![]() |
Ilustrasi by Grook |
Sejak pindah ke Krian, sebuah kota kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, saya harus kembali beradaptasi dengan lingkungan sekitar.Adaptasi yang saya lakukan tidak hanya sebatas adaptasi soal cuaca dan kebiasaan, tetapi juga dalam hal makanan. Sebelumnya, saya berdinas di Surabaya dengan segala fasilitasnya yang lengkap. Soal makanan, saya tinggal mencari warung terdekat dengan aneka rasa, harga, dan tampilan.
Jika saya sedang mager, saya tinggal memesan makanan melalui ojek online dengan dukungan fasilitas 24 jam penuh. Kemudahan ini membuat saya bisa menyesuaikan dengan working life yang kadang harus tetap lembur sampai larut malam. Bahkan, ada resto yang memang khusus buka sampai subuh agar bisa memenuhi kebutuhan para pekerja yang sering begadang.
Kemudahan semacam ini bagi saya cukup menguntungkan. Saya bisa menjaga mental health tetap waras karena tidak perlu repot mencari warung makan. Saya bisa tetap fokus bekerja sembari menunggu makanan yang saya pesan datang. Saat makanan tiba, saya tinggal mengambilnya di depan kontrakan. Pokoknya tinggal beres tanpa ribet drama.
Namun, sejak saya pindah ke Krian, kemudahan yang saya dapat sebelumnya tidak bisa saya gunakan lagi. Daerah ini memang bisa dikatakan cukup ramai dan menjadi persimpangan jalan dari berbagai kota. Mulai Surabaya, Malang, Semarang, Solo, Jogja, hingga beberapa kota di Jawa Timur lainnya. Pendek kata, daerah ini adalah daerah penting yang sering dilintasi oleh bus, truk, dan kendaraan lainnya.
Harusnya, secara logika, daerah ini juga ramai dengan aneka warung makan. Banyak resto pun saya lihat juga buka. Bahkan, ada beberapa franchise waralaba nasional yang membuka cabang di sini. Saya sih mulanya menganggap akan bisa beradaptasi dengan cepat.
Rupanya dugaan saya saya salah. Entah memang lagi apes, saya sering kesulitan untuk mencari driver ojek online jika akan memesan makanan melalui aplikasi. Seringkali, saya mendapatkan driver yang cukup jauh. Kadang di sekitar Taman, atau bahkan sampai dekat perbatasan dengan Kabupaten Mojokerto.
Di satu sisi, saya juga malas untuk keluar kontrakan dan ingin berbagi rezeki dengan para driver ojek online. Di sisi lain, saya juga keburu lapar dan harus segera menyelesaikan pekerjaan saya. Maklum, otak saya susah bekerja kalau sedang lapar. Yah namanya otak pasti butuh nutrisi dan baru bisa terpenuhi dari asupan glukosa yang dipecah dalam makanan. Untuk itulah, saya mulai jarang menggunakan ojek online jika sedang sangat lapar dan butuh asupan nutrisi segera.
Alhasil, saya pun harus mencari warung baru di sekitar kontrakan. Sebenarnya, ada beberapa warung cocok di lidah saya. Sayangnya, mereka hanya buka dari pagi sampai sore. Mereka tutup saat malam hari, saat saya sedang butuh asupan makanan ekstra demi melembur kerja.
Warung yang buka malam hari memang banyak yang enak. Sayang, kebanyakan menjual makanan dengan menu pedas. Kalau tidak pedas, ya menu yang menjadi pantangan bagi saya sebagai penderita GERD. Susah memang jika sudah punya GERD tapi harus tetap makan di malam hari.
Saya pernah makan nasi pecel yang enak sekali saat malam hari, tetapi pedesnya cukup bikin lidah terbakar. Saya akui masakan pemilik warung itu enak, tetapi akhirnya GERD saya kambuh. Ada juga warung yang menjual rawon yang cukup gurih. Saya sempat mencoba sekali, tetapi menyerah karena kandungan biji kluwek pada rawon membuat gas di lambung meningkat. Saya malah jadi sering sendawa dan akhirnya harus meminum antasida. Repot kan jadinya?
Pernah sekali saya nekat meminjam motor untuk mencari warung yang agak jauh dari kontrakan. Bukannya dapat makanan, saya malah ketemu orang-orang mabuk di persimpangan jalan. Sebenarnya mereka tidak mengganggu saya, tapi namanya saya sendirian ya takut juga kalau diapa-apakan. Belum lagi, kondisi jalan yang gelap dan minim penerangan membuat saya was-was. Daerah ini juga terkenal dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi.
Saya baru berani keluar mencari makanan jika ada rekan yang mengajak. Kebetulan, rekan satu kontrakan badannya besar-besar sehingga saya bisa merasa aman. Yah semacam dikawal bodyguard. Kalau begini, saya bisa menemukan makanan kesukaan saya seperti sayur sop atau soto dengan rasa yang enak dan GERD-friendly.
Untung saja. Beberapa waktu yang lalu saya menemukan catering rumahan yang bisa mengantar makanan ke kontrakan saya. Tanpa pikir panjang, saya segera langganan meski hanya untuk makan malam. Saya cocok dengan menu masakan rumahan yang disajikan. Saya juga bisa request menu masakan yang tidak pedas. Kadang, jika porsinya sedang banyak, menu tersebut bisa saya simpan di kulkas untuk saya buat sarapan keesokan harinya.
Katering makanan tersebut cukup menolong saya. Kini, saya tak perlu lagi risau mencari makan saat malam hari. Kalau mereka sedang akan libur, biasanya mereka menawarkan makanan yang tahan selama beberapa hari. Saya bisa membelinya lalu saya hangatkan. Drama mencari makanan di kota kecamatan pun berakhir.
Tags
Catatanku