(Cerpen) Penyemir Sepatu Para Serdadu

Sudah tiga hari ini, Hanan menyemirkan sepatu milik para serdadu di pos dekat toko kelontong milik Haji Syakur.

Sebenarnya, Hanan sudah dicegah oleh ibunya yang terbaring lemah di atas dipan.

“Kau mau apa, Nan. Biar para serdadu itu yang memberi kita makan. Kau bermain saja di sini dengan Azfaar. Sejak kemarin dia mencarimu”.

Hanan tak bergumam. Ia tetap membawa kotak semir sepatu peninggalan ayahnya yang masih sangat bagus.

“Aku pergi dulu, Bu”.

Tanpa banyak kata, lelaki berusia 9 tahun itu menenteng kotak semirnya sambil berjalan di jalanan berdebu. Terik mentari di musim panas itu sangat menyiksa.

Tapi, suara berondongan peluru yang mulai mengganas sejak sebulan ini membuat Hanan lebih takut.

“Kalau aku menyemirkan sepatumu, kau janji kan bisa menang melawan mereka?”

Hanan menyelidik pada Dadvar, seorang serdadu yang kini jadi langgannnya.

Pemuda 26 tahun itu lalu tersenyum,”Kau tahu dokter strange?”

Hanan menggeleng,”Apa ia dokter mata di sini?”

Dadvar tertawa terbahak, “Tak ada dokter mata di sini. Ia seorang pahlawan super yang bisa mengeluarkan jurus seribu bayangan untuk mengelabuhi musuhnya”.

“Lalu?”

Hanan masih tak paham apa yang serdadu itu katakan.

“Aku bisa melakukannya. Setelah kau selesai menyemir sepatuku”.

Pemuda kecil itu percaya saja. Ia lalu mempercepat pekerjaannya dan memastikan semuanya mengkilap.

“Ini sudah selesai. Mana bayaranku?”

Dadvar langsung memberinya beberapa lembar dolar. Pemuda kecil itu lantas memasukannya di saku kecil bajunya.

“Aku ingin menyemir banyak sepatu lagi. Biar kalian semua bisa jadi dokter strange. Aku benci orang-orang dari selatan itu”.

Serdadu itu paham sekali dengan apa yang dikatakan anak kecil itu. Ia masih ingat betul beberapa bulan lalu mengantarkan ayah Hanan ke tempat terkahirnya. Ketika kota mereka untuk pertama kali diserbu habis-habisan oleh para pemberontak dari selatan.

Ia yang masih lengah tak menyangka akan serbuan itu datang tiba-tiba di malam minggu yang biasanya menyenangkan. Walau mereka bisa dipukul mundur, banyak senjata dan temannya menjadi tawanan.

“Mukhtar baru saja tewas, kau tahu,”

Lamunan akan ayah Hanan buyar saat komandannya datang membawa kabar itu. Kabar yang diiringi dengan video seorang serdadu yang disiksa di dalam sumur dengan moncong senjata rampasan.

“Kau pulanglah. Ibumu pasti mencari. Besok pagi saja kau ke sini lagi”.

Hanan bergegas pulang sambil menenteng kotak semirnya kembali.

Ibunya sangat cemas dengan dirinya meski baru dua jam ditinggalkan.

“Esok kau tak usah ke sana lagi. Apa kau mau menyusul ayahmu juga?”

Hanan tak menjawab.

Ia lalu memasukkan kotak semirnya ke dalam kolong tempat tidurnya.

Sepanjang sisa hari itu suara tembakan terdengar sangat kencang. Hanan sangat yakin Dadvar akan berubah menjadi dokter Strange dan bisa membasmi orang-orang dari selatan itu.

Suara tembakan masih terdengar jelas hingga pagi.

Hanan sudah bersiap untuk pergi menyemir sepatu untuk para serdadu.

Ia mengendap keluar saat ibunya masih tertidur.

Jalanan pagi itu sangat sepi.

Bahkan tak ada satu pun kucing dan keledai yang biasanya berlalu-lalang.

Hanan kecewa saat tahu jalan menuju pos para serdadu itu ditutup.

Portal besar membuatnya harus menelan ludah karena pasti ada pertempuran di sana.

Namun, saat ia akan pulang, Dadvar memanggilnya.

Serdadu itu berlari dan tampak tergesa sambil membawa dua pasang sepatu.

“Hanan! Ini  sepatu milik temanku. Kau semir dulu di rumahmu, ya. Ini ongkosnya”.

Dadvar mengeluarkan beberapa lembar ribuan dolar ke arahnya.

Hanan masih tak mengerti.

“Sudah cepat pulanglah! Besok pagi akan kuambil.”

Dadvar berteriak dan berjalan pergi menuju pos yang ia jaga.

Hanan masih tak mengerti dan ia pun pulang sambil membawa kotak semir, dua pasang sepatu, dan uang ribuan dolar di tangannya.

Ibunya langsung memarahinya begitu ia tahu Hanan pergi untuk menyemir kembali.

Hanan tak menjawab sepatah kata pun.

Ia lalu duduk di atas kursi kecil sambil membuka kota semirnya. Ia mulai menyemir dua pasang sepatu yang dibawa oleh Dadvar.

Ia harus segera menyelesaikannya sebelum Asar tiba untuk mengaji dan bermain dengan temannya.

