![]() |
Ilustrasi. - radar mojokerto |
Bulan Juni ini, bagi sebagian orang tua yang anaknya baru lulus bisa jadi memusingkan kepala.Tak heran, masa penerimaan siswa baru, dulu namanya PPDB dan kini namanya SPMB adalah masa-masa penuh keriwehan. Masa yang menguras tenaga dan biaya. Tak heran, masa-masa ini adalah masa-masa yang penuh dengan ledakan amarah.
Meski tidak secara langsung ikut dalam drama ini, tetapi saya bisa merasakan betapa riwehnya proses penerimaan siswa baru ini. Baik di tingkat SD, SMP, atau SMA. Banyak orang yang mengatakan bahwa keriwehan ini bermula dari sistem zonasi yang diterapkan. Tak hanya zonasi, tetapi ada sistem lain semisal prestasi, afirmasi, dan beberapa jalur lain yang membuat PPDB seakan riweh.
Namun, bagi sebagian orang - termasuk saya - sistem PPDB sejak zaman dulu sudah riweh. Alasannya satu, yakni jumlah lulusan yang mendaftar ke jenjang berikutnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan daya tampung sekolah negeri. Apapun sistem yang dipakai, selama daya tampung sedikit dan dibarengi dengan pendaftar yang sangat banyak, maka keriwehan akan terus terjadi.
Saat ini, sistem PPDB mensyaratkan banyak hal tak hanya surat tanda lulus saja. Ada KK, surat keterangan tidak mampu bagi jalur afirmasi, dan lain sebagainya. Bahkan, untuk pendaftar SMA, pendaftar harus mengambil pin dulu sebelum mendaftar.
Pengambilan pin ini juga melalui beberapa tahap verifikasi di beberapa sekolah. Adanya pin ini bisa jadi salah satu tahapan untuk meminimalisasi kecurangan. Peserta akan diverifikasi lebih lanjut sesuai keaslian dokumen sebelum mendapatkan pin. Setelah mendapatkan pin, maka mereka boleh mendaftar ke sekolah tujuan mereka.
Sayangnya, proses pengambilan pin yang dilakukan di sekolah ini menimbulkan keruwetan. Alasannya, tiap sekolah memiliki kuota pin dalam sehari. Banyak pendaftar yang menumpuk di satu sekolah hanya untuk mendapatkan pin. Padahal, mereka sebenarnya bisa mengambil di sekolah lain. Bahkan ada yang sampai datang ke sekolah tersebut sebelum subuh.
Entah apa alasan mereka. Apakah takut tidak kebagian pin. Padahal, jadwal pengambilan pin sudah diumumkan jauh hari dan rentangnya cukup panjang. Tidak harus pada awal pembukaan pengambilan pin. Kalau sudah ramai di sebuah sekolah, alangkah baiknya ke sekolah lain yang lebih sepi.
Bisa jadi, ada anggapan bahwa jika mengambil pin di sekolah tersebut, maka kemungkinan akan diterima lebih besar. Padahal sih tidak. Kalau memang belum sesuai kriteria yang telah ditetapkan ya pasti tidak diterima.
Persepsi ini juga sering terjadi saat saya sekolah dulu. Saat itu masih berlaku sistem NUN untuk masuk SMP atau SMA. Hampir semua sekolah favorit ramai pendaftar. Di Malang sendiri ada 3 SMP yang jadi favorit, yakni SMPN 1, SMPN 3, dan SMPN 5. Tiga SMP itu selalu diserbu pendaftar karena belum ada sistem zonasi.
Saya yang baru lulus SD begitu ingin masuk SMPN 1. Alhasil, saya pun daftar ke sana dan antreannya begitu banyak. Sampai-sampai saya pulang sekitar setengah 2 siang padahal datang jam 9an pagi. Tak kapok, saat daftar SMA, saya juga mendaftar di SMAN 1 Malang. Antriannya juga sangat panjang karena banyak siswa yang mau mendaftar ke sana. Untung saja, saya berhasil keterima di keduanya sehingga perjuangan mendaftar dengan sangat panjang tidak sia-sia.
Padahal, saat mau masuk SMA saya sudah hopeless dan berniat untuk berpindah ke SMAN 5 Malang. Di sana jumlah pendaftarnya lebih sedikit dan kebetulan lebih dekat dengan rumah. Nilai NUN saya kok ya ngepas kalau mau masuk SMAN 1. Antara diterima dan tidak. Namun, kata ibu saya tidak apa-apa dicoba dulu ke SMAN 1 buat kenang-kenangan berjuang daftar masuk SMA.
Saat adik saya daftar sekolah, saya pun kebagian repotnya. Saya langsung bilang ke dia untuk ke SMP dan SMA yang sepi. Alasannya ya agar biar cepat selesai dan segera pulang. Ia pun manut dan saya pun ke salah satu SMP di pinggiran kota yang sepi. Namun, saya tetap mendaftarkannya ke sekolah yang dia inginkan di tengah kota. Saat SMA juga begitu. Saya mendaftarkannya di sekolah yang lebih sepi. Benar saja, belum jam 11 siang
Intinya adalah tidak perlu memaksakan diri mendaftar atau mengambil PIN di sekolah yang ramai. Asal masih ada waktu, pilih saja tempat mendaftar di sekolah yang tidak terlalu ramai. Sayang waktu dan tenaga untuk antre
Tags
Catatanku