Liburan Sendirian ke Banyuwangi (Bagian 4): Pantai Boom dan Pantai Cemara

Pantai Cemara Banyuwangi
Pantai Cemara Banyuwangi

Akhirnya saya bisa ke pantai!

Itu yang saya target selama merencanakan pergi ke Banyuwangi. Walau pantai yang saya kunjungi ya bisa dibilang amat dengan pusat kota, itu tak masalah. Yang penting kan ke pantai.

Pantai pertama yang saya kujungi adalah Pantai Boom. Pantai ini terletak dengan pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo. Jadi, bisa dikatakan pengelolaan pantai ini masih berada pada naungan PT Pelindo. 

Baca juga: Bagian 3

Pantai Boom

Hanya butuh waktu 5 menit dari Taman Sri Tanjung untuk sampai di pantai ini. Amat berbeda jauh dengan pantai di Malang yang butuh waktu sekitar 1,5 jam. Ya iyalah, kan pusat Kota Banyuwangi memang dekat pantai.

Sayangnya, jalan menuju lokasi pantai saat itu sedang diperbaiki. Berbagai alat berat pun berseliweran. Jalanan menjadi amat berdebu dengan banyak kerikil halus. Untunglah, jalan menuju tempat parkir tidak jauh. Kami sudah sampai dan hanya perlu membayar tiket masuk sekaligus parkir sejumlah 5.000 per orang.

Lantaran dekat dengan pusat kota, tentu pantai ini amat ramai. Arena bermain anak-anak sudah penuh dengan keceriaan wajah-wajah mungil yang menikmati hari Minggu itu. Saya mulanya ingin duduk di sebuah kursi pantai yang dihiasi payung. Namun, Mas Setiawan mencegah saya karena ternyata untuk duduk di kursi tersebut kita harus membayar sebesar 10.000 rupiah.

Pantas saja, ketika saya memandang deretan kursi tersebut, tak banyak yang terisi. Hanya beberapa pengunjung saja yang memanfaatkannya. Tentu, dengan tujuan mencari pose terbaik untuk kenangan dalam jejaring sosial mereka. Walau demikian, bukan keelokan kursi pantai saja yang membuat saya kepincut dengan pantai ini. Melainkan, kebersihan pantai yang amat terjaga.

Kanal di pantai Boom Banyuwangi
Kanal di pantai Boom Banyuwangi

Untuk ukuran pantai yang murah dan ramai didatangi orang, pantai ini bisa terbilang bersih. Tak banyak sampah berceceran di sana. Padahal, pedagang makanan dan minuman pun juga banyak yang menyediakan aneka jajanan bagi pengunjung.

Mas Setiawan mengajak saya ke bagian lain dari pantai ini.  Berupa sebuah kanal kecil yang menghubungkan dengan pemukiman nelayan dengan laut lepas. Berbagai bentuk kapal nelayan tertambat di sana. Ah, asyik sekali. Tentu, saya tak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memotret diri. Dengan latar sebuah gunung yang ada di Pulau Bali, beberapa jepretan pun saya ambil. Ya, inilah ujung timur Pulau Jawa tempat saya berdiri. Terminasi dari pulau paling padat penduduknya di Indonesia.

Kanal di pantai Boom Banyuwangi
Memotret Bali dari Banyuwangi

Angin bertiup cukup kencang tetapi air laut tampak tenang. Jadi, para nelayan bisa hilir mudik berlayar menuju Selat Bali yang merupakan salah satu selat tersibuk di Indonesia. Saya sempat akan duduk di sebuah gazebo yanga da di sana. Namun, ada beberapa pengunjung yang sudah mendudukinya dahulu. Pantai ini benar-benar ramai bahkan di spot yang saya kira sepi.

Kanal di pantai Boom Banyuwangi
Gazebo Pantai Boom

Saya kembali ke bagian yang dekat kursi pantai tadi. Saya beruntung mendapatkan kursi kosong di sana. Angin masih bertiup sepoi-sepoi. Saya pun makan ciki dan meminum air yang saya bawa. Senang ya kalau bisa tiap minggu ke pantai begini. Apalagi pantainya murah dan bersih. Namun ternyata, kata Mas Setiawan masih ada satu pantai lagi yang bagus. Saya langsung penasaran dong dan memutuskan segera angkat kaki dari Pantai Boom tersebut.

