Tetap Bertindak Cerdas Agar Bisa Bertahan di Era Kenormalan Baru

bertindak cerdas saat new normal
Bertindak cerdas di era kenormalan baru

Sejak Juni ini, kita telah sering mendengar tentang istilah new normal.

Saya lebih suka menyebutnya sebagai kenormalan baru. Sebuah konsep mengenai tatatan kehidupan sehari-hari yang baru akibat pandemi covid-19. Sejak tagar #dirumahsaja didengungkan beberapa bulan lalu, rasanya melakukan kegiatan di luar rumah menjadi hal yang mustahil dan terlarang.

Kini, dengan konsep kenormalan baru, aktivitas yang dibatasi tersebut kembali dilonggarkan. Alasannya, karena ekonomi sudah mulai ambruk dan banyak sekali kegiatan yang tidak terlaksana dengan baik. Penurunan kurva covid-19 juga diyakini menjadi alasannya. Padahal, dari data terbaru, kasus covid-19 di Indonesia tetaplah tinggi.

Walau memang, di beberapa provinsi seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat sudah mengalami penurunan dan beberapa provinsi lain mencatatkan nol kasus, tetapi masih ada daerah yang mengalami kenaikan jumlah kasus positif cukup tinggi. Jawa Timur adalah salah satunya. Tempat tinggal saya ini masih mencatatkan kasus baru hingga ratusan. Bahkan, Kota Surabaya mencatatkan diri sebagai daerah zona hitam saking banyaknya kasus covid-19.

Makanya, sebagai penduduk Jawa Timur, sebenarnya saya belum siap dan tidak mau dengan kenormalan baru ini. Ngeri juga kalau pergi keluar rumah seakan jihad fisabilillah. Apalagi jika beraktivitas di Kota Surabaya dan kota penyangganya. Tetapi, saya sadar kalau saya tidak bisa terus-terusan berada #dirumahsaja. Perlu beradaptasi dengan wabah ini agar herd imunity alias seleksi alam yang juga didengungkan bisa terlaksana dengan baik.

Nah, agar bisa melakukan seleksi alam, maka harus dimulai dari mental yang baik. Mental yang kuat dan tentunya berperilaku tetap sesuai dengan protokol kesehatan. Bukan berarti asal bondo nekat bisa keluar rumah dan melakukan aktivitas sebebas-bebasnya seperti dulu. Perlu tindakan cerdas agar kita masih bisa beraktivitas di luar rumah tetapi tidak sampai terjangkit wabah ini.

covid jawa timur
Kasus covid-19 Jatim per 2 Juni 2020

Pertama, tentunya memilah kegiatan mana yang benar-benar bisa dilakukan di rumah saja dan yang harus di luar rumah.

Untuk kegiatan menulis, saya tetap di rumah saja. Mengajar pun masih di rumah saja karena pembelajaran di sekolah belum berlangsung. Aktivitas utama saya pun masih di rumah saja. Hanya saja, kadangkala saya harus mengantarkan barang untuk berjualan ke beberapa pembeli. Untuk itu, saya pun memilah waktu terbaik dalam mengantarkan barang.

Waktu yang memungkinkan jalanan tidak macet menjadi pilihan saya. Makanya, saya memberikan informasi waktu pengantaran kepada calon pembeli. Kalau mereka mau ya sudah kalau tidak maka saya sarankan melalui jasa antar. Ini untuk meminimalisasi keberadaan saya di tengah kemacetan jalan. Biasanya sih, saya keluar rumah sekitar pukul 10.00 hingga 12.00 siang. Atau kalau tidak, selepas makan siang dari pukul 13.00 hingga 15.00.

Saya juga banyak menjalankan kegiatan di sekitar rumah saja.

