Menemukan Jati Diri dalam Mekanisme Reaksi Kehidupan


Pada pelajaran kimia, ada sebuah istilah yang disebut sebagai mekanisme reaksi.

Dalam pengertian yang sederhana, mekanisme reaksi adalah tahapan demi tahapan suatu zat bereaksi, baik dengan zat lain atau mengalami penguraian menjadi sebuah zat baru. Gampangnya, ketika suatu zat bertemu dengan zat lain, maka ia sebenarnya akan mengalami beberapa cara  untuk menjadi suatu zat baru.

Misalkan, sebuah zat A akan bereaksi dengan zat B dengan tujuan menghasilkan zat C. Nah, untuk menjadi zat C, zat A dan zat B ternyata mengalami beberapa cara atau tahapan. Bisa jadi mereka akan langsung menjadi zat C, berubah dulu menjadi zat D kemudian baru menjadi zat C, atau bahkan ada kemungkinan zat lainnya. Dari berbagai cara tersebut, tentu ada energi yang menyertainya.

Belum tentu, ketika zat A dan zat B bertemu, mereka akan langsung mudah menjadi zat C. Bisa jadi, dengan menjadi zat D dulu yang disebut sebagai zat antara, maka mereka akan memiliki energi reaksi paling rendah sehingga jalan tersebutlah yang akan dipilih. Jika analogi ini belum jua mudah, sama halnya jika saya dari Malang menuju Jogja.

Baca juga: Lika-Liku Percintaan Na+ dan Cl- 

Saya bisa langsung berangkat langsung menuju Jogja  atau transit dahulu di Surabaya. Atau bahkan, beberapa waktu terakhir saya malah transit di Solo sebelum sampai di Jogja. Tergantung, mana jalan yang terbaik dengan kondisi saat saya melakukan perjalanan.

Kalau saya naik jasa travel maka saya akan langsung melakukan perjalanan Malang-Jogja. Jika saya ingin bertemu teman di Tunjungan Plaza, maka saya memilih transit di Surabaya. Dan jika saya ingin sejenak mencicipi selat di Kota Solo, maka saya akan singgah di kota dengan semboyan Spirit of Java tersebut.

Ketiga jalur atau  pathways tersebut tidak bisa saya bandingkan. Masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri. Masing-masing pula memiliki karakteristik dan tujuan berbeda. Pun demikian dengan mekanisme reaksi, tidak semua zat yang bereaksi akan langsung membentuk zat yang diinginkan. Biasanya, ia akan membentuk zat antara (transisition state  - TS), sebagai pijakan sementara sebelum terbentuk zat baru. Malah, ada reaksi yang memiliki lebih dari 3 zat antara dengan kerumitannya sendiri. A bertemu B menjadi D, lalu bertemu E menjadi F, bertemu G menjadi H dan kemudian bertemu I akhirnya menjadi C.

Jujur, saya pernah melakukan perhitungan rumit mengenai mekanisme reaksi yang mbulet tersebut saat mengambil mata kuliah Kinetika Kimia. Walau rasanya otak sudah panas dan ingin meledak, akan tetapi saya benar-benar puas melakukannya. Intinya, ketika bisa mengikuti proses sesuai karakteristik zat yang saya hitung, ada kepuasan yang tak terdefinisikan.

Baca juga: Gas, Uap, dan Asap; Apa Bedanya?

Penjelasan panjang lebar tadi saya analogikan dengan saat kita mengarungi kehidupan. Tiap orang memiliki karakter dan jati diri yang berbeda dalam mengarungi kehidupan. Ada yang memang mudah berhubungan dengan orang dengan mudah sehingga jika dianalogikan jalur reaksinya akan sederhana, ada pula yanga harus berliku sebelum tujuan dengan orang lain bisa tercapai.

Dalam hal jodoh misalnya. Ada yang langsung bertemu dan berjodoh dan ada pula yang harus melalui semacam mak comblang agar tujuannya tercapai. Ada pula yang langsung sekali bertemu langsung menjadi pasangan, ada pula yang harus berliku.

Setiap zat memiliki sifat kimia sendiri untuk bisa bereaksi dengan zat lain. Demikian pula manusia yang mempunyai jati diri dalam mengarungi kehidupan

Dalam menjalin komunikasi pun, ada orang yang mudah mengungkapkan apa yang ia pikirkan melalui pembicaraan. Ada pula yang lebih mudah melalui tulisan. Saya sendiri cenderung lebih mudah dengan tulisan. Saya jarang sekali menghubungi orang melalui telepon karena bagi saya energi reaksinya tinggi. Saya tak bisa dengan mudah menyampaikan maksud saya terkecuali jika benar-benar terpaksa. Melalui tulisan, entah WA atau email, saya lebih bisa mengungkapkan dengan lebih baik.

Ketika ada teman yang ingin bisa menulis dengan baik dan mulai mengeluh kenapa ia tak kunjung bisa menulis dengan baik, saya pun juga mengatakan bahwa bisa jadi energi yang dibutuhkan untuk menulis jauh lebih besar. Dibandingkan, dengan kegiatan yang bisa ia lakukan dengan baik yakni membuat kerajinan dari bahan daur ulang. Ada “gift” dari Tuhan yang kadang memang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menjalani pathways dengan bahagia.

Kalau boleh mencontohkan lagi, mengapa ada zat yang mudah sekali bereaksi. Natrium misalnya, ketika ia dimasukkan dalam air, ia akan meledak dan menghasilkan gas H2. Padahal, jika dipikir sederhana, air kan dingin, mengapa bisa menghasilkan api jika dimasukkan Natrium?


