Menelisik Kemurahan Hati Orang Suriah dari Sosial Eksperimen Mereka

Sumber Gambar: ABS CBN

Apa yang ada di benak Anda tentang Suriah?

Perang saudara? ISIS? Teroris? Atau kehancuran?

Itulah gambaran mengenai negara di utara Arab Saudi yang dulu dikenal dengan nama Syam. Bagi saya Suriah tidaklah asing karena dalam sejarah peradaban islam, daerah ini dikenal memiliki banyak peninggalan sejak zaman nabi-nabi.

Guru Agama Islam saya saat sekolah dulu mengatakan Suriah adalah negeri yang indah. Orangnya baik hati sehingga Nabi Muhammad dalam suatu kesempatan pernah diajak oleh paman beliau berdagang ke sana. Saya yang saat itu takjub dengan jauhnya jarak antara Mekkah dan Suriah tetap menganggap Suriah adalah tempat yang menyenangkan. Namun, berita yang saya saksikan beberapa tahun terakhir ini membuat saya begidik.

Mengapa Suriah kini dilanda perang? Mengapa orang sana begitu mengedepankan kerusakan dibandingkan persatuan?

Saya sempat menganggap Suriah berubah menjadi tanah yang penuh orang-orang yang berambisi perang. Belum lagi ketika beberapa WNI yang sampai ke sana dan akhirnya tidak bisa keluar akibat berbagai drama ISIS di dalamnya, membuat saya sempat merasa orang-orang Suriah betul-betul sedang mengalami cobaan.

Namun, persepsi akan orang Suriah yang suka perang berubah ketika saya menemukan dua orang Suriah yang membangun channel You Tube. Mereka adalah Basel Manadil dan Sam. Keduanya tinggal di Filipina dan sering menjalankan eksperimen sosial di sana.

Basel memberi nama channel You Tube-nya The Hungry Syirian Wanderer. Per tahun ini, channel tersebut sudah diikuti sebanyak 4 juta pengikut. Jumlah yang luar biasa untuk ukuran sebuah channel You Tube.

Basel merupakan pengungsi Suriah yang harus meninggalkan tanah kelahirannya sejak 2013. Ia mengatakan bahwa asalnya ia hidup dengan kondisi yang menyenangkan. Ia bisa sekolah setiap hari dan beraktivitas seperti orang-orang pada umumnya.

Sayangnya, perang yang terjadi di sana tiba-tiba saja merebak. Beberapa bom pun menjatuhi kotanya termasuk rumahnya yang kini hancur. Keluarganya yang lain hampir semuanya mengungsi ke Lebanon lantaran masih ada hubungan keluarga di sana.  

Namun, dengan modal nekat dia pergi ke Filipina. Basel memilih Filipina karena ada beberapa temannya di Suriah yang sudah menempuh pendidikan di sana. Ia pergi tanpa bahasa Inggris yang lancar. Dengan kerja kerasnya, ia bisa menamatkan pendidikan di salah satu kampus di Filipina di bidang teknik komputer.

Setelah lulus dan bisa berusaha sendiri, perlahan kehidupan Basel membaik. Ia kini mengelola sebuah kedai minuman di Filipina sambil membuat konten eksperimen sosial.

Sudah banyak orang Filipina yang dibantu oleh Basel, mulai dari pedagang kecil, para gelandangan, para lansia, dan lain sebagainya. Dalam membantu orang-orang tersebut tak jarang ia melakukan hal yang tak biasa, seperti berpura-pura menitipkan TV atau bahkan membeli barang dengan uang yang kurang.

Salah satu eksperimen sosial yang begitu menyentuh adalah ketika ia mengajak anak-anak yang kurang mampu makan bersama di salah satu restoran cepat saji. Bagi saya kehangatan yang diberikan Basel kepada anak-anak itu sungguh menyentuh. Terlebih, ketika saya bisa melihat keceriaan sederhana dari pancaran mata anak-anak yang hampir tidak pernah memakan makanan di restoran cepat saji.


Atas dasar inilah, Basel diberi julukan Philippines adopted son. Ia terus memberikan pesan positif kepada orang Filipina meski kondisi mereka sedang kesusahan. Bagi Basel, tetap berbuat baik di kala kondisi kita kurang baik adalah kunci. Dengan bahasa Tagalognya yang cukup lancar, ia bisa menarik perhatian orang-orang yang ditemuinya.

Lain Basel lain pula Sam yang sudah cukup lama tinggal di Filipina karena  ibunya adlaah orang Filipina. Ia terinspirasi dari apa yang dilakukan oleh Basel. Setahun lalu, ia membangun channelnya yang juga bertujuan melakukan eksperimen sosial.

Dalam menjalankan aksinya, Sam lebih sering berpenampilan seperti gelandangan dengan pakaian yang rusuh. Ia meminta belas kasihan ornag-orang yang ditemuinya. Entah meminta sedikit uang untuk makan atau meminta makanan dari orang yang ia temui.

Berbagai kebaikan pun ia dapatkan. Tak jarang, ia menerima lebih dari apa yang ia minta. Untuk itu, Sam memberi orang-orang yang sudah ia mintai tolong dengan uang yang cukup banyak. Biasanya, ia memberikan uang minimal 5000 Peso Filipina atau sekitar 1.500.000 rupiah. Bahkan, tak jarang ia memberikan uang sebanyak 10.000 Peso Filipina atau setara dengan 3 juta rupiah.

Dari eksperimen sosial yang ia lakukan, tak jarang Sam mendapatkan cerita miris dari orang yang telah menolongnya. Mulai dari mantan narapidana yang harus berjuang untuk hidup hingga makna memberi dalam kitab suci yang diyakininya.


 

 

Sam membuka mata saya bahwa memberi tidak harus dilakukan saat kita membutuhkan saja. saat kita kekurangan pun, bantuan juga bisa kita berikan semampu kita. Dengan membantu dan berbagi, kita akan menemukan kebahagiaan tersendiri.

Apa yang dilakukan oleh Basel dan Sam membuat saya yakin bahwa orang Suriah sebenarnya adalah orang yang sangat baik. Hanya saja, nasib kurang baik sedang menimpa mereka. Semoga saja, dengan perjalanan waktu, negara Suriah bisa kembali hidup damai sehingga mereka bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala.

2 Comments

  1. Salut buat Basel dan Sam, biarpun negaranya yakni Suriah sedang berperang tapi mereka tetap tidak kehilangan hati yang baik. Di Philipina mereka berbagi kepada sesama warga disana.

    ReplyDelete
Next Post Previous Post