Peripih, Benda Penting Layaknya “Chip” pada Sebuah Candi

pengunjung candi badut
Pengunjung berfoto di Candi Badut Malang

Banyak orang memaknai fungsi dari sebuah candi.

Ada yang memaknainya sebagai tempat pemujaan dewa atau Sang Hyang. Ada yang memaknai sebagai tempat pendharmaan (tempat menyimpan abu) seorang raja atau bangsawan yang berpengaruh. Dan ada pula yang memaknai candi hanya sebagai sebuah bangunan elok yang bisa dijadikan spot fotografi. Entah berswafoto, prewedding, atau pun untuk kegiatan sinematografi.

Namun, pernahkah terpikir bahwa mengapa di sebuah tempat bisa berdiri candi? Atau, mengapa sebuah candi bisa berdiri di tempat tertentu dan tidak di tempat lain? Mengapa pula, banyak candi yang justru berdiri di daerah dengan ketinggian yang cukup esktrem yang sulit dijangkau oleh manusia? Mengapa para pendiri candi tidak mendirikannya di tempat yang datar dan dekat pusat keramaian? Di pusat kota misalnya.

Pertanyaan ini timbul dari benak saya ketika mengujungi beberapa candi, baik di Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Misalkan Candi Badut yang amat dekat dengan rumah saya dan dikelilingi pemukiman padat. Atau, Candi Bangkal yang imut berdiri sendiri diapit persawahan. Pun juga dengan Candi Gedung Songo Semarang yang berada di kaki gunung dan butuh tenaga ekstra untuk mendatanginya. Pertanyaan pun kembali muncul. Mengapa candi-candi tersebut dibangun di tempat dengan kondisi geografis yang berbeda?

Penentuan Lokasi Candi Tidak Bisa Sembarangan

Adanya kepercayaan orang zaman dulu, baik Hindu-Buddha maupun lokal bahwa pembangunan candi tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada seleksi ketat suatu tempat layak dibangun sebuah candi. Jika dianologikan dengan sekarang, ada seleksi ketat terhadap tuan rumah penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas.

Seleksi ini tentu memerhatikan banyak hal semisal apakah tempat tersebut aman untuk dibangun sebuah candi. Serta, seberapa positif energi yang dimiliki oleh tempat tersebut. Hal yang tak kalah penting lainnya adalah hubungan antara bentang alam yang mengelilingi candi juga menjadi dasar pemilihan. Gunung adalah bentang alam yang sering dijadikan patokan karena menurut kepercayaan Hindu, gunung adalah tempat bersemayamnya para dewa. Inilah alasan banyak candi dibangun di daerah pegunungan dengan kontur yang cukup ekstrem. Yang untuk mendakinya, saya harus menghela nafas dengan pelan.

candi gedung songo di pegunungan
Mengapa banyak candi di bangun di pegunungan seperti Candi Gedung Songo

Untuk itulah, sebelum sebuah candi dibangun, sebuah upacara pun dilakukan. Dalam upacara tersebut, akan ditanam sebuah benda yang disebut dengan peripih. Benda inilah yang akan menjadi inti dari sebuah candi. Lantas, apa itu peripih?

Tak Hanya Komputer, Candi pun Juga Diberi “Chip”

Peripih adalah benda yang diletakkan di sebuah wadah untuk ditanam para pembangun candi di tempat tertentu. Biasanya, peripih diletakkan di bagian kaki candi. Tepatnya, di bagian sumuran candi yakni sebuah lubang dengan bangun persegi. Kalau kita berada di sebuah Mall, letak peripih ini bisa dianalogikan di bagian basement yang biasanya sering digunakan untuk tempat parkir.

Makanya, jika diamati dari luar, keberadaan sumur candi ini tidak terlihat dari luar karena tertutup oleh lantai garbhagraha dengan pedestal (alas candi), asana, serta arca. Ini mirip dengan letak basement yang tak terlihat dari luar Mall karena tertutup oleh bangunan lantai 1. Tetapi, ada juga peripih yang diletakkan di pinggir-pinggir pintu masuk, atau di bawah kemuncak.

reruntuhan candi badut
Sunuran Candi Badut Malang. Peripih biasanya ditanam di dalam sumuran terssebut.

Peripih dimasukkan di dalam sebuah kotak yang disebut dengan kotak peripih. Benda yang digunakan sebagai peripih beraneka ragam sesuai kepercayaan dari pembuat atau pembangun candi tersebut. Biasanya berupa uang keping dinasti kerajaan tertentu. Peripih dengan benda ini sering ditemukan dan bisa menjadi pertanda untuk memperkirakan kapan sebuah candi dibangun. Misalkan pada Dinasti Syalilendra dan Sanjaya Kerajaan  Mataram Kuno atau dinasti lainnya. Peripih pun bisa membantu para ilmuwan untuk mengetahui umur candi yang baru saja ditemukan.

struktur peripih candi
Peripih diletakkan di bagian paling bawah dan dalam - Kemendikbud


peripih candi sukuh
Kotak peripih yang ditemukan di Candi Sukuh. - Kemendikbud

Selain uang keping, peripih juga bisa berupa tulang, mantra, rajah, rempah-rempah, dan bumbu dapur, serta beberapa benda lain. Jenis benda yang digunakan sebagai peripih pun juga dipengaruhi oleh tujuan pembangunan candi tersebut. Ini juga bisa dianalogikan dengan tujuan sebuah bangunan didirikan. Untuk candi yang digunakan sebagai perlambang kesuburan, maka isi peripih adalah biji-bijian atau rempah-rempah. Candi Gununggangsir Pasuruan adalah salah satu contohnya.

