Mengapa Decluttering Memori Ponsel Sangat Bermanfaat Bagi Kesehatan Mental?

Ilustrasi . https://cozyhomehacks.com/

Saya memiliki kebiasaan buruk berupa suka menyimpan file di ponsel dalam waktu lama.

Entah gambar, video, dokumenm atau file lain yang membuat ponsel saya penuh. Penyakit saya yang utama dari pemenuhan ruangan ponsel adalah gemar melakukan screenshoot atau tangkapan layar yang menurut saya menarik.

Pada mulanya, saya menginginkan untuk membagikan tangkapan layar tersebut ke jejaring media sosial saya. Entah status WA, story di Instagram, kicauan di X, hingga postingan di Facebook. Namun, saya punya keterbatasan waktu.

Seringkali, saya melupakan bahwa pernah menangkap beberapa hal menarik. Akibatnya, saat saya berkeinginan untuk membaginya, sudah ada hal lain yang menarik perhatian saya. Saya pun melakukan tangkapan layar lagi dan lagi. Kadang, dalam sehari, lebih dari 30 tangkapan layar saya lakukann. Alhasil, tangkapan layar sebelumnya tertindih dengan tangkapan layar lainnya. begitu seterusnya hingga tak terasa sudah ribuan tangkapan layar saya ambil. 

Pun demikian dengan foto dan video yang saya ambil. Mulanya, saya hanya ingin membagikan foto dan video tersebut untuk media sosial. Namun, kadang saya lupa dan harus membalas chat dari beberapa orang. Kalau tidak, saya harus segera melakukan pekerjaan lain. Tidak jarang, koneksi buruk yang terjadi juga membuat saya tidak jua membagikan foto dan video tersebut. Lama-kelamaan, sama dengan tangkapan layar, akhirnya mereka semua menumpuk di memori ponsel saya.

Memang secara kasat mata, semua file tersebut tidak mengganngu. Namun ternyata, secara psikologis, banyaknya file di dalam memori ponsel yang tidak terpakai malah mengganggu kesehatan mental kita. Contohnya adalah banyaknya tangkapan layar tadi.

Otak kita akan bekerja untuk mengingat hal-hal tak penting dari tangkapan layar tadi. Kita akan berusaha untuk tahu banyak hal padahal sebenarnya hal tersebut tidak terlalu penting untuk kita ketahui. Semisal, gosip artis atau rahasia kehidupan seseorang.

Sebelum pembersihan


Saat menangkap layar, maka memori akan masalah tersebut juga mengendap di pikiran kita. Memori yang juga menumpuk di otak kita sehingga mengurangi konsentrasi kita dalam berpikir pada masalah tersebut. Terlebih, saat ini masa kampanye capres dan cawapres yang membuat kita mudah sekali melakukan tangkapan layar yang sebenarnya tidak terlalu penting.

Untuk itulah, deceluttering atau berberes barang-barang tak penting menjadi salahs atu solusi menjaga kesehatan mental masa kini. Menurut salah satu penelitian, pekerja menyatakan bahwa mereka bisa bekerja dengan lebih produktif jika ruang kerjanya rapi. Dulu, saat masih berada di sekolah, saya juga mencoba konsisten mengarsipkan file-file menurut peruntukannya. Mulai dari file rapor, file nilai harian, dan beberapa file administrasi.

Dengan mengarsipkan file-file tersebut, maka saya bisa bekerja lebih efisien. Otak saya akan lebih cepat untuk bekerja tanpa sibuk mencari file yang dibutuhkan. Kini, saya juga mulai menata file di dalam ponsel. Jika foto dan video saya gunakan untuk konten, maka akan saya simpan dulu ke dalam hard disk. Apabila saya akan membuat konten, saya tinggal menyalin ulang dan menghapusnya kembali jika sudah selesai. Bagi saya, foto dan video yang ada di dalam media sosial terutama YouTube sudah cukup sebagai sarana memori.

Untuk tangkapan layar, saya kini memilah mana yang akan saya unggah di media sosial atau saya buat tulisannya di blog. Harus diakui, kadang tangkapan layar tersebut berguna sebagai sumber ide tulisan. Saya bisa mengembangkan ide tulisan dari tangkapan layar di media sosial, terutama jika berhubungan dengan masalah transportasi umum. Makanya, tetap terjadwal menulis menjadi kunci agar tangkapan layar tersebut tidak sia-sia.

Ponsel setelah dibersihkan memorinya


Saya lebih percaya diri untuk menulis sebuah konten dari tangkapan layar yang memang benar-benar saya butuhkan. Saya bisa lebih fokus dalam menata kalimat dan merangkainya karena sudah tidak terpikir lagi dengan tangkapan layar lain. Saya juga bisa lebih leluasa dalam berselancar mencari infromasi karena tidak mengalami stagnasi akibat memikirkan file-file yang tidak berguna.

Foto dan video lama yang dihapus juga sebagai sarana merelakan masa lalu. Kadang, kita menyimpan file foto dan video masa lalu karena takut hilang. Makanya. Memgunggah di media sosial secukupnya adlaah kunci. Kalau tidak mau terlihat orang lain, maka kita bisa melakukan privasi atas konten tersebut. Barulah semua foto dan video yang sudah tak penting kita hapus. Apabila ingin melihatnya lagi, kita bisa membuka media sosial kita.

Implikasi dari decluttering ini adalah memori ponsel yang semakin longgar. Kita bisa menggunakan untuk kepentingan lain. Kalau saya bisa langsung menggunakannya untuk mengambil konten lain dan menghapuskan jika sudah selesai mengunggah konten.

Semua memang tergantung kita. Apakah mau memperberat kinerja otak kita dan ponsel kita atau membiarkan keduanya longgar sehingga bisa lebih produktif dari sebelumnya.

1 Comments

  1. hmm saya juga bermasalah dengan data (digital) - hoarding ini. :D

    saat ini ketika spring cleaning hanya akan membuat "ah ga usah dihapus lah"

    ReplyDelete
Next Post Previous Post