Tentu, jawaban dari pertanyaan itu adalah lantaran Natrium memiliki sifat kimia alias “jati dirinya” sendiri sehingga ia memiliki pathways (mekanisme reaksi) yang begitu mudah dengan air. Berbeda dengan logam lain semisal Alumunium atau Magnesium. Natrium tahu bahwa jati dirinya akan lebih cepat bereaksi dengan air. Ia tahu bahwa jati dirinya yang reaktif dengan air juga harus membuatnya disimpan dengan perlakuan khusus, semisal tidak boleh disentuh tangan secara langsung. Natrium tidak perlu membandingkan dirinya dengan gas mulia yang sangat tidak rekatif terhadap air dan zat lain.

Sama dengan zat kimia, ketika kita menemukan jati diri kita, maka kita tak akan lagi galau dan membandingkan diri dengan orang lain. Lantas, bagaimana cara kita mengetahui jati diri kita?

Sebenarnya ada banyak. Salah satunya adalah menelaah kembali hubungan kita dengan orang lain. Ketika ilmuwan mencari tahu apakah suatu zat bisa bereaksi dengan zat lain, ia akan melakukan percobaan dahulu dan menganilisinya. Begitu pula dengan kita, pasti perjalanan hidup bisa kita refleksikan untuk menemukan jati diri setelah kita berusaha dan mengalami beberapa kegagalan.

Saya mencontohkan diri saya lagi yang tidak betah bekerja kantoran. Saya merasa, kerja kantoran – apalagi menjadi PNS – adalah sebuah rutinitas yang membuat kreativitas saya menurun. Saya lebih tertantang untuk berwirausaha dan mengembangkan kreativitas dalam bidang menulis atau pun bidang lain. Dengan begini, saya lebih menikmati berhubungan dengan orang lain dan berusaha menjalankan kewajiban saya sebaik-baiknya. Akan tetapi, ada juga orang yang berkebalikan dengan saya. Ada yang malah senang dengan ritme kerja kantoran dengan pressure-nya yang khas.    

Namun yang terpenting, ketika kita bahagia dengan apa yang jadi jati diri kita, di situlah kita akan menemukan kebahagiaan dan tak akan lagi membandingkan diri dengan yang lain. Hasil berupa bahagia memang kita inginkan akan tetapi proses yang kita lalui, dengan jati diri yang kita miliki adalah kenikmatan sesungguhnya.

Sebagai penutup, saya analogikan kembali dua zat yang memiliki komposisi sama tetapi memiliki sifat kimia yang amat berbeda. Kedua zat tersebut adalah intan dan grafit yang terbentuk dari unsur karbon. Intan begitu berkilau dan menjadi perhiasan. Sementara, grafit banyak dijadikan isi pensil 2B dan berbagai kegunaan lain. Walau tampak buruk rupa, grafit tak bercita-cita menjadi intan karena membutuhkan energi yang amat besar untuk mengubah wujudnya. 

Intan (kiri) dan Grafit (kanan), dua bentuk dari unsur karbon. Meski tersusun dari jenis atom sama, tetapi keduanya memiliki strutur berbeda yang disebut sebagai alotropi. Satu atom karbon pada intan mengikat 4 atom karbon lain, sementara satu atom karbon pada grafit mengikat 3 atom karbon. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan pada sifat fisik dan sifat kimia keduanya. - https://cdn1.byjus.com

Grafit tahu, walau bentuknya buruk, tetapi ia dibutuhkan dan amat berguna telah mengantarkan banyak siswa sukses dalam Ujian Nasional dan berbagai ujian lain. Ia akan berusaha sebaik-baiknya, dengan jati dirinya berupa konduktor listrik yang membuatnya berharga di dunia.

Sekian, salam.

10 Comments

  1. Manusia diciptakanNya dalam beragam karakter ya, Mas Ikrom. Saya malah senang berkomukasi langsung (melalui telepon) daripada nulis pesan. Selamat siang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar bu nur sudah ada jati dirinya masing-masing
      salam

      Delete
  2. Bener, Mas Ikrom. Manusia itu unik dengan keberagamannya. Nggak ada yang nggak istimewa. Mungkin seperti rasa yang juga bisa berbeda pada tiap orang. Sesuai pengalaman dan pendidikan yang pernah ia alami. Mungkin, itu sebabnya, makin lama mengenal sesuatu/ seseorang, kita akan terus belajar menghargai nya. Mungkin..

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak tiap orang punya keistimewaan masing-masing
      makanya kita saling mengenal ya mbak

      Delete
  3. Betul banget dan aku juga sependapat kalau tak semua planning yang sudah ditetapkan akan bisa berubah karena suatu kondisi.
    Contohnya ya itu tadi, misal kalau sudah punya ke suatu lokasi A eh tetiba di tengah jalan ada suatu hal, entah lokasi menarik lainnya atau juga lainnya :)

    ReplyDelete
  4. Analogi yang sangat masuk akal terkait jati diri. Saya jadi auto flashback mengenai jati diri saya dan langsung berpikir apa iya jati diri saya begini / begitu? Hehe. But thankyou so much for sharing this yah Mas Ikrom ;)

    ReplyDelete
  5. walah kimia, reaksi zat, pelajaran menengah atas, cukup rumit, kalo kepalanya kurang encer bakal sulit mengerti heheh

    ReplyDelete
Next Post Previous Post