Main Ular di Pendopo Agung Trowulan dan Ziarah ke Makam Troloyo (Edisi Jalan-Jalan Lebaran di Mojokero Bagian 5)

Pendopo Agung Trowulan
Main Ular di Pendopo Agung Trowulan

Ternyata, wisata di sekitar Trowulan tidak hanya sekadar candi.

Kata mas ojek yang mengantarkan saya, di dekat Candi Bajang Ratu, ada beberapa tempat yang bisa dikunjungi. Dua diantaranya adalah Pendopo Agung Trowulan dan Makam Troloyo. Wah, dua tempat ini berada di luar ekspketasi saya. Makanya, tanpa menunggu waktu lama setelah proses pembuatan video dan belajar sejarah di Candi Bajang Ratu rampung, kami pun bergegas menuju dua tempat tersebut.



Dua tempat tersebut berada di jalan menu Hutan Trowulan. Namun, dari Candi Bajang Ratu, tak sampai 15 menit kami sudah sampai di Pendopo Agung Trowulan. Rupanya, tempat ini sudah ramai oleh pengunjung di hari libur tersebut. Sangat kontras dengan dua bangunan candi yang saya datangi sebelumnya.

Selepas memarkir motor dan membayar tiket parkir sebesar3 ribu rupiah, kami harus membeli tiket masuk sebesar 4 ribu rupiah. Yah cukup murah lah ya untuk bisa healing di masa liburan tersebut. Saya pun mulai merasakan kesegaran dari pepohonan yang tumbuh rindang di halaman tempat tersebut.

Berbagai Satwa untuk Edukasi Anak

Langkah kaki saya kemudian tertuju ke sebuah joglo yang diisi oleh banyak orang tua. Mereka sedang menunggu anak-anak mereka memberi makan rusa. Beberapa rusa tampak bahagia mendapatkan makanan dari bocil yang sedang bebas untuk berlibur. Pengelola tempat wisata ini menyediakan makanan yang bisa diberikan pada rusa dengan harga 5 ribu rupiah untuk satu paket.

Pendopo Agung Trowulan
Memberi makan rusa

Di dekat kandang rusa, ada kolam ikan yang cukup besar dan rindang. Duh, rasanya saya juga ingin mendapatkan kesegaran tersebut. Pengunjung juga bisa memberi makan ikan yang disediakan pula oleh pengelola Pendopo Agung Trowulan. Intinya mah ready saja kita tinggal merogoh kocek yang tak terlalu besar. Murah meriah lah.

Pendopo Agung Trowulan
Bersantai di gazebo
 

Baca juga: Dapat Penginapan 100 Ribuan di OYO Guesthouse Mojokerto

Saya duduk sebentar di joglo tersebut sambil minum air putih sebentar. Panasnya Kota Mojokerto ternyata makin siang makin menjadi juga. Walau tak semenyengat Kota Surabaya, tetap saja membuat saya berkeringat. Saya duduk sembari melihat kegembiraan para warga di sekitar Mojokerto yang menghabiskan waktu liburan.

Tempat Gajah Mada Mengucapkan Sumpah Palapa

Lantaran ingat masih banyak tempat yang harus saya kunjungi, saya pun kemudian berdiri dan menuju gapura masuk dari Pendopo Agug Trowulan ini. Gapura ini juga berbentuk khas gapura Majapahit dengan bahan dari batu bata merah. Beberapa pengunjung tampak asyik selfie di depan gapura ikonik itu.

Pendopo Agung Trowulan
Pengunjung berfoto di depan Patung Prabu Brawijaya

Menurut beberapa cerita, Pendopo Agung Trowulan ini merupakan pendopo Kerajaan Majapahit. Katanya, dulu Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa di sini. Saya pun langsung teringat buah Maja yang menjadi ikon pula dari Majapahit. Saya cari-cari kok tidak ketemu. Baiklah, saya pun masuk ke halaman tengah dari Pendopo Agung Trowulan tersebut.

Baca juga: Santap Sate Klopo di Alun-Alun Mojokerto

Ada patung Raja Brawijaya berdiri tegak tepat di tengah halaman tersebut. Jujur, kisah Raja Brawijaya sendiri bagi saya masih gelap. Ada beberapa versi memang mengenai kisah raja ini. Yang jelas, setelah Raja Brawijaya, kebesaran Majapahit sebagai negara besar tak terdengar lagi. Mulai surut oleh munculnya kerajaan Islam di Nusantara.