Candi Gununggangsir yang melambangkan kesuburan. Peripihnya biasanya berupa tanaman.

Sedangkan, untuk candi yang digunakan sebagai tempat memuja dewa, peripih yang digunakan adalah nawaratna, atau sembilan permata. Sembilan permata ini merepresentasikan sembilan penjuru mata angin. Lha kok bisa sembilan bukannya delapan? Arah mata angina ini termasuk pula pusat sehingga delapan arah mata angin ditambah satu.

Maka dari itu, peripih juga disebut sebagai jiwa sebuah candi. Ia juga sebagai “chip” yang akan bersatu dengan candi sehingga kesucian dan tujuan pembangunan candi tersebut bisa terlaksana dengan baik. Dari sini dapat dipahami, sebelum kita mengagumi betapa hebatnya arsitektur sebuah candi, maka kita harus juga takjub dengan adanya peripih ini. Tanpa adanya peripih, candi hanya akan menjadi sebuah bangunan besar tanpa makna seperti bangunan biasa yang terbengkalai.

Penemuan peripih menjadi euforia para peneliti

Dalam penemuan berbagai candi di Indonesia, penemuan peripih bisa menjadi sebuah penemuan yang menarik perhatian para peneliti. Selain mereka bisa menyingkap tabir mengenai usia dan makna pembuatan candi, biasanya penemuan peripih diikuti dengan penemuan benda lain yang masih berhubungan dengan candi tersebut. Arca misalnya.

saluran air candi jawi
Penemuan peripih biasanya diikuti penemuan lain seperti saluran air. Seperti di Candi Jawi Pasuruan yang dikelilingi saluran air.

Pada penemuan peripih Candi Kedulan di Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah penemuan sumber air dengan debit yang sangat deras menjadi perhatian tersendiri. Banyak spekulasi yang berkembang akan keberadaan candi yang sangat dekat dengan sumber air ini. Betapa orang zaman dulu amat detail dalam menentukan lokasi candi sehingga bisa berdiri di tempat yang sesubur itu.

Peripih Hilang Jiwa Candi pun Ikut Hilang

Lantaran peripih sebuah candi berfungsi sebagai “chip” atau jiwa sebuah candi, maka jika keberadaannya hilang secara otomatis jiwa dari candi sebuah bangunan suci itu hilang. Pada beberapa candi sudah tidak ditemukan peripih dari candi tersebut.

Ada beberapa pendapat bahwa hilangnya peripih candi tersebut disebabkan oleh adanya orang dari kepercayaan baru yang sengaja merusak peripih tersebut. Namun, pendapat ini segera terbantahkan. Peripih dari suatu candi justru sengaja dihilangkan oleh para pemuja candi tersebut. Tujuannya, agar “jiwa suci” dari sebuah candi tersebut tidak hilang bersamaan dengan rusak atau hilangnya candi tersebut. Penyebabnya bisa beragam seperti bencana alam dan peperangan. Candi di sekitar lereng Gunung Merapi adalah beberapa diantaranya. Peripih candi tersebut sengaja dibawa untuk diselamatkan sebelum mereka mengungsikan diri.

Candi Bangkal Mojokerto yang mulai rusak. Biasanya, peripih diambil pada candi yang akan mengalami kerusakan akibat bencana alam

Dalam konteks yang berbeda, taktik pembumbihangusan sebuah kota saat revolusi fisik pun bisa sedikit menjadi pembanding. Para pejuang akan membakar dan merusak bangunan di sebuah kota sebelum mereka mengungsi akibat tentara Belanda menyerbu kota mereka. Maka, kita mengenal istilah Halo-Halo Bandung eh Bandung Lautan Api. Dari sini, peripih juga bisa dimaknai sebagai inti dari inti sebuah candi. Bagian paling amat penting dari sebuah candi layaknya DNA pada tubuh manusia.

candi ijo pemugaran
Seorang pekerja memasang tali untuk menata batu pada dinding candi saat pemugaran Candi Ijo, akhir 2015. Foto ini saya ambil saat Candi Ijo belum banyak terekspose oleh wisatawan dan masih sangat sepi.

Dalam kaitannya dengan ajaran agama Islam, saya memaknainya sebagai sebuah selamatan jika kita akan membangun atau menempati rumah baru. Dengan membaca tahlil, yasin, dan doa lain sebelum menempati rumah, maka diharapkan rumah tersebut akan memiliki “jiwa” yang baik untuk ditempati. Terlebih, jika rumah tersebut pernah kosong dalam waktu lama. Jiwa itu lebih baik tetap kita jaga dengan beribadah di rumah seperti salat dan membaca Al-Quran.