Pantai Cemara

Pantai selanjutnya yang saya tuju adalah Pantai Cemara. Meski masih bertada di kota, tetapi jaraknya cukup jauh juga. Sekitar 15 menit berkendara dari Pantai Boom untuk tiba di sini. Melewati beberapa pemukiman nelayan dengan beberapa rumah khas using yang memenuhinya, saya cukup takjub dengan orang Banyuwangi yang masih memertahankan tradisi.

Saya sudah menyiapkan mental ketika Mas Setiawan mengatakan bahwa jalan menuju pantai ini masih jelek. Rupanya pemikiran tersebut salah karena ternyata jalannya baru saja diperbaiki. Lebih tepatnya telah diakukan pavingisasi.

Bisa ditebak, pasti banyak pengunjung yang datang. Itu terkihat dari mobil dan motor yang menyesaki tempat parkir yang berada di sekitar pemukiman nelayan. Baiklah, meski saya kurang suka pantai yang ramai, tetapi karena sudah terlanjur datang jauh, ya apa boleh buat.

Pantai cemara Banyuwangi
Hutan Mangrove

Rupanya saya tak boleh kecewa. Lantaran, saya hanya perlu membayar total 6 ribu rupiah dengan rincian 2 ribu untuk parkir motor dan 4 ribu rupiah untuk tiket masuk 2 orang. Jadi, harga tiket masuk pantai ini hanya 2.000 rupiah saja. Lah, murah amat? Saya membandingkan dengan pantai selatan Malang yang berkisar 10 ribu hingga 25 ribu rupiah. Meski demikian, tidak etislah membandingkan dua hal yang sebenarnya tidak perlu dibandingkan. Kan tiap pantai memiliki keunikan masing-masing.

Tiket Pantai Cemara
Tiket Pantai Cemara

Saya langsung menyanyi lagu Hati Gembira karya AT Mahmud karena saking girangnya mendapat tiket murah masuk ke pantai. Ya itung-itung pengiritan. Kami melewati hutan bakau dulu sebelum sampai di pantai. Tenyata pantai ini memiliki banyak pohon cemara udang sehingga disebut Pantai Cemara. Pantai ini juga merupakan kawasan konservasi penyu sebelum dilepaskan ke habitatnya.

Pantai cemara Banyuwangi
Pohon Cemara udang di Pantai Cemara Banyuwangi

Saya langsung berfoto di beberapa spot foto menarik yang ada di bibit pantai. Mulai dari patung penyu, kursi pantai, dan lain sebagainya. Nyatanya, spot foto tersebut tak banyak dilirik oleh pengunjung. Mereka lebih banyak duduk bersantai di bawah pohon cemara udang yang rindang. Ada juga anak-anak yang bermain layang-layang tepat di pinggir pantai.

Pantai cemara Banyuwangi
Spot berfoto

Dengan latar Pulau Bali di seberang lautan, saya kok jadi kepingin ya. Meski demikian, darimana saya dapatklan layang-layang? Ah sudahlah, melihat mereka bermain saja suah membuat saya senang.

Pantai cemara Banyuwangi
Anak-anak bermain layang-layang di pinggir pantai

Saya memutuskan untuk ke deretan warung makan karena memang sudah lapar. Ekspektasi pantai ini yang ramai ternyata tidak sepenuhnya benar. Entah apakah pantainya memang luas, tetapi saya masih bisa mendapatkan tempat duduk lesehan.

Saya dan Mas Setiawan pun memesan makanan. Dan saya mendapat kejutan lagi. Makanan di sana murah-murah harganya. Tak sampai 10 ribu rupiah. Saya membeli nasi tahu telur hanya 8 ribu ditambah teh hangat 2 ribu. Sementara, Mas Setiawan membeli rujak soto – makanan khas Banyuwangi berupa campuran rujak dan soto – seharga 7 ribu rupiah. Plus es teh hanya 3 ribu rupiah.

Saya masih tenganga mengapa Banyuwangi bisa seasyik ini. Iya bagi saya asyik karena mereka benar-benar menjamu wisatawan yang datang. Dengan harga murah tetapi kualitas maksimal. Kalau melihat pantai ini yang juga bersih dan hampir tak ada sampah sama sekali, saya juga semakin ternganga. Bagaimana bisa mengembangkan dan merawat dunia pariwisatanya?