Dengan menjalankan aktivitas di sekitar rumah saja, otomatis saya bertemu dengan tetangga sekitar saja yang juga tidak ke mana-mana. Saya diuntungkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar rumah saya yang jarang sekali bekerja di luar kota. Bahkan mungkin saya hanya segelintir yang termasuk bekerja di luar kota. Banyak yang bekerja sebagai pedagang dan karyawan di Kota Malang saja. Ini berbeda dengan daerah lain di Malang. Keuntungannya, kasus covid-19 di kecamatan tempat tinggal saya masih 1 kasus per Rabu (3/6/2020) ini. Padahal, di kecamatan lain sudah mencapai 10 lebih.

Adaptasi yang tak kalah penting lainnya adalah tetap memakai masker dan membawa hand sanitizer.

Saya bahkan membawa masker serepan kalau-kalau saat keluar rumah terjadi hujan deras. Ketersediaan hand sanitizer juga tetap saya pastikan tersedia karena saya tidak menemukan tisu atau kain lap di tempat cuci tangan umum. Kedua kegiatan ini juga mau tak mau harus dilakukan oleh siapapun.

Untuk meminimalisasi kegiatan saya di luar rumah, maka saya membeli bahan penting untuk aktivitas sehari-hari dalam jumlah yang lebih banyak. Bukan menimbun tetapi lebih dari biasanya. Semisal untuk sampo yang biasanya saya membeli sachetan di warung menjadi membeli botolan. Demikian pula sabun mandi yang biasanya membeli batangan menjadi membeli botolan.

Saya juga mendaftar dahulu barang apa saja yang harus saya beli.

Tidak seperti biasanya yang saya beli saat akan keluar. Dengan demikian, saya bisa meminimaliasi berkali-kali pergi ke supermarket atau minimarket.

Tidak ke tempat keramaian

Yang tak kalah penting, meski sudah mulai didengungkan kenormalan baru, saya tidak akan pergi ke tempat keramaian seperti Mall dan kafe. Bagi saya kedua tempat itu tidaklah perlu dikunjungi dulu sebelum semuanya benar-benar pulih. Saya masih akan tetap ke perpustakaan atau ke panti pijat. Dua tempat sepi yang begitu saya ingin kunjungi sejak pandemi ini dimulai. Itu pun tentu melihat situasi dan kondisi.

Berwisata yang dekat saja

Untuk wisata, saya tidak bisa merencanakan banyak. Setelah menggagalkan tiket Bali-Manila, Manila-Cebu, dan Manila-Bali, saya seakan kehilangan semangat jalan-jalan jauh dulu. Dulu sih rencananya, saya menunggu rezeki untuk membeli tiket Cebu-Davao dan Davao-Manila agar bisa sekalian jalan-jalan di Filipina. Tetapi, karena ada pandemi ya apa boleh buat. Jalan-jalannya di sekitar rumah saja. Makanya, kemarin saat saya datang ke kebun saudara, rasanya sangat bahagia. Ini ya ternyata hikmah di balik pandemi ini. Jalan-jalan dekat rumah saja sudah begitu membuat hati gembira.

Wisata di sawah dekat rumah saja sambil melihat Gunung Arjuna

Saya paling ke sungai dekat rumah atau sawah di dekat sekolah ibu saya mengajar untuk melihat gunung dan yang hijau-hijau. Kalau tempat wisata ramai, saya lihat dulu bagaimana nanti protokol kesehatannya. Jika sudah bisa jalan-jalan ke luar kota, maka saya sudah tidak bisa lagi menginap di hostel. Hotel pun akan menjadi pilihan dan itu pun pasti memerlukan biaya lebih.

Terakhir, saya masih membatasi pertemuan dengan rekan atau saudara terutama yang berasal dari luar kota.

Maaf, bukan saya berlebihan, tetapi saya tidak bertemu dulu rekan di Surabaya atau yang berasal dari daerah sekitarnya seperti Gresik dan Sidoarjo. Alhamdulillah, mereka mengerti dengan status kotanya yang sudah menghitam. Kalau rekan dari Malang, Blitar, atau daerah lain yang jumlah kasus covid-19 masih bisa dibilang rendah, saya masih oke-oke saja. Dan itu pun tidak bisa bersalaman dan berpelukan seperti dulu kala.

