Mendalami Tulisan 'Feature' yang Tak Lekang oleh Waktu



Salah satu tulisan feature yang saya tulis beberapa waktu lalu di Kompasiana.

Dalam beberapa waktu terakhir, saya lebih tertarik untuk menulis tulisan feature atau biasa disebut dengan berita kisah.

Tulisan jenis ini biasanya muncul pada bagian bawah halaman muka surat kabar terutama koran. Dalam bentuk yang lebih panjang dan mendalam, tulisan ini sering dijumpai dalam majalah tertentu seperti National Geographic, Intisari, dan sebagainya. Untuk media daring sendiri, favorit saya adalah tulisan dalam portal VICE dan DW. Keistimewaan tulisan feature adalah memaparkan berbagai hal yang sering luput dari perhatian wartawan mainstream ataupun penulis lain.

Kala masih magang sebagai wartawan di sebuah portal daring beberapa tahun lalu, saya tidak pernah mendapat kesempatan untuk menuliskan artikel feature ini lantaran mendapat tugas mengisi rubrik kesehatan dan pendidikan yang harus saya tulis secara straight. Lama-kelamaan, saya mulai tertarik mendalami artikel jenis feature ini karena biasanya ia akan terbagi menjadi beberapa bagian sehingga menarik pembaca untuk terus membaca artikel tersebut.


Menulis feature gampang-gampang susah


Sayangnya, untuk menulis tulisan feature, bisa dibilang gampang-gampang susah. Gampangnya, banyak kisah di sekitar kita yang sebenarnya bisa diangkat dan berhak diketahui oleh masyarakat luas. Misalnya, kisah tukang becak yang mangkal di sekitar tempat tinggal saya. Kisah kehidupan mereka sebenarnya bisa diangkat dalam sisi yang berbeda. Entah bagaimana mereka bertahan di tengah gencarnya alat transportasi online atau apakah ada kegiatan lain yang bisa mereka lakukan.



Susahnya, berbeda dengan tulisan straight yang langsung to the point, tulisan feature ini menuntut kepekaan penulis dalam menghadirkan sisi lain. Angle yang unik dan menarik perlu dipaparkan sehingga pembaca betah untuk berlama-lama singgah di tulisan kita dan masih setia jikalau tulisan kita berseri.

Angle inilah yang susah didapat. Kadang, ketika saya menemukan ide baru, dengan segera ide itu saya tulis dan saya elaborasi lebih dalam kala sudah berada di depan laptop. Tapi, seringkali, saat tulisan sudah hampir selesai, ekspektasi saya terhadap sudut pandang berbeda yang ingin saya kembangkan tiba-tiba macet. Mau mengambil sisi A malah kebanyakan bercerita sisi B yang sudah diketahui banyak orang. Kadang, jika tak kuat mencari sisi lain tersebut, sang penulis juga akan merasa bosan.

Sisi lain inilah yang ingin terus saya perdalam. Ketika saya menulis Kompasiana, berhasil tidaknya saya menulis sebuah feature biasanya akan nampak pada status tulisan saya. Tulisan saya yang diberi label Artikel Utama (HL) bisa saya simpulkan sementara cukup memiliki angle yang berbeda. Jika tidak, artinya tulisan feature saya biasa-biasa saja.

Salah satu tulisan feature yang cukup tereksekusi dengan baik adalah kala saya menulis mengenai perjalanan saya saat di Solo menggunakan kereta api Batara Kresna. Mulanya, saya melihat tulisan straight yang diulas di beberapa media. Sebelum saya melakukan perjalanan menggunakan kereta tersebut, saya tulis dahulu angle-angle apa saja yang kira-kira belum ditulis oleh media-media tersebut atau narablog.


Gambar menarik akan menambah nilai tulisan


Ketika saya melakukan perjalanan, maka saya akan mencari gambar terbaik yang akan sangat mendukung tulisan saya. Salah satunya kala saya ingin mencari disparitas Solo Baru, sebuah kota mandiri di Kabupaten Sukoharjo. Kalau saya menulis secara straight, maka artikel yang saya tulis hanya akan berbunyi deskripsi biasa mengenai pemandangan alam yang indah dan tergambar seperti karangan siswa kelas 4 SD.

Baca juga: Rejuvenasi Blog

Namun, ketika saya mencoba mendalami tulisan feature yang saya kembangkan dalam tulisan tersebut, yang tergambar adalah sisi lain dari daerah yang saya lewati. Jika Anda membaca tulisan tersebut secara seksama, maka akan tergambar jelas sebuah disparitas atau jurang ekonomi yang menganga antara daerah pedesaan dan perkotaan yang baru dibangun. Walau pembaca seringkali harus mencerna ulang apa yang ingin saya paparkan, namun dengan kemasan bahasa yang mudah dipahami, maka ada sebuah hal baru yang bisa saya berikan.

Jangan lupakan human of interest


Inilah salah satu kenikmatan yang saya rasakan sebagai penulis. Kala bisa memaparkan hal-hal di luar jangkauan masyarakat biasa yang butuh informasi. Meski begitu, saya masih merasa kemampuan saya dalam menulis feature ini cukup dangkal. Jika membandingkan dengan tulisan dalam majalah Nat Geo misalnya.

Salah satu tulisan feature di Nat Geo mengenai peripih atau jiwa sebuah candi. (pressreader.com)


Di sana, tulisan feature yang tersaji dalam berbagai topik benar-benar hidup. Segi human interest benar-benar nyata dan beberapa kali saya menemukan unsur sastra di dalamnya. Pun, foto pendukung yang menghiasinya juga benar-benar hidup. Jadi, dalam mendalami tulisan feature ini, kemampuan fotografi juga sangat penting.

Ketika menulis feature, foto seperti ini amatlah berharga.

Kemampuan yang juga belum saya kuasai dengan maksimal. Maklum, saya bukanlah blogger atau penulis profesional dan hanya mengandalkan kamera digital peninggalan rekan saya yang saya beli bekas. Miopi yang saya derita juga kerap menghalangi pengambilan foto ketika di perjalanan. Namun, saya berusaha semaksimal mungkin memperbaiki kualitas foto yang saya ambil dengan mengikuti kelas fotografi singkat yang diadakan oleh sepupu saya. Walau belum maksimal, tapi paling tidak saya sedikit paham kapan harus mengatur cahaya terlebih dahulu dan kapan harus melakukan jepretan.

Video sederhana juga jadi pelengkap


Demikian pula mengenai pengambilan video yang beberapa waktu belakangan mulai saya tekuni. Pasalnya, ketika saya mengulik sebuah candi kecil di Yogyakarta, dengan segera video ini viral. Padahal, video ini saya buat hanya sebagai pendukung tulisan feature saya di Kompasiana yang juga diganjar Artikel Utama oleh admin. Sejak saat itu, saya mulai tertarik mengisi channel YouTube saya dengan video sederhana sesuai tulisan feature yang akan saya tulis.


Dari sini saya semakin semangat untuk terus konsisten dalam mengembangkan tiga hal tadi, yakni tulisan feature beserta gambar dan video pendukung. Sementara ini, saya tidak mengambil job dari produk dahulu karena ingin terus mendalami kemampuan saya di bidang ini. Menulis feature terutama tentang wisata (travelogue feature).

Terlebih, beberapa waktu lalu, ada dua media daring yang meminta saya menjadi kontributornya, yakni Travel Blog Id dan Spektakel Id. Keduanya mengirimkan pesan langsung ke saya karena tertarik dengan tulisan feature yang saya tulis di blog pribadi maupun Kompasiana. Meski kedua media tersebut tidak menjanjikan keuntungan materi yang banyak, namun saya tetap senang. Artinya, tulisan feature yang saya dalami bermanfaat luas bagi masyarakat. Dan yang pasti, ia akan selalu dicari kapanpun juga.


Tak hanya itu, tulisan feature akan “memaksa” pembaca untuk membaca tulisan saya hingga akhir. Dengan cara ini, secara tidak langsung ada kontribusi terhadap dunia literasi yang kini memprihatinkan. Dan juga, momen menulis feature ini juga sebagai pengingat bagi diri sendiri. Agar bisa menulis artikel feature dengan baik, maka mau tak mau saya juga harus sering membaca tulisan serupa, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing lainnya. Baik mengenai wisata maupun topik lainnya.

Inilah dasar menulis yang sedang saya kembangkan. Semoga saya masih ada waktu untuk terus menulis tulisan feature ini.

Salam.

15 Comments

  1. Aaaa aku pernah belajar feature tp smpe sekarang blm bisa. Wkwkwk
    Emg gampang2 susah yaa

    ReplyDelete
  2. Jadi pengen belajar nulis tulisan feature

    ReplyDelete
  3. Suka banget kalau baca tulisan feature yang ceruknya tergali lebih dalam.
    Dan tulisan feature sangat terasa ruh dari apa yg disampaikan.
    Meluncur dulu ah ke yutub candinya Mas Ikrom.

    ReplyDelete
  4. Nulis feature buat saya susah , hahaha mungkin karena ga pernah belajar dan menekuni kali yah

    ReplyDelete
  5. Wah aku jadi pengen belajar nulis feature juga nih
    Kayaknya agak susah ya, mas?
    Dia seperti story telling tapi temanya abadi, begitu bukan sih?

    ReplyDelete
  6. Saya pernah belajar menulis straight news dan feature. Jenis feature ini harus pintar mengulas Yo Mas. Saya suka baca berita model feature ini.

    ReplyDelete
  7. Apalagi saya, kemampuan menulis sangatlah rendah sekali. untuk focus,aduh susahnya kayak ampun. Setiap artikel pasti melebar kemana-mana. Tapi tak apalah, yang namanya masih belajar.

    ReplyDelete
  8. ini salah satu blogpost yang kereeeenn yang pernah kubaca, aku mau down diamarin Julis macam begini :)

    ReplyDelete
  9. ini salah satu artikel yang kereeen yang pernah saya baca... ajarin aku nulis macam begini dong mas :)

    ReplyDelete
  10. Izin save infogragisnya ya.. seringnya ingin mendalami tulisan, malah bingung mau nulis apa atau angle gimana🤣

    ReplyDelete
  11. Izin save infografisnya kakak. Aku pernah juga HL di Kompasiana tapi sampai saat ini masih gak paham juga komposisi tulisan yang menyenangkan itu seperti apa

    ReplyDelete
  12. Nah ini jenis tulisan yang demen saya baca, evergreen mau dibaca kapan pun.

    ReplyDelete
  13. Wah menarik sekali..saya jadi pengen tahu lbh banyak n belajar tentang cara menulis feature. Kayaknya hrs learning by doing nih. Nice article mas ikrom😘

    ReplyDelete
  14. Daridulu aku berusaha belajar menulis feature. Tapi agak-agaknya sampai sekarang pun masih belum berhasil. COba bisa belajar bareng gitu ya, jadi ada kritikan membangun yang bisa dipakai untuk bisa mencapai tujuan.. Informatif banget lah pokoknya potingan ini, jadi mengorek kembali apakah saya mampu membuat tulisan feature yang selalu dinanti orang dan nggak bikin bosan.

    ReplyDelete
  15. wah bener bangettt.. nulis feature tuh gamgamsus... gampang2 syusyahh.. harus terasa ringan dan menyentuh..

    ReplyDelete
Next Post Previous Post