Bermain Ular Raksasa

Di halaman tengah ini, ada pendopo besar yang merupakan inti dari kompleks bangunan ini. Pendopo tersebut digunakan sebagai tempat istirahat dan berkumpul bagi para keluarga besar yang sedang berlibur bersama. Ada yang hanya bercengkrama dan ada pula yang sedang mengadakan arisan. Duh, ngomongin soal arisan bulan depan saya jadwalnya dapat arisan. Jadi bahagia sekali nih.

Di sisi utara halaman, terdapat penjaja ular yang sedang menjajakan dagangannya. Tenang, mereka tidak menjual ular melainkan menjajakan ular mereka untuk difoto bersama para pengunjung. Ular tersebut berukuran cukup besar. Kalau saya lihat sih itu ular piton. Makanya, saya sempat begidik ngeri ketika melihat kepala ular dan matanya menatap tajam saya.

Pendopo Agung trowulan
Ngaso dulu.....

Akan tetapi, melihat bocil-bocil memegang dan berfoto ria bersama mereka, nyali ciut saya hilang seketika. Malah, saya takut jika bocil-bocil itu memegang badan ular terlalu keras sehingga mencekik mereka. Asli, saya masih ngilu melihat para bocil malah tertawa sambil meremas bagian di sekitar kepala ular dengan riang. Benar-benar berbakat jadi Bandarawuhi.

Baca juga: Berkelana dengan Ojek di Candi Tikus

Saya kemudian berjalan ke sisi samping dari Pendopo Agung Trowulan ini. Rupanya di sana ramai oleh para penjaja mainan seperti di alun-alun. Ada juga penjaja lukisan anak dan permainan bola. Pantas saja di sini banyak bocil lah memang surganya bocil.

Sebagai informasi, Pendopo Agung Trowulan ini dikelola oleh Kodam V/Brawijaya. Walau dikelola oleh tentara, tetapi warga bebas untuk melakukan aktivitas liburan. Mereka pun diperkenankan membawa makanan dari luar. Sebuah privilege yang banyak diincar oleh emak-emak dalam mengajak putra-putrinya berlibur. Asal tetap menjaga kebersihan saja ya.

Pendopo Agung Trowulan
Burung merak yang ikonik

Makam Troloyo, Makam Muslim Sejak Zaman Majapahit

Saya pun memutuskan meninggalkan Pendopo Agung Trowulan setelah melihat diorama mengenai penobatan Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit yang pertama. Saya mengajak mas ojek untuk melanjutkan perjalanan ke Makam Troloyo.

Letak makam ini ternyata tak jauh dari Pendopo Agung Trowulan. Kalau saya hitung sih, hanya 2 sampai 3 menit perjalanan. Namun, kata mas ojek saya beruntung karena bukan saat hari weton tertentu. Menurutnya, jika saat malam jumat legi atau beberapa hari pasaran lain, jalan di sekitar makam akan sangat ramai didatangi oleh peziarah dari berbagai daerah. Saya jadi  ingat sesaknya makam di petilasan Gunung Kawi saat momen tertentu.

Makam Troloyo
Rindangnya pohon beringan di pelataran makam Troloyo

 

Kami pun memarkirkan kendaraan di sebuah warung makan. Rupanya, di sana tempat parkirnya ya di tempat makam tadi. Alhasil, saya pun harus berjalan kaki dengan terik matahari yang menyengat. Untunglah, saya tetap membawa dua botol air mineral yang selalu sedia menemani saya. Kalau haus ya tinggal minum toh.

Berhubung makam, tidak ada tiket masuk ke tempat ini. Saya hanya perlu mengisi buku tamu dan ditanyai petugas maksud kunjungan saya. Saya pun menjawab ingin tahu mengenai asal mula penyebaran islam masa Kerajaan Majapahit. Saya juga meminta izin untuk membuat video di tempat tersebut. Sang petugas memberi izin asal saya menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama.

Baca juga: Terpesona Kemegahan Majapahit di Gapura Bajang Ratu

Saya pun masuk dan disambut dengan pohon beringin yang sangat besar. Aduh, belum apa-apa kok saya sudah merinding duluan. Namun lama-kelamaan saya merasa nyaman karena pohon besar itu berfungsi dengan baik melindungi saya dari kepanasan.

Saya pun masuk dan menuju bagian samping makam. Beberap peziarah tampak mulai mengambil air wudu dari kamar mandi. Mereka lalu masuk ke makam dan merapalkan doa bagi para leluhur yang sudah tiada. Saya pun ikut melakukannya sebentar dan hanya berada di bagian belakang. Biasanya sih saya lebih senang melakukan ziarah semacam ini ketika malam hari. Kalau ke sunan-sunan kan seringkali waktu perjalanan diatur saat malam hari. Serasa lebih khusyuk dan syahdu gitu.

