![]() |
Ilustrasi. - Bali Shanti |
Jika berwisata ke Pulau Bali, tentu kita harus siap dengan kehadiran banyak anjing-anjing yang berkeliaran di mana saja. Penduduk Bali yang mayoritas beragama Hindu memang sangat suka memelihara anjing. Bahkan, kata seorang warga Bali yang saya temui di sebuah halte Trans Metro Dewata, satu keluarga atau satu rumah bisa memelihara hingga 4 ekor anjing. Saat itu, saya sedang melihat dan merekam tingkah dua ekor anjing yang bermain di sekitar halte itu.
Anjing menjadi hewan kesayangan penduduk Bali. Tak hanya sebagai penjaga rumah, bahkan anjing sering dianggap sebagai salah satu bagian dari anggota keluarga. Sampai-sampai, ada adagium dalam satu keluarga terdiri dari ape, meme, putu, kadek, komang, ketut, dan I Bleki (nama anjing hitam). Tak heran, di setiap sudut pulau Dewata, rasanya hampir kita temui anjing.
Anjing juga menjadi salah satu kepercayaan penting dalam masyarakat Hindu. Konon, Yudistira memiliki anjing kesayangan yang setia mendampinginya hingga akhir hayatnya. Anjing tersebut dianggap sebagai penjelmaan dari Dewa Dharma (dewa keadilan). Saat akan menuju nirwana/surga, Yudhistira menolak jika tanpa didampingi oleh anjingnya. Tak heran, kepercayaan mengenai anjing sebagai teman setia begitu dipegang oleh masyarakat Bali.
Berbeda dengan masyarakat Bali, saya sebagai muslim tentu memiliki ajaran bahwa anjing adalah hewan yang memiliki najis berat. Namanya najiz mugholadoh. Najis ini merupakan najis dengan tingkatan paling berat. Untuk menyucikannya, tidak bisa hanya dengan air dan sabun, tetapi harus dengan campuran debu.
Praktis, hewan ini menjadi hewan yang begitu dihindari bagi muslim. Jangankan memelihara, menyentuhnya saja banyak orang muslim menghindarinya. Anjing derajatnya sama dengan babi yang juga begitu dihindari oleh umat muslim.
Namun, saya sendiri tidak antipati terhadap anjing. Saya tinggal di kontrakan yang hampir semua penghuninya beragama Nasrani dan memelihara 2 ekor anjing, Mau tak mau, suka tak suka, saya akhirnya juga terbiasa. Anjing-anjing tersebut memang lucu dan kadang menghampiri saya saat saya datang. Untung saja, biasanya mereka tahu lo kalau saya belum mandi jadi mereka dekat-dekat saya.
Setelah dijilati dan diendus oleh mereka, saya pun langsung membersihkan diri sesuai perintah agama Islam lalu mengunci rapat pintu kamar agar tidak didekati lagi. Kejadian ini hampir terjadi tiap hari dan saya sudah terbiasa. Saya juga tidak risau terkena rabies karena mereka sudah divaksin dan dijaga oleh pemiliknya, rekan saya sendiri. Kalau saya sedang tidak berkenan untuk didekati mereka, rekan saya juga langsung memanggil mereka.
![]() |
Seekor anjing tengah tertidur pulas di alun-alun Gianyar |
Nah, beda halnya saat saya liburan ke Bali. Sebisa mungkin, saya menghindari kontak fisik dengan mereka. Alasannya tak lain saya sedang jauh dari rumah/kontrakan. Untuk menyucikan najis dari mereka butuh effort yang lumayan. Sementara, saya harus sholat dan lanjut ke perjalanan berikutnya. Intinya, waktu saya tak banyak.
Selain itu, tak semua anjing di Bali adalah anjing peliharaan. Ada juga anjing liar yang belum jelas riwayat vaksinnya. Nah, kalau saya tak mau penyakit rabies berpindah ke tubuh saya karena terkena air liur dari anjing tersebut. Makanya, saya sangat menghindari berjalan kaki di tempat sepi dan memilih naik ojek online. Kalau di perumahan yang anjingnya ada pemiliknya saya masih oke oke saja.
Apesnya, saya sering kaget mendapati anjing yang sedang tertidur atau sedang berjalan di dekat saya tanpa saya sadari. Contohnya, saat saya duduk santai di Alun-alun Gianyar menunggu teman saya, eh tiba-tiba saya merasakan ada sesuatu yang bergerak. Ternyata, di bawah kursi tempat saya duduk, ada seekor anjing yang sedang tertidur pulas.
Saya pun kaget dan reflek bangkit menjauhinya. Hampir saja bersentuhan dengannya. Hari masih pagi agak riweh kalau mau membersihkan najisnya. Untung saja, anjing itu masih tertidur pulas hingga saya selesai bertemu teman saya.
Sebenarnya, anjing bukan hewan yang agresif kalau dia sehat. Dia tidak akan mengejar, menggigit, atau menjilat orang asing di sekitarnya. Saya malah lebih takut kucing yang sering agresif kalau saya sedang membawa makanan. Saya sering hampir dicakar kucing karena mereka mau makanan yang saya bawa. Kalau anjing lebih masa bodo dengan kehadiran kita asal kita tidak mengganggunya dan menimbulkan suara yang mengagetkan.
Populasi anjing yang cukup banyak terdapat di Terminal Ubung. Saat turun dari bus, kadang saya kaget sudah ada beberapa anjing yang bermain di dekat bus. Beberapa diantaranya bahkan bermain bersama sopir TMD yang sedang menunggu jadwal berangkat.
Intinya, saya sih tidak parno dengan anjing hanya saja jika di tempat yang jauh dari tempat tinggal sebisa mungkin menghindari kontak dengan mereka. Alasannya ya kembali ke ajaran agama Islam yang saya anut. Walau demikian, saya sangat salut dan hormat kepada warga Hindu Bali yang menyayangi anjing begitu luar biasa karena mereka juga pantas diperlakukan dengan baik.
Tags
Catatanku