Jadi, sudah siap berjalan-jalan ke Candi dan menemukan peripihnya?

Sumber : (1) (2) (3) (4) (5)

 

24 Comments

  1. Saya masih terkagum-kagum oleh kecerdasan dan kehebatan para pembangun candi. Di luar dari desainnya yang elegan, ternyata struktur bangunannya juga kompleks, ya. Luar biasa!

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar, kecerdasan dan kehabatan orang zaman dulu memang tiada habisnya

      dan sangat memerhatikan detailnya

      Delete
  2. Boa tarde. Parabéns pelas fotos. São maravilhosas.

    ReplyDelete
  3. Wah.. Kerwn juga ya ternyata. Betap orang zaman dulu nggak sembarangan milih tempat. Saya sampai terkagum-kagum lhu bacanya. Belajar sejarah gini emang asyik, jadi tahu banyak hal tentang masa lalu yang ternyata nggak sekuno dan sesederhana yang kita pikir, buktinya peripih ini. Saya baru tahu sekarang.

    ReplyDelete
  4. Nggak nyesel nge-klik post ini, benar-benar menambah pengetahuan saya! Salut banget sama orang jaman dahulu, sampai memperhatikan segitu detilnya dalam proses pembuatan candi.
    Nggak kebayang juga proses pembuatan candi bisa sampai jadi besar gitu gimana padahal pada masa itu belum ada alat berat yang keren kayak sekarang.
    Duh, nggak kebayang banget! Baru tahu juga kalau candi ada semacam jiwa-nya dalam bentuk peripih.
    Aah benar-benar artikel yang bermanfaat banget 😭

    ReplyDelete
  5. Aku baru tahu kl candi ini mempunyai bagian peripih layaknya chip. Hhh
    Selama main ke candi cm kagum dg bangunan megah dan kokohnya, hhh

    ReplyDelete
  6. Wah baru tau saya kalo ada benda semacam peripih yang dipasang di bagian bawah candi. Berarti sampai detik ini juga masih ada ya peripih modern yang ditanam di bagian bawah gedung. Untuk tujuan tertentu.

    Hebat udah pernah ke candi, saya malah belum pernah sama sekali

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya saya juga baru tau beberapa saat lalu
      coba aja mas

      Delete
  7. Baru tahu istilah peripih mas..jadi semacam jiwa candi ya. Kalau peripih mggak ada auranya pun hilang gitu ya? Kalau saya sempat memgira, candi dibangun di tempat yang tinggi aka pegunungan itu kareba dekat dengan bahan bakunya. Yaitu batu gunung...he3..ulasannya menarik. Saya juga suka wisata candi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisa dikatakan seperti itu
      kesuciannya tidak sama dengan saat ada peripihny agar kalau rusak tidak terkotori

      Delete
  8. Ini membuktkan kalau "perhitungan" sudah dimulai sejak dulu ya mas. BTW sama seperti bangunan-bangunan di tanah jawa saat ini mungkin ya, saat membangun rumah, disisipkan sedikt emas untuk membuatnya nampak cantik. Entahlah

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya salah satu yang masih tersisa adalah kepercayaan orang jawa saat membangun rumah
      bisa jd ini akulturasi dari peripih ini

      Delete
  9. Kalau udh ngomongin candi. Baik yg kecil sama yg gede selalu berhasil terkagum2 sama bentuknya yg unik..
    Btw candi songo saya prnah kesana.. jalannya Ya Ampuuunnn enggappp ditambah hawanya itu dingin banget. Udh pernah muter2 tpi kalau diitung candinya selalu mentok di 8...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas susah banget mendakinya
      yg 9 katanya sih dimakan anoman
      tapi ya gatau lagi sih hehe

      Delete
  10. Nah, tentang peripih yang letaknya ada di dasar candi ini pernah kusimak juga infonya di museum candi Prambanan.
    Dari situ aku tau jika pembangunan suatu candi di masa itu bukan asal-asalan membangun sebuah candi.
    Ada proses ritualnya terlebih dahulu.

    Adat yang diajarkan leluhur sejak ribuan tahun silam itu sekarang ini masih terjaga dan dipraktekkan saat pembangunan rumah di pulau Jawa. Entah kalau di wilayah lain.
    Di tanah Jawa, pada pelaksanaan pembangunan rumah selalu ditempatkan semam sesaji di wuwungan rumah.
    Diantaranya : padi, pisang dan lain-lainnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas wuwungan
      makasih tambahannya
      ini masih jadi kebudayaan masyarakat jawa sampai sekarang

      Delete
  11. Ini saya sejak dulu masih merasa kayak, buset, orang dulu bisa jago bet ya bikin candi yang pasti bukan sekedar candi doang ._.

    ReplyDelete
  12. Ternyata para leluhur lebih canggih daripada sekarang

    ReplyDelete
Next Post Previous Post