Agar Tidak Terganggu oleh Serangan Informasi, Ini 3 Cara yang Saya Lakukan

Ilustrasi - Harian disway

Saya merasa, hidup di negara ini makin lama makin ngeri.

Ada saja huru-hara yang terjadi dan mulai mengelus dada. Mulai dari seorang diplomat muda yang meninggal dengan tidak wajar, penemuan mayat tanpa kepala yang diduga adalah pegawai Kemendagri, hingga berbagai huru-hara yang terjadi di sekitar kita bahkan di dekat lingkungan saya.

Terakhir, tentu tenggelamnya kapal KM Tunu Pratama Jaya yang hampir saya naiki pada akhir Juni lalu. Berbagai informasi yang masuk membuat saya parno dan ngeri untuk naik kapal feri ke Bali lagi. Informasi-informasi yang masuk seakan tanpa henti ke linimasa media sosial saya sehingga seakan susah untuk tidak membacanya.

Padahal, saya juga butuh ketenangan dan mengolah informasi yang saya dapatkan di otak saya dengan baik. Saya tidak mau informasi yang beredar tersebut mengganggu kegiatan saya. Namun, namanya hidup di tahun 2025, tentu saya membutuhkan informasi tersebut sebagai bahan pengetahuan dan pembelajaran serta agar tidak kuper terhadap sekitar.

Lantas, apa yang saya lakukan?

Pertama, membatasi waktu membaca informasi dan bermedia sosial.

Saya selalu memantau jumlah waktu layar di media sosial yang saya pakai, terutama Instagram, TikTok, dan YouTube. Ketiga media sosial tersebut menampilkan berapa lama waktu yang saya gunakan untuk melakukan scrolling lini masa.

Saya sangat ketat dalam membatasi waktu scrolling di Instagram dan TikTok. Alasannya, dua media sosial tersebut memiliki banyak lini masa yang tidak valid. Berbeda dengan YouTube yang tetap saya gunakan untuk melihat info dari kanal berita, seperti Kompas, Detik, Tempo, Kumparan, CNN, dan lain sebagainya.

Artinya, meski saya menghabiskan waktu lama di YouTube, saya masih memperoleh informasi yang valid. Beda halnya dengan lini masa yang saya tonton di Instagram atau TikTok yang kebanyakan dari portal media tidak jelas. Bahkan, banyak linimasa dari TikTok diunggah oleh akun dengan narasi tidak jelas sehingga timbul banyak pertanyaan dan pikiran buruk.

Biasanya, saya membatasi maksimal 1 jam untuk TikTok dan instagram serta 1,5 jam untuk YouTube. Namun, saya masih susah untuk membatasi pergerakan info dari Twitter yang lebih update dari tiga media sosial tadi. Kadangm waktu saya lebih lama untuk mencari berita di Twitter yang belum tentu saya dapatkan kebenarannya. Jika menurut saya sudah parah, maka saya akan mendeaktivasi sementara akun twitter untuk beristirahat.

Kedua, membaca buku

Dengan membaca buku, maka saya bisa mengalihkan distraksi informasi yang saya dapatkan. Pikiran saya akan teralih untuk membaca buku. Untunglah, kini sudah hadir aplikasi iPusnas yang bisa saya gunakan untuk membaca buku koleksi Perpustakaan Nasional.

Saya tidak perlu lagi menuju ke perpustakaan umum untuk membaca dan meminjam buku. Biasanya, saya meminjam buku novel secara online agar bisa saya baca dengan ponsel. Membaca buku juga cukup ampuh untuk mengurangi distraksi informasi akhir-akhir ini.

Ketiga, membuat konten

Tentu, membuat konten di blog atau Youtube juga saya lakukan untuk mengalihkan distraksi informasi yang saya dapat. Saat membuat konten, saya tentu menbutuhkan informasi untuk konten saya. Makanya, saya bisa lebih update informasi yang lebih penting daripada scroll info yang belum jelas.

Waktu yang saya gunakan untuk scroll informasi juga berkurang karena sudah habis untuk membuat konten. Saya juga merasa bahwa kita lebih bahagia untuk membagikan informasi daripada sibuk mencari informasi meski tentu kegiatan tersebut juga penting. Dengan membuat konten, saya juga yakin bahwa informasi yang valid harus tetap terjaga agar membuat banyak masyarakat terbantu daripada mengejar click bait saja.

Nah, itulah beberapa cara agar kita tidak capai dalam menghadapi distraksi informasi. Bagaimana dengan Anda?

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya