Mencoba Naik KRL Jogja Solo Dulu Sebelum Terkendala Covid Varian Delta

KRL Jogja-Solo
KRL Jogja-Solo

Setelah tertunda beberapa kali akibat drama yang terjadi antara saya, si ehem, sepupu, dan istrinya sepupu, akhirnya saya bisa naik KRL Jogja-Solo. Ribet ya wak.

Ceritanya, saya mau pulang ke Malang dari Jogja tetapi harus melalui Solo dulu. Saya mendapatkan tiket KA Matarmaja yang haganya hanya sekitar 80 ribu rupiah. Jika ditambah dengan Tes GeNose, maka jatuhnya sekitar 105 ribu rupiah. Kalau ditambah dengan tiket KRL Jogja-Solo, maka total uang yang saya keluarkan adalah 113 ribu rupiah. Saya bisa berhemat sekitar 87 ribu rupiah jika harus naik dengan travel atau naik KA Malabar yang tiketnya bisa 200 ribu rupiah lebih.

Lantaran di Stasiun Solojebres tempat saya naik KA Matarmaja belum ada fasilitas rapid antigen atau GeNose, maka saya harus melakukan tes GeNose dulu di Stasiun Yogyakarta. Saya melakukannya mepet sebelum keberangkatan KRL Jogja Solo agar tak menunggu lama. Dibandingkan dengan tes GeNose di Stasiun Malang, tes GeNose di Stasiun Yogyakarta jauh lebih tertib. Penumpang dipandu sesuai nomor urut sehingga tak perlu berdesakan. Oh ya, perlu diketahui, selama PPKM ini, tes GeNose tidak berlaku ya di semua moda transportasi. Kini semuaya harus tes antigen atau PCR.

Dewi Fortuna memang sedang menggelayut. Selepas mendapatkan hasil tes negatif, saya lihat jam keberangkatan KRL Jogja Solo tinggal sebentar lagi. Saya pun segera masuk dan mengetap kartu e money saya. Sayang, kartu lama yang saya gunakan saat naik Trans Jakarta dan MRT dulu mulai soak. Mesin pembaca sulit mendeteksi kartu tersebut. Saya harus menempelkan dengan mesra hingga pintu masuk terbuka.

Sebenarnya, saya bisa membeli kartu khusus multi trip KRL Jogja Solo yang harganya kalau tak salah sekitar 30 ribu rupiah. Namun, bagi saya itu mubazir karena jika e-money masih bisa digunakan kenapa harus beli kartu lagi. Toh saldo di dalam e-money saya masih cukup banyak sekitar 50 ribuan setelah saya isi untuk masuk ke jalan tol bersama sepupu.

Pintu masuk di Stasiun Yogyakarta.

Nah, saya terkejut karena untuk naik KRL Jogja-Solo ini ternyata juga bisa menggunakan LinkAja dengan cashback 50%. Artinya kita hanya perlu membayar sekitar 4.000 rupiah saja. wah kalau tahu gitu, saya mending pakai LinkAja juga ya. Makanya, saya melihat ada semacam QR Kode tepat di atas mesin pembaca untuk e-money. Mungkin lain kali saya akan menggunakannya.

Hore keretanya datang

Saya pun segera ikut berbaris dengan para penumpang yang remidi upcara bendera di peron. Penumpang saat itu cukup sesak karena memang jam pulang kerja sore. Agar tertib, pihak stasiun memberi pengumuman bahwa untuk penumpang yang akan turun di stasiun dekat seperti Maguwo, Brambanan, Srowot, Ceper, hingga Klaten, bisa naik ke kereta nomor 1-4. Sementara, untuk penumpang yang akan turun di Stasiun Purwosari dan Solo Balapan, bisa naik ke kereta 5-8.

Suasana dalam kereta

Pengaturan tersebut juga disebabkan karena peron stasiun kecil tersebut masih terbatas. Jadi, ketika penumpang turun, maka mereka tak kesulitan untuk menjangkau pintu keluar. Meski begitu, masih ada saja penumpang yang tidak paham mengenai informasi ini sehingga harus berjalan jauh saat turun nanti.

Tak berapa lama, kereta pun datang. Semua penumpang sudah tak sabar untuk bisa masuk. Saya memilih bersabar dan tak ingin berebut kursi. Lantaran, bagi saya naik KRL lebih asyik untuk berdiri. Meski begitu, saya sempat duduk sebentar di kursi prioritas untuk merekam suasana dalam kereta ketika masih kosong. Saya langsung berdiri karena selain ada lansia, tak banyak spot yang bisa saya ambil di sana. Saya pun memilih untuk berdiri di dekat pintu.

Selfie dulu

Rangkaian KRL ini menggunakan set seri EA202 (KRL i900 KfW) dan seri JR 205. Seri EA202 ini sebelumnya pernah digunakan pada KRL jurusan Tanjung Priok yang dimulai dari Stasiun Jakarta Kota (JAKK). Lalu, kereta ini dimodifikasi ulang oleh PT Inka sehingga bisa digunakan untuk melayani penglaju Solo-Jogja.

Livery di dalam kereta tampak mewah. Meski KRL, suasana khas kereta ala-ala drama Korea sangat terasa. Kursi penumpang berwarna coklat muda yang sangat empuk. Tanda physical distancing masih terlihat jelas. Perpaduan warna merah dan putih di dalam kereta terlihat sangat menyala. Walau menempuh perjalanan singkat, tempat barang di atas kabin juga terlihat lega. Berbagai informasi seputar rute dan peraturan di dalam kereta juga masih terlihat jelas. Iya sih, kan kereta baru.