Sang ibu hanya menatap nanar putranya yang sangat bertekad untuk menyemir dan menyemir.

Sejak orang selatan mulai menyerbu dan menghabisi para serdadu satu per satu, tak ada sekolah yang dibuka. Tak ada pasar atau hal yang disebut sebagai orang selatan duniawi itu.

Hanan bisa menyelesaikan semiran sepatu para serdadu itu tepat waktu.

Ia sudah bersiap untuk menjemput temannya untuk bermain.

Namun, betapa kagetnya ketika ia melihat orang-orang dari selatan tiba-tiba datang dengan tank yang dikendarai Davdar kemarin.

Ke mana Dadvar? Mengapa ia tak bisa mengusir orang-orang selatan itu?

Hanan masih bertanya sambil berlari dan bersembunyi. Ia amat takut dengan orang selatan itu. Hanya Davdarlah yang membuatnya merasa aman karena ia menganggapnya sebagai pahlawan super yang bisa melindunginya.

Tapi di mana ia sekarang?

Hanan pun berlari dan berjalan ke arah pos yang ia gunakan untuk menyemir sepatu.

Di sana, ia melihat beberapa serdadu diseret dengan mobil tank oleh orang selatan itu.

Hanan yakin tak ada Davdar di sana.

Para serdadu itu memohon ampun yang segera dibalas dengan pukulan laras panjang. Orang selatan itu berteriak kencang sambil memaki para serdadu. Mereka juga menembaki rumah dan gedung sepanjang rute pawai yang mereka lewati. Di tengah pawai, beberapa serdadu yang sudah lemah dan kehausan akhirnya meregang nyawa.

Hanan masih penasaran apakah Dadvar juga menjadi bulan-bulanan mereka.

Ah, tidak mungkin. Ia yakin Dadvar masih bertempur di tempat lain dan akan memenangkannya.

Bukankah ia memiliki kekuatan super?

Hanan lalu beranjak dari tempat itu dan menuju bekas pasar yang kini dikuasai oleh orang selatan itu.  Mereka menggantung para serdadu dan memanah tubuh mereka sambil menyanyikan lagu kemenangan. Hanan  juga belum bisa menemukan Dadvar.

Ia masih mencoba mencari kawannya itu sambil ditemani rintihan para serdadu yang tak berdaya.

Hingga akhirnya, ia berhasil menemukan Dadvar berjalan ke arah orang selatan itu.

Dadvar benar-benar mengeluarkan sinar dari tangannya.

Hanan segera berlari mendekatinya.

“Dadvar! Ayo serang mereka!”

Mendengar teriakan itu Dadvar sangat kaget. Orang-orang selatan itu langsung menghujam tubuh Hanan dengan tembakan bertubi.

Dadvar langsung memeluk tubuh Dadvar sehingga berondongan peluru tak sampai menembus ke tubuh bocah itu.

“Lihat, apa kataku. Berkat semir sepatumu aku jadi punya kekuatan super kan?”

Hanan mengangguk. Orang-orang selatan terus menghujam tubuh Dadvar yang memeluk Hanan bertubi-tubi. Peluru itu lalu jatuh begitu saja.

Ia melihat Dadvar tersenyum penuh kemenangan. Hingga ia menyadari ada tubuh Dadvar lain yang terkapar dengan luka tembak sedang diinjak oleh para serdadu itu. Di dekatnya, ada tubuhnya yang lain juga sambil membawa sepasang sepatu yang ia bawa.

Namun, Hanan tak memperdulikannya. Ia kini aman bersama rekannya yang gemar memberinya uang dolar.

12 Comments

  1. merinding bacanya, bagus banget cerpennya, Mas..

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau di bioskop ini kategori scifi, bagus sih kalau di buat semacam film pendek

      Delete
    2. terima kasih Mbak Naia
      wkwkw terlalu tinggi mas zaelani klo dibuat film

      Delete
  2. Mas kenapa si kok sad ending.?? Huhuhu 😭😭 Saya kan yg baca ikut kesel sama Orang Selatan itu. Kenapa mereka dimenangin?? Udah gitu si Davdarnya di matiin lagi. Huhu kerasa deh sedihnya. Kasihan banget dia. Sudah ditinggal bapaknya, ditinggal pula sama teman setianya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. yah gimana mas kondisinya memang seperti itu huhu

      Delete
  3. Membaca cerpen ini jadi ingat zaman kecil dulu. Setiap ada pementasan drama adegannya pasti ceritanya berkutat tentang peperangan dan tembak menembak. Cerpen yang bagus dan langka. selamat malam, Mas Ikrom.

    ReplyDelete
  4. Ceritanya sedih mas, jadi Davdar meninggal karena kena tembakan ya.

    Tadinya aku kira setting nya zaman Belanda karena ada kata serdadu, kalo serdadu ingatnya penjajahan doang.😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. emang klo cerita perang mindset kita pas penjajahan belanda ya mas

      Delete
  5. Bingung dengan latar waktu maupun tempatnya. Dokter Strange di kepala saya adalah pahlawan super di film Marvel. Jadi, saya sulit membayangkan situasinya selain terarah ke khayalan perang macam Avengers begitu. Tapi bedanya ini berusaha dibuat membumi. Ehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkwkwk maklum bang cerpenku selalu GJ wkwkwk
      hanya khayalan belaka

      Delete
Next Post Previous Post