Menurut Mas Setiawan, ini berkat peran Bupati yang sejak menjabat tahun 2010. Menurutnya, Banyuwangi tak boleh lagi sebagai tempat transit atau tempat (maaf) buang hajat wisatawan yang akan ke Bali. Walau tidak bisa menyamai Bali secara maksimal tetapi usaha keras untuk menjadikan pariwisata kabupaten terluas di Jawa Timur ini harus segera digalakkan.

Pantai cemara Banyuwangi
Rujak Soto
 

Maka, beragam pantai indah pun bermuculan. Berbagai penginapan murah dan nyaman pun berdiri. Jalan menuju tempat wisata diperbaiki. Dan yang tak kalah penting adalah manajemen wisata yang baik. Tiket yang murah dan kebersihan terjaga. Kebetulan, Mas Setiawan juga bergabung dengan relawan pantai yang setiap Sabtu membersihkan pantai secara rutin dan sukarela.

Menurutnya, peran masyarakat juga amat diperlukan. Tak hanya itu, sebagai pemandu wisata, ia juga diminta melaporkan jika ada hal-hal tak baik selama menemani tamunya. Semisal, jika ada petugas yang mematok harga tiket lebih tinggi dari harga yang disepakati. Atau, jika ada perlakuan mereka yang kurang baik. Saya semakin takjub. Pantas saja, dalam beberapa tahun belakangan, nama Banyuwangi melesat. Tidak singgah dan beriwsata ke Banyuwangi saat ke Bali – terutama jika lewat darat – rasanya rugi sekali.

Saking asyiknya berbincang dan menyantap makanan, tak terasa waktu menunjukkan jam 4 sore. Saya harus segera kembali ke penginapan untuk mempersiapkan baju dan barang sebelum pulang ke Malang keesokan subuhnya. Terlebih, tiba-tiba saja gerimis turun. Kami pun bergegas ke tempat parkir dan tak sempat ke tempat penangkaran penyu. Ah tak apalah.

Namun, saat sampai di jalan dan gerimis mereda, saya membuka ponsel. Saya lihat waktu masih jam 3 sore. Lah, kok bisa?

Ya bisalah. Banyuwangi kan titik paling timur dari zona waktu WIB. Pantas saja zona waktu ponsel akan berubah otomatis meski belum berada di Bali. Saya ngakak dan mengatakan hal ini pada Mas Setiawan. Ia pun menawarkan saya ke tempat wisata lain yang masih bisa dijangkau. Saya sih mau saja.

Ke manakah saya akan menuntaskan jalan-jalan ini?

Tunggu ya kelanjutannya.

20 Comments

  1. Wah masa pandemi udah bisa beranjak ke pantai, tentunya asyik sekali ya mas, btw itu pohon cemara nya keren juga, sama seperti pantai panjang bengkulu.
    Jajannya yang gak bikin kantong jebol, murah meriah gak sampe 10ribu amazing. Udah makan murah dapat suasana pantai lagi keren daah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jalan jalan ini pada tahun 2018 atau awal 2019 kang Andy, jadi bukan saat masih pandemi.😃

      Delete
    2. sudah dijawab mas agus ya mas andi hihi

      Delete
  2. Sudah lama saya tidak pergi ke pantai. Munkin terakhir kali beberapa tahun yang lalu. Apalagi selama pandemi ini serasa malas untuk pergi jalan-jalan. Tapi membaca artikel ini dan melihat-lihat fotonya sudah cukup untuk menyegarkan mata.

    ReplyDelete
  3. Saya baru tahu kalo pulau Bali itu bisa terlihat dari pantai boom Banyuwangi, kirain aku jauh ngga kelihatan pak guru.

    Pantai Cemara juga tidak kalah cantik ya, selain itu juga untuk konservasi penyu. Pokoknya oke punya, mana tiketnya juga murah meriah cuma 2.000, kalo disini tiket masuk pantai 20 ribu kang, padahal pantainya biasa saja. Oke, tidak baik membanding-bandingkan ya, sepertinya jangan membandingkan antara Raisa atau Isyana yang mana suaranya paling merdu.

    Salut buat bupati Banyuwangi yang giat membenahi daerahnya agar tidak hanya menjadi tempat transit turis ke Bali. Menurutku sudah cukup berhasil.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas setiap tempat pasti keunikan
      yang penting asyikin aja...