Adaptasi yang juga paling penting adalah saya harus bersiap untuk mengisolasi diri lagi ketika kembali ke Tempel Sleman. Hidup sendiri lagi tidak ke mana-mana selama 14 hari.

Kalau Anda, bagaimana adaptasi yang bisa dilakukan?

Cerita yuk!

18 Comments

  1. Lo mas njenengan saiki di malang tah?

    Kaget aku lo wingi buka berita uda ada istilah baru zona hitam, ya Alloh moga kita semua selalu dalam lindunganNya ya, dan pinaringan sehat waras biar bisa aktivitas dg baik

    Eh klo beli sabun n sampo botolan mah masih wajar mas ahahha, aku juga sih, belanja itu ga sesering
    Jadi sekarang lebih rajin masak, belanja sekalian buat seminggu dua minggu jadi ga bulak balik pasar, mpe dibela belain beli kulkas atu lagi biar bisa nyimpen sayur n ga cepet layu. Maklum kolkas sebelumnya kecil

    Eh salfok, dirimu ada jualan di ecommerce juga kah mas ikrom? Maklum tadi aku baca bab nganterin paketan gitu hehehehe
    Moga2 aja kurvanya pada cepet menurun ya, soale klo gini terus ekonomi bisa ngaruh sih hiks hiks

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak selama corona aku pulang karena tidak bisa bekerja hu

      kalo masalah kulkas aku ga begitu memeprhatikan tapi iya se sejak korona ibuk jadi sering belanja banyak buat berminggu minggu soalnya kalau ke pasar ngeri rame banget

      ini anterin jualan jeruk (di postingan sebelumnya ada) sama beberapa barang jualan si

      soalnya kan kerjaanku stop dulu

      Delete
  2. Kurang lebih sama sih mas.. Adaptasi di masa sekarang tetap membatasi diri melakukan aktivitas di luar rumah kecuali memang bener2 mendesak.. Boro2 mikir traveling di masa begini, masih nanti2 dulu nunggu kondisi bnr2 aman

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak paing paling liat jalan dan sawah dekat rumah ya travelingnya wkwk

      ga bernai jauh jauh

      Delete
  3. ya ampoonnn itu pemandangannya bikin saya pengen ke Malang deh.
    Etapi nggak perlu ke Malang sih, di sini-sini aja, cari sawah yang sepi, kayaknya asyik buat jalan-jalan hahaha.
    Sudah sejak Maret dong, sama sekali nggak keluar-keluar, hanya lebaran kemaren aja ke rumah mertua :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah ini saatnya keluar mbak
      cuma tetap waspada yaaa

      Delete
  4. Eh kok samaan sukanya ngadem lihat persawahan hehehe :)
    Kadang aku juga nongkrong di tepi kali lihat orang mancing.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener sama orang yg lagi nanem padi ya mas seru

      Delete
  5. Salfok sama sawahnya, jadi kangen kampung 😭
    Semoga sehat selalu kita ya mas, aamiin..

    ReplyDelete
  6. ngeliat foto sawah jadi keinget di desa.. tahun ini pertama kalinya gak pulang ke desa setelah sekian lama karena ada korona.. sedih :(

    ReplyDelete
  7. saya lagi pengen naik kereta lagi ini, udah 3 bulan g naek kereta,eheh

    ReplyDelete
  8. menurut saya, terserah mau dibuat new new sampe berseri. semua orang seeprtinya ingin beraktifitas hehe dan mencari rejeki lagi.

    ReplyDelete
  9. buseeeet surabaya menghitam cuy
    temen2ku pada kaget dan heran, karena lumajang lebih parah daripada jember
    hahahaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. jawa timur rata deh mbak wkwkw

      yah gimana lagi

      Delete
Next Post Previous Post