakit.

Setelah melakukan perjalanan mudik atau liburan dengan cuaca esktrem – sebentar panas sebentar dingin – maka kini orang-orang mulai bekerja. Apesnya, dengan kondisi yang masih belum prima, mereka harus berjibaku melakukan berbagai pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Rasanya, libur dan cuti lebaran tak cukup apalagi bagi mereka yang dilanda kemacetan.

Untung saja, saya mulai bekerja pada hari kamis kemarin. Tidak semepet orang-orang lainnya yang harus mulai bekerja pada hari selasa. Ada tambahan ekstra 2 hari untuk istrirahat dan tidak melakukan apa-apa. Ditambah lagi, saya menderita sakit demam yang parah gegara kehujanan saat bersilaturahmi pada hari kedua lebaran.

Pada hari sabtu, saat masih di Surabaya, saya sudah menunjukkan gejala tidak enak badan berupa sedikit batuk dan panas. Namun, saya malah berjalan-jalan ke hutan mangrove dan malamnya nongkrong di sekitar Graha Family. Pulang dari nongkrong, badan saya makin panas. Saya lantas mengonsumsi obat demam dan vitamin sebelum tidur.

Eh malah saya tak bisa tidur nyenyak. Saya menggigil dan badan saya makin panas. Berkali-kali saya ke kamar kecil untuk buang air kecil padahal sebelumnya tidak pernah. Saya baru bisa tidur menjelang subuh. Meski masih belum fit, saya harus segera ke Bungurasih untuk menuju ke Kediri.

Aduh, rasanya badan ini seperti zombie. Saya berjalan dan menghiraukan para calo yang menawarkan tiket. Saya langsung menuju lajur bus jurusan Kertosono-Kediri-Tulungagung yang sudah mulai ramai penumpang. Untung saja saya masih bisa dapat tempat duduk di dekat kaca sehingga saya bisa bersandar.

Saya tidak bergitu menikmati perjalanan karena badan saya meriang ditambah AC bus disetel sangat kencang. Asli, lama-lama saya bisa hipotermia karena saat itu bertepatan hujan sedang turun. Untung saja bus segera berjalan dan masuk tol. Cuaca pun kemudian berubah menjadi panas dan teriknya matahari langsung menghujam kulit. Saya merasakan perubahan cuaca ini amat ekstrem dan mungkin akan memperparah kondisi badan saya.

Saya beruntung lagi bisa tidur cukup lama sehingga saat bangun sudah ada di sekitar perbatasan Kediri-Kertosono. Saya pun turun di sekitar jembatan Sungai Brantas Kota Kediri untuk berpindah bus arah Nganjuk. Rasanya, badan ini sakit semua apalagi sambil menenteng tas superbesar. Memang mudik membutuhkan perjuangan luar biasa.

Apesnya, sopir bus tidak tepat menurunkan saya di tempat semesetinya. Jadi, saya harus jalan kaki sejauh 200 meter untuk sampai ke rumah almarhum nenek saya. Sebenarnya, ada acara reuni keluarga besar di rumah adik nenek saya. Acara pun sudah dimulai. Apa daya, saya butuh rehat sebentar dan selonjoran.

Setelah puas beristirahat, saya pun datang ke acara tersebut masih dengan rasa zombie. Orang-orang di sana kaget dengan kehadiran saya yang datang sendirian. Rupanya, keluarga saya dari Malang belum datang dan masih dalam perjalanan. Ya sudah, saya pun mengikuti acara meski dengan kepala yang sangat pusing. Sampai-sampai tante saya dari Bandung memijiti kepala saya dengan telaten. Duh, enak sekali pijatannya. Maklum saja, beliau membuka jasa pijat kepala di salonnya.

Saya menguatkan diri tetap berdiri tegak dan tidak ambruk saat acara salam-salaman dan foto bersama. Kalau nanti ambruk bisa menghebohkan orang satu kampung dong. Mana saat itu ada sekitar 500an orang yang datang. Bukan apa-apa sih, malunya itu lo dan bakal dikenang terus setiap ada pertemuan semacam ini.

Selepas acara, saya memilih langsung tidur di kamar sepupu saya. Saya enggak ikut keliling ke beberapa rumah keluarga jauh. Badan rasanya udah mau ambruk. Mana panasnya enggak ketulungan. Saya tidur selama sekitar 1,5 jam dan dibangunkan untuk pulang ke Malang. Ealah saya kira menginap ternyata langsung pulang. Ya sudah saya pun berkemas, berpamitan, dan masuk mobil.

Badan ini rasanya sudah tak bisa dibuat bergerak lagi. Maunya nyenden kaca dan tidur. Padahal saya ada rencana melihat baru di Kediri tapi apa daya tak ada tenaga. Saya bangun untuk ke toilet dan makan di warung. Lalu jalan lagi dan tiba-tiba saja sudah sampai Malang. Sungguh, perjalanan 3,5 jam seakan tak berasa selain kadang badan sedikit terpental akibat kontur jalan di sekitar Pujon, Nganntang, Kasembon, dan Batu.

Dua hari di Malang saya gunakan untuk full istirahat dan alhamdulillah hari Rabu saya udah mulai fit. Rupanya tidak hanya saya saja yang sakit. Orang-orang sekitar juga banyak yang sakit. Memang musim lebaran kali ini musimnya sedang tidak enak. Sebentar panas sebentar hujan.

1 Comments

  1. Akhir2 tahun ini lagi musim wabah penyakit, silir berganti penyakit menjangkit ke orang-orang

    ReplyDelete
Next Post Previous Post