Warkop, Andalan Kelas Menengah Bawah Masyarakat Surabaya

Warkop yang makin ramai. - Dok. Istimewa

Selain mendapat julukan Kota Pahlawan, Surabaya juga dikenal sebagai kota seribu warkop alias warung kopi.

Betapa tidak, hampir di setiap perempatan, pasti bisa kita temui warung kopi dengan jumlah kursi dan meja cukup banyak. Keberadaan warkop memang marak beberapa waktu terakhir. Jumlahnya semakin menjamur dengan pelonggaran aturan PSBB dan PPKM sejak melandainya kasus covid-19. Warga tidak lagi dibatasi untuk berkumpul dalam sebuah tempat dan bebas nongkrong kapan saja.

Selain memiliki kursi dan meja yang banyak, warkop memiliki berbagai fasilitas dasar yang sangat dibutuhkan oleh banyak kalangan. Mulai dari area parkir yang luas, wifi gratis, toilet dan musala, hingga colokan kabel yang cukup banyak.

Warkop juga bersaing dengan warung Madura yang buka 24 jam dan hanya tutup saat matahari terbit dari barat. Alias, saat hari kiamat tiba. Alhasil, kita bisa datang kapan pun untuk sekadar melepas penat, ngopi, ngobrol, atau melakukan apa pun selama tidak melanggar aturan hukum. Semisal, bermain judi dan melakukan tindak kejahatan lain.

Sebenarnya, dibandingkan dengan tempat nongkrong lain yang kekinian seperti kafe, warkop menjual menu yang biasa-biasa saja. Paling-paling ya kopi tubruk hitam, kopi susu, jahe, minuman kemasan, dan berbagai macam susu. Warung ini juga menjual aneka camilan dan gorengan sebagai teman ngopi.

Jika waktu makan tiba, warkop juga menjual nasi bungkus dengan berbagai macam lauk. Mulai dari telur dadar, ayam, bandeng, dan daging. Harganya pun sangat murah yakni antara 8 ribu hingga 10 ribu rupiah. Ada juga lontong balap dan soto jika warkop memilliki stand khusus bagi pedagang di luar pemilik warkop. 

Nah, saya sendiri menjadikan warkop sebagai tempat nongkrong sehari-hari untuk berbagai kegiatan. Mulai dari menunggu jemputan teman dari gereja, menyelesaikan pekerjaan, menulis  blog, mengedit video, atau menonton film. Warkop adalah cara murah untuk tetap bertahan hidup di Surabaya.

Dengan gaji yang ngepas UMR Surabaya, warkop bisa menjadi solusi untuk nongkrong berjam-jam tanpa takut untuk kehabisan uang. Paling-paling, untuk makan minum dan jajan paling pol habis 20 ribu. Kadang, saya pernah hanya menghabiskan 5 ribu untuk membeli segelas besar pop es dan susu padahal mengerjakan banyak tugas hingga 3 jam lebih.

Atas dasar itu, saya belum menemukan warkop yang sepi. Tiap jam ada saja orang-orang yang singgah. Entaj sekadar ngopi, menunggu orderan, atau menegrjakan tugas. Sebagian besar pelanggan adalah mahasiswa dan driver gojek. Mereka adalah pangsa pasar utama warkop STK di Surabaya Raya.

Para mahasiswa tentu saja mengerjakan tugas, nge-push rank gim online, atau bermain remi. Sementara, driver gojek menunggu orderan atau sekadar melepas penat sambil curcol dengan rekan sejawat. Warkop juga kerap menjadi tempat untuk COD berbagai penjualan. Mulai dari COD pakaian, ponsel dan aksesorisnya, segala hal tentang motor, dan bahkan barang terlarang.

Untuk barang terlarang ini memang menjadi rahasia umum bahwa warkop adalah tempat yang sering digunakan. Selain buka 24 jam, banyak cara bisa digunakan untuk bertransaksi di warkop. Salah satu yang paling umum adalah menyembunyikan barang terlarang di dalam rokok elektrik. Modus ini sempat terciduk aparat beberapa waktu yang lalu. Makanya, kini warkop wajib memasang CCTV 24 jam agar keamanan warga bisa terjamin. Realita itu saya dapatkan setelah mengobrol dengan seorang yang saya duga intel alias aparat keamanan di sebuah warkop.

Aneka macam nasi bungkus di warkop

Walau kerap dianggap sebagai tempat tongkrongan kelas menengah bawah, tetapi saya masih setia nongkrong di warkop. Selain murah, saya merasa tidak ada sekat antar pengunjung warkop. Berbeda dengan pengunjung kafe yang eksklusif dan individualis, saya merasa mendapat teman baru di sana.’

Semisal, saat saya lupa bawa charger ponsel, saya bisa meminjam sebentar orang di sebelah saya. Mereka kebanyakan mempersilakan saya menggunakan charger barang semenit sampai lima menit. Ada juga beberapa pengunjung yang lupa membawa korek untuk merokok, maka mereka tak segan meminjam korek kepada pengunjung lainnya.

Walau musik yang diputar adalah musilk dangdut koplo dengan biduan yang hot, saya tidak mempermasalahkan. Yang penting apa yang saya inginkan bisa terwujud yakni makan dan nongkrong murah. Tugas saya bisa selesai dan saya bisa mengisi daya ponsel saya. Biasanya, pemilik warkop memutar lagu dari orkes melayu yang saat ini sedang hits. Salah satunya adalah Adella. Maka, hingga sekarang di kepala saya sering terngiang chant dari Orkesn Melayu (OM) ini.

Aaaaaaadelllaaaaaaa…..

Entah mengapa, saya menjadi tidak selera lagi nongkrong di kafe. Selain harganhya menguras kantong, saya tidak merasa penuh setelah nongkrong di kafe. Saya lebih merasa semangat setelah melihat driver ojol yang melakukan sumpah serapah lantaran penumpangnya seenaknya sendiri, tetapi setelah ngopi di warkop malah lupa dengan kejadian tadi. Apalagi, kalau ia sudah bermain judi online, rasanya kejadian tadi bisa menguap begitu saja.

Rasa semangat semakin besar tatkala Persebaya Surabaya bertanding. Duh, rasanya warkop menjadi tempat nobar paling seru. Saya yang tak paham bola ikut juga euforianya apalagi jika ada pemain yang memasukkan gol ke gawang, rasanya lelah di badan setelah seharian beraktivitas hilang. Saya bisa melihat dari wajah bahagia dari para pengunjung wakrop terutama saat Persebaya Surabaya berhasil mengalahkan musuh bebuyutannya, Arema Malang.

Warkop bagi saya adalah rumah ketiga setelah kontrakan yang tidak bisa saya tinggalkan. Sehari tak ke warkop rasanya ada yang kurang. Meski saking tidak estetiknya saya jarang memotret suasana di dalamnya, tetapi saat di warkop saya mendapatkan banyak tenang dan ide untuk menuangkan tulisan dan menghasilkan karya.

1 Comments

  1. deket rumahku ada warkop STK.
    Tapi pengunjungnya mayoritas lakiiiii semuaaaaa
    pengin sesekali nyoba kopinya....tapi lah ngga ada pengunjung perempuan sama sekaliii 🤣

    ReplyDelete
Next Post Previous Post