Pada setiap stasiun yang disinggahi, suara pengumuman juga tampak jelas. Penumpang dilarang untuk berbicara, baik melalui telepon atau langsung selama perjalanan. Aturan ini memang dibuat untuk menghindari penularan covid-19. 

Aturan di dalam kereta

Selama perjalanan, hujan turun cukup deras yang mengguyur Kota Jogja. Penumpang juga banyak yang naik di Stasiun Lempuyangan dan Maguwo. Ada juga beberapa penumpang yang naik dari Stasiun Brambanan yang jaraknya sekitar 1 km dari Candi Prambanan.

Berkat adanya KRL Jogja-Solo ini, kini tak perlu repot untuk mengakses wilayah di sekitar Klaten yang biasanya harus dituju dengan ojek. Beberapa wilayah tersebut adalah Ceper, Srowot, Delangu, dan Gowok. Penumpang bisa turun di sana karena KRL ini juga berhenti di sana. Saya jadi ingat dengan Bu Lizz, teman saya di Kompasiana dulu yang saya datangi. Rumah beliau dekat sekali dengan Stasiun Ceper. Semoga setelah PPKM selesai saya bisa berkunjung ke rumah beliau lagi dan naik KRL ini lalu berjalan kaki menuju rumahnya.

Pintu masuk penumpang di Solo Balapan

 
Naik ke Skybridge dulu
 

Jumlah penumpang yang turun paling banyak di Stasiun Purwosari. Bisa jadi, mereka juga akan meneruskan perjalanan kea rah timur dari stasiun ini atau memang kemudahan akses transportasi umum di stasiun ini jauh lebih mudah. Saya tetap memilih turun di Solo Balapan lantaran paling dekat dengan Solo Jebres.

Kondisi skybridge yang bersih

 
Kondisi jalur kereta di Stasiun Solo Balapan

Ketika kereta berhenti, saya segera mencari pintu keluar. Rupanya, saya harus melintasi skybridge yang melayang diantara Stasiun Solo Balapan dan Terminal Tirtonadi. Skybridge ini juga menghubungkan peron dengan pintu keluar stasiun. Meskipun cukup riweh, tetapi saya senang bisa melihat Stasiun Solo Balapan dari ketinggian. Kapan lagi bisa melakukan photoshoot di sini?

 

Mari makan...

Setelah berputar-putar, saya sampai di pintu keluar stasiun. Perut saya yang lapar segera menginstruksikan kepada otak agar melipir dulu ke warung. Pilihan pun jatuh ke Selat Solo Viens lagi yang letaknya tak jauh dari stasiun. Sayangnya, menu selat yang saya pesan ternyata habis. Saya pun memesan sup matahari sebagai pengganjal perut sebelum melanjutkan perjalanan ke Solo Jebres. Bagaimana kelanjutan cerita pulang saya? Ikuti terus ya…

PS: Maaf ya, fotonya kurang proper karena barang bawaan saya yang warbiyasah wkwkw

11 Comments

  1. ini mah dah mirip krl jabodetabek mas ikrom xixix...apik yo masih baru jadi resik..mana masih dapat cashback 50 persen pula...skybridgenya adoh ra mas, aku blom pernah kedampaian liat solo balapan n tirtonadi..hihi...

    pengen sup matahari...tapi nextnya selat solo maneh ya...pengen liat fotone selat solo egein n egein xixixi

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak kan emmang bekasnya kRL dari priok wkwk
      engga mbak dari keluar kereta langsung naik kok cuma ya mayan gempor soalnya berapa kilo gitu

      iya aku pengen lagi tapi jek PPKm huhu

      Delete
  2. Mas Ikrom hobi naik kereta ya, apa praktis atau karena lebih mudah dan murah mas?

    Keretanya masih kinclong ya mas, tanda tanda peringatan seperti jangan mengganjal pintu kereta sama jangan bersandar pada cewek cantik eh pada pintu otomatis juga ada.

    Selain itu interior keretanya bagus, tidak kalah dengan yang ada di drama Korea ya.

    Jembatan sky bridge nya juga bersih, jadi pengin naik kereta juga nih.😃

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya si bisa dibilang begitu soalnya males ketemu calo di terminal wkwkkw

      iya masih batu diremajakan
      hahahah bisa saja mas banyak ce cantik emang di sini mau pulang ke solo haha

      Delete
  3. Kangen Solo, kangen naik kereta solo-jogja. Dulu terakhir naik masih prameks, soalnya skybridge pun masih dibangun hahahha... kayaknya tahun 2018 deh. Liat foto2 mas Ikrom mupeng banget. semoga nanti ada lagi kesempatannya.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini baru jadi dan masih dibangun kayaknya mbak
      amin semoga kesampaian ya

      Delete
  4. aduuuh aku iri pengen coba naik krl Jogja Solo juga dong apalagi masih bersih. Eh tapi semoga tetap awet sampai covid menghilang dari muka bumi

    ReplyDelete
  5. Wahhh ini yang bagian atasnya susah banget diletakkan helm ya, agak cembung gitu.. Kemaren terakhir naik jatuh dan nimpa orang, kalau yang raknya datar itu bisa..

    ReplyDelete
Next Post Previous Post