Makam Troloyo
Kompleks makam muslim

Akhirya saya kembali keluar dari makam dan melihat sejenak  sejarah siapa yang dikuburkan di sini. Rupanya ada makam Syeh Jumadil Kubro. Kisah mengenai wali ini masih simpang siur. Ada yang mengatakan bahwa beliau adalah orang yang menurunkan wali songo. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau adalah wali diantara segala wali. Menurut beberapa pendapat, makamnya tidak hanya di Troloyo ini tetapi di beberapa tempat. Beberapa diantaranya adalah Gresik, Banten, Cirebon, Semarang, dan Yogyakarta. Entah mana yang benar yang pasti makam di Troloyo ini adalah yang paling sering dikunjungi peziarah.

Makam Troloyo
Para peziarah membaca denah makam Troloyo

Namun, banyak makam di sini merupakan makam para bangsawan Majapahit yang telah memeluk Islam. Sudah menjadi sejarah juga bahwa pada masa Majapahit, terutama saat akhir kerajaan ini, banyak bangsawan dan rakyat Majapahit yang berpindah agama dari Hindu-Buddha ke Islam. Dari beberapa nisan, terbaca angka pemakaman sekitar tahun 1369 Masehi atau saat Hayam Wuruk berkuasa. Artinya, saat itu Islam sudah banyak dipeluk oleh rakyat Majapahit.

Adanya makam-makam ini membuat saya yakin bahwa perkembangan agama Islam bukan menjadi sebab keruntuhan Majapahit seperti yang saya pelajari saat sekolah dulu. Kala itu, saya belajar bahwa Majapahit runtuh karena perkembangan agama Islam yang pesat sehingga banyak daerah yang mendirikan kerajaan atau kesultanan sendiri. Makam ini menjadi bukti bahwa Islam berdampingan dengan cukup baik dengan kehidupan Majapahit yang bernuansa agama Hindu dan Buddha. 

Makam Troloyo
Suasana makam yang sepi

Walau masih menimbulkan pro dan kontra, saya senang ada bisa memaknai lebih lanjut Kerajaan Majapahit ini secara lebih menyeluruh. Kunjungan saya ke candi, ke pendopo agung, dan Makam Troloyo ini seakan mengumpulkan kronik sejarah yang biasanya hanya saya pelajari dari buku. Pelajaran yang dapat saya ambil adalah letak tempat-tempat tersebut yang berdekatan menandakan bahwa ada  keharmonisan yang ditata sedemikian rupa pada kerajaan ini. Sebuah hal yang bisa dijadikan pelajaran untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara dengan lebih baik lagi.

Saya pun meninggalkan makam ini untuk pergi ke tempat selanjutnya. Jika sebelumnya saya sudah ke tempat yang khas bagi umat Hindu dan Islam, maka selanjutnya saya akan mengungi tempat yang khas bagi umat Buddha. Ada yang tahu saya mau ke mana?

 

 

 

8 Comments

  1. Pas jaman sekolah, saat pelajaran sejarah aku paling cepet nyantol di bab yang bahas majapahit ini mas. Gara2nya itu bukan karena aku rajin mbaca buku sejarah..tapi selalu ndengerin serial radio Tutur Tinular😀

    Pengen bisa kayak njenengan napak tilas peninggalan 2 gini...bisa belajar sejarah lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau saya ngalaminya serial yang di Indosiar mbak bagus banget makanya ingat hehehe

      Delete
  2. wah setuju banget sama kakak. Pelajaran yang dapat diambil adalah letak tempat-tempat tersebut yang berdekatan menandakan bahwa ada keharmonisan yang ditata sedemikian rupa pada kerajaan tersebut.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar sekali kak. keharmonisan yang harus kita jaga

      Delete
  3. kalo bnyak binatang2 kaya gini anak2 pasti duka ya mas.

    aku juga suka bgt dateng ke tempat yg bersejarah, sekalian belajar tentang sejarahnya.

    itu ularnya ngeri bgt, dasar aku takut ular, jadi parno bgt hahhaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak sekalian belajar ya ularnya udah lumayan jinak kok hehe

      Delete
  4. Ngeri ah. Anak-anak dikasih megang ular. Takut ularnya ngamuk. Selamat sore, Mas Ikrom.

    ReplyDelete
Next Post Previous Post