      Delete
  4. Ini yang aku suka dari Banyuwangi, bisa merasakan Bali yang begitu dekat, hanya sejauh mata memandang aja. Asiknya orang-orang yang tinggal di Banyuwangi, PP ke Bali dekat sekali, nggak seperti dari Jakarta 😂

    Anyway, Rujak soto itu beneran ada ya, Kak? Bukan menu yang Kak Ikrom buat sendiri kan? Wkwkwkw 🤣. Aku jadi penasaran gimana rasa makan rujak soto sebab nama makanannya unik dan ekspetasi bayangan aku tuh citarasanya unik juga 🤣

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mereka deket banget ya mbak kalau ke bali hehe

      aku ga nyobain mbak soalnya pedes nanti kumat asam lambungku
      tapi dari penampilan ya soto lontong dikasih bumbu rujak cingur
      bisa bayangkan kan hehe

      Delete
  5. Asyik banget mas, jln2 ke pantai. Aku selama pandemi ini blm pernah jln2 ke pantai lagi..
    Pantainya indah sekali. Klo lagi suntuk/udah bosan di rmh, lihat pantai jadi seger...

    Trus, mengenai pict yg terakhir itu, rujak sama es teh manis yaaaa... klop bangett
    Jadi pengin 😇

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak pantai memang ngangeni ya
      dan enak kalo sambil makan hehe

      Delete
  6. 2 pantai gaspol dalam sehari with mas setiawan (terusane sik wingi berarti yo mas)...mantappp soul 😄

    aku wes mbatin kalau duduk di korsi sik di bibir pantai pastilah mbayar mas, tapi ini jauh lebih murah ketimbang pantai yang pernah kuceritain di deket rumahku mas, bale balene regane seket ewu tapi lungguh sepuase sih hahhaha..

    tapi pantai di banyuwangi bersih bersih pol ya, ena buat wisata, manalah pas foto ada background gunung yang di bali pula, keren mas

    sik pantai 2 jalane udah pavingan, enak nuw, pemdane ngopeni banget, seenggaknya biar pariwisata bahari banyuwangi munggah kelas n serame yang di bali ya

    dan.....kulinerane yang cencuw saja murah meriah mas, nasi tahu telur plus teh anget, njuk rujak soto...segerrrrr nyem nyemmn

    ReplyDelete
    Replies
    1. wakakakak gaspol mbak

      ha seket ewu kok larang yo mbak
      tapi sak puase ya

      iya bersih banget aku sampe terharu saking bersihe...
      kulinere juga murmer pokoke hmmm wis mbak

      Delete
  7. Wah, jadi kepo nih, Mas. Habis ini mau ke mana lagi ya, sebelum balik ke malang.😆

    Ngomong-ngomong lihat gambar pantai gini aku jadi pengen mantai, nih Mas. Udah lama banget gak jalan-jalan ke pantai. Terakhir kali nyaris dua tahun yang lalu. Yaampuuuuun, ternyata udah lama bangeeeeeet 🙈

    ReplyDelete
    Replies
    1. sudah tayang mbak hehe
      masih ada beberapa tempat lagi

      iya mantai emang ngangenin ya mbak...

      Delete
  8. Ketika aku melihat mas Ikrom memfoto Bali dari kejauhan, saya baru sadar trnyata Banyuwangi sangat dekat dengan Bali yaa. Aku langsung buka google maps. Maklum, ga terlalu faham daerah itu hehee

    ReplyDelete
  9. Jadi inget pas liburan ke Bali, entah kenapa beberapa foto itu mirip banget sama beberapa tempat yang tak kunjungin di Bali :'). Anyway, rasa Rujak Soto-nya gimana mas? :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya engga ngerasain mas takut asam lambung kumat
      ya soto lontong dicampur sama bumbu rujak cingur si..

      Delete
  10. Banyuwangi emang keren uy.
    Tempat wisatanya bersih dan murah.
    Makanannya pun juga murah.
    Kalo di sini, makanan di objek wisata selalu harganya lebih mahal.

    Mungkin karena pengelolaannya yang sangat baik, jadi wisatanya pun berkembang pesat.
    Andai tempat-tempat wisata lainnya meniru Banyuwangi, pasti keren.

    ReplyDelete
Next Post Previous Post